Insentif Pajak Sepi Peminat Bakal Dihapus

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah jor-joran memberikan insentif pajak guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Pandemi Covid-19 dan beberapa hambatan lain memang menekan ekonomi Indonesia.

oleh Arthur Gideon diperbarui 04 Jun 2023, 11:14 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2023, 11:03 WIB
Kepala Badang Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu dalam sosialisasi presidensi G20, di Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan bahwa beberapa insentif pajak sepi peminat.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah jor-joran memberikan insentif pajak guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Pandemi Covid-19 dan beberapa hambatan lain memang menekan ekonomi Indonesia. 

Namun ternyata, insentif pajak yang ditawarkan oleh pemerintah ini tidak semuanya disambut dengan baik oleh pengusaha maupun investor. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan bahwa beberapa insentif pajak sepi peminat.

Oleh karena itu, BKF berencana meninjau kembali insentif pajak yang minim peminat. Febrio mengatakan apabila setelah disurvei diketahui ada insentif pajak belum optimal, maka pemerintah akan mencabut insentif tersebut dan menggantinya dengan yang lebih menarik.

“Untuk insentif yang belum optimal maka akan kita review, kalau memang tidak optimal ya akan kita ubah," katanya dikutip dari Belasting.id, Minggu (4/6/2023).

Namun dia tidak menyebutkan secara spesifik insentif mana yang kemungkinan dicabut.Dia hanya menyatakan pada 2024, kebijakan insentif pajak akan diarahkan untuk sektor-sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah, seperti hilirisasi dan sektor energi baru terbarukan.

Sekadar informasi, pemerintah memberikan banyak insentif pajak. Untuk investor misalnya, ada tax holiday, tax allowance, supertax deduction bai kepentingan penelitian dan pengembangan, serta supertax deduction vokasi.

Insentif Pajak sepanjang 2021 Capai Rp 299 Triliun

Ilustrasi pajak
Ilustrasi pajak. (Photo by 8photo on Freepik)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report)  2021.

Laporan ini menginventarisasi berbagai insentif perpajakan, baik dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19, percepatan pemulihan ekonomi, maupun insentif perpajakan lain yang telah disediakan pemerintah untuk mendukung kinerja ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, peran insentif perpajakan tersebut cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. 

Pada 2021 perekonomian Indonesia mampu kembali tumbuh positif dan bahkan sudah mampu berada pada level 1,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan level pra-pandemi (2019). 

Dukungan insentif fiskal baik yang berlaku secara umum maupun yang ditawarkan melalui sektor-sektor strategis mampu berperan sebagai stimulus bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. 

Termasuk kebijakan PPnBM Ditanggung Pemerintah untuk pembelian Kendaraan Bermotor dan PPN Ditanggung Pemerintah atas pembelian rumah yang mampu mencapai tujuannya untuk menggerakkan sektor riil.

“Melihat perekonomian  2020 terkontraksi dalam, Pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di tahun 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” kata Febrio Kacaribu, dalam keterangan tertulis, Senin (26/12/2022).

Laporan Belanja Perpajakan  2021 menjadi dokumen penting untuk menginventarisasi dan mengevaluasi berbagai insentif perpajakan, termasuk insentif yang diberikan Pemerintah dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19. 

Laporan Belanja Perpajakan 2021 juga bisa menjadi dasar evaluasi kebijakan 2022 khususnya kebijakan yang terkait dengan penanganan pandemi.

Penambahan Insentif

Seiring dengan peningkatan pemanfaatan fasilitas akibat semakin pulihnya perekonomian dan penambahan insentif dalam rangka penanggulangan dampak Covid- 19 yang baru berlaku pada  2021, Belanja Perpajakan  2021 mencapai Rp 299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari PDB. 

"Nilai tersebut meningkat 23,8 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020 yang nilainya sebesar Rp 241,6 triliun atau 1,56 persen dari PDB," ujarnya.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk  2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp 175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan. 

Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020, seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN dan Bea Masuk untuk kegiatan penanganan Covid-19 termasuk impor pengadaan vaksin. 

Selain itu, semakin pulihnya perekonomian nasional mendorong peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi, sehingga pemanfaatan insentif perpajakan yang mendukung kegiatan tersebut juga semakin tinggi.

Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya