Liputan6.com, Jakarta Direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengungkapkan bahwa dia yakin Amerika Serikat akan mampu menghindari gagal bayar utang atau default.
"Sejarah memberi tahu kita bahwa Amerika Serikat akan bergulat dengan gagasan default ini… tetapi pada jam ke-11 hal itu akan diselesaikan dan saya yakin kita akan melihat itu berjalan lagi,"kata Georgieva di Forum Ekonomi Qatar di Doha, dikutip dari Financial Post, Kamis (25/4/2023).
Baca Juga
Seperti diketahui, Amerika Serikat masih dihantui kebuntuan terkait plafon utang, dan gagal membayar utangnya jika Kongres tidak menaikkan batas pinjaman pemerintah, yang telah mencapai USD 31,4 triliun.
Advertisement
AS Default dikhawatirkan dapat memicu bencana ekonomi dan kepanikan di pasar keuangan global.
Putaran terakhir pembicaraan tentang plafon utang antara perwakilan Presiden AS Joe Biden dan anggota Kongres dari Partai Republik belum membuat kemajuan, di mana tenggat waktu penentuan batas utang pada 1 Juni semakin dekat.
Adapun Menteri keuangan dari Arab Saudi dan Qatar, yang bergabung dengan Georgieva di Forum Ekonomi Qatar di Doha, senada bahwa resolusi diperlukan lebih cepat terkait batas utang AS.
"Saya berharap kebijaksanaan akan menang dan lebih cepat (daripada nanti)… tidak mudah untuk bermain dengan pasar internasional, dan ketika mereka masuk angin, semua orang akan bersin," ujar Mohammed Al Jadaan, menteri keuangan Arab Saudi.
Selain itu, Georgieva memperkirakan bahwa dolar AS kemungkinan akan tetap menjadi mata uang cadangan global, meskipun ada peningkatan diskusi tentang langkah sejumlah negara mengurangi ketergantungan mereka pada USD, yang dikenal sebagai "de-dolarisasi."
"Kami tidak melihat akan ada pergeseran cepat dalam cadangan (dolar AS) karena alasan dolar sebagai mata uang cadangan adalah karena kekuatan ekonomi AS dan kedalaman pasar modalnya… Jangan katakan selamat tinggal dulu pada dolar Anda," imbuh Georgieva.
Joe Biden Temui McCarthy, Solusi Masalah Utang AS Masih Buntu
Diwartakan sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy tidak berhasil mencapai kesepakatan terkait kenaikan plafon utang yang sudah mencapai ambang batas sebesar USD 31,4 triliun.Â
Seperti diketahui, Departemen Keuangan AS sebelumnya telah memastikan bahwa Amerika akan gagal bayar atau default pada 1 Juni jika plafon utang tidak dinaikkan.
Mengutip Channel News Asia, Selasa (23/5/2023) meski belum mencapai kesepakatan, Biden dan McCarthy menekankan perlunya menghindari default dengan kesepakatan bipartisan setelah pertemuan pada Senin malam (22/5).
Biden juga mengisyaratkan akan kembali bertemu dengan McCarthy dalam beberapa hari mendatang.
Sebuah sumber yang mengetahui situasi tersebut mengatakan bahwa para negosiator Gedung Putih kembali ke Capitol Hill pada Senin malam untuk melanjutkan pembicaraan.
"Kami menegaskan sekali lagi bahwa default tidak dapat dilakukan dan satu-satunya cara untuk bergerak maju adalah dengan itikad baik menuju kesepakatan bipartisan," ujar Biden dalam sebuah pernyataan usai pertemuannya dengan McCarthy.
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, McCarthy mengatakan kepada wartawan bahwa negosiator "akan berkumpul, bekerja sepanjang malam" untuk mencoba menemukan titik temu terkait plafon utang.
"Saya yakin kita masih bisa sampai di sana," kata McCarthy.
Namun, McCarthy mengungkapkan ia enggan untuk mempertimbangkan rencana Joe Biden memotong defisit dengan menaikkan pajak atas orang kaya dan menutup celah pajak untuk industri minyak dan farmasi, dan berfokus pada pengurangan pengeluaran dalam anggaran federal 2024.
Advertisement
Dibayangi Urusan Plafon Utang Tak Kelar, Ekonom AS Yakin Negaranya Masuk Resesi
Ekonom di Amerika Serikat optimis bahwa krisis perbankan dan gejolak plafon utang tidak akan memicu krisis besar-besaran. Namun, sebagian besar dari mereka juga percaya bahwa resesi masih akan terjadi.
Mengutip CNN Business, Selasa (23/5/2023) sekitar 59 persen dari 42 ekonom yang disurvei oleh National Association for Business Economics awal bulan ini mengungkapkan mereka percaya kemungkinan besar AS akan memasuki resesi dalam 12 bulan ke depan.
Sementara angka NABE Outlook itu sebagian besar tidak berubah dari survei yang dilakukan pada Februari 2023 dan Desember 2022, perkiraan terbaru menunjukkan kemungkinan yang lebih besar dalam hal kapan resesi dapat dimulai.
Pada Februari 2023, mayoritas ekonom mengatakan bahwa penurunan pada ekonomi AS dapat dimulai pada kuartal pertama 2023.
Namun, ada konsensus yang lebih besar mengenai inflasi, kenaikan suku bunga Federal Reserve, gejolak perbankan, dan ketidakpastian plafon utang.
Â
55 Persen Ekonom yakin AS Bakal Naikkan Plafon Utang
"Sebagian besar responden menunjukkan krisis perbankan terkendali tetapi terus berlanjut, dengan hanya sekitar seperlima yang percaya itu akan memburuk," kata Dana Peterson, Ketua Survei Outlook NABE dan kepala ekonom di Conference Board.
"Mayoritas panelis percaya bahwa melanggar plafon utang tidak akan menyebabkan krisis keuangan global kecuali kebuntuan berlanjut selama beberapa minggu. Sebagian besar responden percaya de-dolarisasi bukanlah ancaman di masa mendatang," ungkapnya.
Sementara itu, lebih dari setengah atau 55 persen ekonom yang disurvei NABE percaya bahwa plafon utang AS akan dinaikkan, 42 persen percaya bahwa plafon utang akan ditangguhkan, sementara 3 persen percaya AS akan gagal membayar utangnya.
Ekonom NABE memperkirakan bahwa inflasi akan terus moderat; namun, mayoritas responden percaya hal itu akan memakan waktu hingga tahun 2025 atau setelahnya untuk inflasi utama The Fed mencapai target 2 persen.
Advertisement