BPK Beri 9 Rekomendasi ke Sri Mulyani soal 3 Temuan Masalah Perpajakan

BPK memberikan rekomendasi dengan cara mengintruksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menyampaikan 9 butir perintah kepada Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo.

oleh Arthur Gideon diperbarui 26 Jun 2023, 14:55 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2023, 14:45 WIB
20151229-Gedung BPK RI-YR
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022. Dalam pemeriksaan ini, BPK menemukan 2 permasalahan terkait perpajakan. Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022. Dalam pemeriksaan ini, BPK menemukan 2 permasalahan terkait perpajakan. Temuan ini saat memeriksa sistem pengendalian interen (SPI) dan ketidakpatuhan.

Pertama, pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan tahun fiskal 2022 belum memadai senilai Rp 2,73 triliun. Kedua, PPh dan PPN terindikasi kurang disetorkan senilai Rp 7,66 triliun, dan terlambat disetor dengan potensi sanksi sejumlah Rp 616,14 miliar dan USD 1,338.

Ketiga, ada piutang pajak macet Rp 7,2 triliun dan piutang pajak kedaluwarsa Rp 808,1 miliar yang belum dilakukan penagihan secara optimal.

“BPK menemukan permasalahan terkait kelemahan pengendalian interen dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagai berikut, pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan 2022 belum memadai sebesar Rp 2,73 triliun,” tulis Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksaan, seperti dikutip dari Belasting.id, Senin (26/6/2023).

Atas temuan permasalahan perpajakan tersebut, BPK memberikan 9 jenis rekomendasi kepada Ditjen Pajak (DJP). BPK memberikan rekomendasi itu dengan cara mengintruksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menyampaikan 9 butir perintah kepada Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo.

Secara keseluruhan, Dirjen Pajak perlu menginstruksikan Direktur, Kepala Kantor Wilayah DJP untuk melakukan 9 hal.

Pertama, validasi pelaporan realisasi pemanfaatan insentif wajib pajak secara optimal.

Kedua, melakukan penelitian atas pemanfaatan fasilitas PPN dibebaskan, PPN tidak dipungut, dan PPN ditanggung pemerintah (DTP).

Ketiga, memutakhirkan data piutang pajak pada Sistem Informasi DJP (SIDJP) dan taxpayer accounting modul revenue accounting system secara periodik.

 

Rekomendasi Selanjutnya

20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Keempat, berkoordinasi dengan pejabat Sekretariat Pengadilan Pajak untuk mengembangkan Sistem Layanan Data Kementerian Keuangan (SDLK) yang dapat menyajikan data permohonan banding secara realtime ke dalam sistem DJP.

Kelima, melakukan perbaikan sistem DJP. Itu mencakup pengendalian untuk memastikan perhitungan penyisihan piutang perpajakan telah sesuai dengan rincian dan nilai barang sitaan/agunan yang lengkap dan akurat.

Keenam, memantau status perkembangan barang sitaan dari tindakan penagihan pajak, dan memutakhirkan data barang sitaan ke dalam SIDJP.

Ketujuh, melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan, dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan.

Kedelapan, melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan penagihan pajak yang dilakukan KPP.

Kesembilan, mengembangkan SIDJP yang membantu proses optimalisasi penagihan piutang pajak.

infografis opini bpk
berikut hasil audit bpk pada puluhan lembaga negara (liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya