Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan berbagai indikator sukses untuk menuju Indonesia Emas 2045. Salah satunya adalah di sektor keuangan yang harus semakin maju dan beragam.
"Jadi kalau mau bicara indikator sukses, Pada saat 2045 atau menuju 2045 sektor keuangan harus semakin advance, semakin dalam, makin likuid, makin diverse," kata Sri Mulyani dalam acara Sosialisasi UU PPSK di Brilian Club, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Baca Juga
Jika melihat ke belakang, kata Sri Mulyani, banyak sekali Undang-Undang yang muncul karena krisis, dengan adanya krisis memaksakan pemerintah untuk merespons dengan perundangan baru.
Advertisement
Misalnya, pada tahun 1997-1998 merupakan krisis keuangan terbesar di Indonesia. Semenjak itu muncul Undang-Undang baru. Kemudian, Undang-undang perbankan diperbarui, karena pada saat itu yang terdampak paling besar adalah perbankan.
Selanjutnya, pada 2008-2009 terdapat krisis keuangan global yang juga berdampak kepada Indonesia, sehingga Pemerintah Indonesia merespon krisis tersebut dengan perbaikan undang-undang.
Sama halnya ketika krisis akibat Pandemi. Pandemi memaksa masyarakat untuk menggunakan digital teknologi di bidang sektor keuangan.
"Waktu kita menghadapi pandemi kita merasakan bahwa sektor digital teknologi itu makin memberikan input yang sangat besar di bidang sektor keuangan," ujarnya.
Namun, dalam praktiknya masih banyak aturan yang tertinggal zaman dengan adanya perkembangan teknologi saat ini.
Sri Mulyani pun menyebut salah satu tantangan terbesar untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 adalah sektor keuangan di Indonesia belum mampu berkembang dengan cepat dan masih sangat dangkal.
"Kita sampaikan ke presiden the biggest challenge untuk Indonesia maju menjadi Indonesia Emas. Sektor keuangan di Indonesia yang belum mampu berkembang secara cepat dan masih sangat dangkal. Banyak aturan yang sudah tertinggal zaman dengan adanya teknologi baru itu yang jadi pemikiran awal," pungkasnya.
Â
Industri Keuangan Global Memburuk, Indonesia Aman Sentosa
Kondisi ekonomi dan keuangan global tengah mengalami guncangan, terlihat dari berapa perbankan raksasa yang tumbang. Namun, fenomena ini disebut tak akan berdampak signifikan terhadap industri keuangan di dalam negeri.
Hal ini diungkap Ketua Dewa Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahendar menyebut, sejumlah mitigasi yang diambil saat ini bisa meredam dampak dari ketidakpastian ekonomi global.
"Jadi dalam konteks kondisi global seperti itu pertanyaan beliau (Jokowi) bagaimana risiko dan kemungkinan dampaknya kepada kita. Kami jelaskan bahwa pada saat-saat tertentu, pada waktu tempo hari ada krisis di silicon valley bank, di kredit swiss sempat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan (kekhawatiran)," ujar dia kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Â
Advertisement
Mitigasi
Kendari begitu, Mahendra meyakinkan Jokowi kalau dampak itu tak akan berpengaruh besar. Mengingat sejumlah upaya yang dijalankan. Ditambah lagi dengan kinerja industri sektor keuangan di dalam negeri.
"Kemudian dengan perkembangan penjelasan dan juga kinerja yg teruji dari lembaga keuangan kita nampaknya tadi bisa direspons dengan baik dan dimitigasi," paparnya
"Kalau sekarang saya rasa kekhawatiran untuk adanya dampak keterkaitan seperri itu sudah jauh berkurang lah dibandingkan pada awal," sambung Mahendra.
Dalam kunjungannya ke Istana negara, Mahendra melapor soal perkembangan di industri perbankan, Industri Keuangan Non Bank (IKNB), hingga pasar modal dalam negeri. Atas hal itu, Mahenda mengungkap Jokowi menyoroti pengawasan terhadap aspek individu perusahaan, tak sebatas pada pengawasan secara makro.
Â