Ekonomi Genting, BI Ramal Suku Bunga Acuan AS Bakal Naik Lagi

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed bakal kembali menaikan suku bunga acuannya. Padahal, pekan lalu The Fed baru saja menahan suku bunga acuan di level 5,00-5,25 persen.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 22 Jun 2023, 16:40 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2023, 16:40 WIB
The Fed
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed bakal kembali menaikan suku bunga acuannya. Padahal, pekan lalu The Fed baru saja menahan suku bunga acuan di level 5,00-5,25 persen. (www.n-tv.de)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed bakal kembali menaikan suku bunga acuannya. Padahal, pekan lalu The Fed baru saja menahan suku bunga acuan di level 5,00-5,25 persen.

Perry mengatakan, kenaikan Fed Fund Rate mungkin saja terjadi lagi lantaran ekonomi Negeri Paman Sam kini tengah dalam situasi lumayan genting.

"Di Amerika Serikat, tekanan inflasi masih tinggi, terutama karena ketetatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang masih cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda. Sehingga mendorong kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate ke depan," ujarnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Juni (22/6/2023).

Tak hanya Amerika Serikat, ia menyebut Eropa juga masih terus memperketat kebijakan moneter. Sebaliknya, pelonggaran justru dilakukan Jepang.

"Sementara di negara berkembang khususnya China, pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat perkiraan di tengah inflasi rendah. Sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter," imbuhnya.

Adapun ramalan BI tersebut senada dengan yang dilontarkan Ketua Federal Reserve, Jerome Powell. Ia menuturkan, lebih banyak kenaikan suku bunga akan terjadi karena bank sentral mencoba untuk memerangi inflasi.

Komentar tersebut muncul setelah hasil pertemuan pekan lalu ketika The Fed menahan kenaikan suku bunga setelah 10 kal naik berturut-turut. Namun, pejabat The Fed mengindikasikan mungkin ada kenaikan suku bunga dua kali lagi sebesar 0,25 persen. "Hampir semua peserta FOMC berharap akan tepat untuk menaikkan suku bunga lebih jauh pada akhir tahun," ujar Powell.

 

Lagi, Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) resmi kembali mempertahankan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Kebijakan itu diumumkan dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Juni 2023, Kamis (22/6/2023).

Ketetapan ini didapat setelah jajaran petinggi bank sentral melakukan rapat bersama selama dua hari pada 21-22 Juni 2023.

"Berdasarkan hasil asesmen dan proyeksi menyeluruh, rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada tanggal 21-22 Juni 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Selain suku bunga acuan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Mei 2023 juga menahan suku bunga deposit facility di kisaran 5 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6,5 persen.

Perry menjelaskan, putusan tersebut dibuat ketika sektor ekonomi global berhadapan dengan perkembangan yang sangat cepat dalam waktu sebulan terakhir.

"Ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi," ucapnya.

 

Inflasi AS

Mengenal Konsep Inflasi dalam Ekonomi
Ilustrasi Konsep Inflasi Credit: pexels.com/pixabay

Sebagai contoh, Amerika Serikat kini sedang berhadapan dengan tongkat inflasi tinggi, terutama karena ketetatan pasar tenaga kerja. Padahal, kondisi ekonomi Negeri Paman Sam tergolong masih cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda.

"Sehingga mendorong kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate ke depan," imbuh Perry.

Di sisi lain, ia menilai kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa. Sedangkan di Jepang cenderung longgar.

"Sementara di negara berkembang khususnya China, pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat perkiraan di tengah inflasi rendah. Sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter," tuturnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya