Liputan6.com, Jakarta Salah satu bank swasta Swiss merilis Laporan Kekayaan dan Gaya Hidup Global 2023 pada hari Selasa.
Hasilnya, Singapura mendorong Shanghai dari podium sehingga menandai pertama kalinya negara kota di Asia itu menduduki peringkat teratas.
Analis Julius Baer menulis bahwa pemerintah Singapura telah berhasil dalam upaya mereka untuk menjadikannya tempat yang menarik bagi individu berpenghasilan tinggi untuk tinggal dan bekerja, tetapi hal ini juga telah mendorong kenaikan harga.
Advertisement
Secara khusus, negara-kota yang memiliki populasi sedikit di atas 5,5 juta memiliki harga sewa, rumah, biaya sekolah, pajak mobil, dan biaya hidup umum yang tinggi, tulis para analis. Asuransi kesehatan esensial lebih dari dua kali lipat rata-rata global, tambah mereka.
Menurut kalkulator biaya hidup di situs web pemerintah Singapura, sebuah kamar di sebuah kondominium di luar kawasan pusat negara kota itu biasanya berharga antara 1.300 dan 2.350 dolar Singapura per bulan (USD 970 hingga 1.750).
Menyewa kondominium pribadi berharga rata-rata antara 3.800 dan 5.750 dolar Singapura per bulan (USD 2.830 hingga USD 4.285).
"Sudah lama dianggap layak huni, stabil, dan kosmopolitan, Singapura kini berlomba-lomba untuk menjadi pusat global terkemuka bagi orang kaya," tulis analis Julius Baer. Dia menambahkan bahwa Singapura memiliki bandara yang ramai dan salah satu PDB per kapita tertinggi di dunia.
Pada akhir 2022, Singapura diperkirakan memiliki 1.500 kantor keluarga – dua kali lipat jumlah tahun sebelumnya.
Bagi yang penasaran, inilah peringkat Julius Baer dari 10 kota termahal untuk "hidup dengan baik" seperti melansir Business Insider, Selasa (27/6/2023).
- Singapura
- Shanghai
- Hongkong
- London
- New York
- Monako
- Dubai
- Taipei
- Sao Paulo
- Miami
Ambisi Miliarder AS Bangun Kota Metropolitan di Gurun Senilai Rp 5.683 T
Miliarder asal Amerika Serikat, Marc Lore mengungkapkan rencanan membangun "kota baru di Amerika" berpenduduk 5 juta orang. Dia pun telah menunjuk seorang arsitek terkenal di dunia untuk merancangnya.
Lore, yang juga merupakan mantan eksekutif Walmart, pekan lalu meluncurkan rencana untuk Telosa, sebuah kota metropolitan berkelanjutan yang ia harap dapat diciptakan di sebuah kawasan gurun di AS, seperti dilansir CNN, Selasa (7/9/2021).
Proposal untuk lahan seluas 150.000 acre yang ambisius menjanjikan arsitektur ramah lingkungan, produksi energi berkelanjutan, dan sistem air yang konon tahan kekeringan.
Kota yang disebut "desain kota 15 menit" itu akan memungkinkan penduduk mengakses tempat kerja, sekolah, dan fasilitas publik lainnya dalam seperempat jam perjalanan dari rumah mereka.
Meskipun perencana masih mencari lokasi kota Telosa, kemungkinan target yang dimasukkan termasuk Nevada, Utah, Idaho, Arizona, Texas dan wilayah Appalachian, menurut situs resmi proyek tersebut.
Pengumuman tersebut disertai dengan serangkaian ilustrasi digital oleh Bjarke Ingels Group (BIG), institusi arsitektur yang disewa untuk mewujudkan mimpi Lore.
Gambar-gambar ilustrasi itu menunjukkan bangunan tempat tinggal yang ditutupi tanaman hijau dan penghuni yang tampak menikmati ruang terbuka.
Advertisement
Proyek Kota Telosa akan Telan Biaya USD 400 Miliar
Gambar lain menggambarkan gedung pencakar langit. Gedung tersebut disebut sebagai Equitism Tower.
Dalam tahap pertama konstruksi kota Telosa, akan menampung 50.000 penduduk di 1.500 hektar lahan, dilengkapi dengan perkiraan biaya sebesar USD 25 miliar.
Sementara untuk keseluruhan proyek diperkirakan akan menelan biaya melebihi USD 400 miliar, dengan kota yang menargetkan populasi 5 juta dalam kurun waktu 40 tahun.
Pendanaan untuk pembangunan Telosa pun akan datang dari "berbagai sumber," kata penyelenggara proyek, termasuk investor swasta, hibah dari pemerintah federal dan negara bagian, dan subsidi pembangunan ekonomi.
Di situs web resmi Telosa, Lore menjelaskan bahwa dia terinspirasi oleh ekonom Amerika dan ahli teori sosial, Henry George.
Lore mengutip "kelemahan signifikan" kapitalisme, yang menghubungkan banyak dari mereka dengan "model kepemilikan tanah yang dibangun Amerika."
"Kota-kota yang telah dibangun hingga saat ini dari awal lebih seperti proyek real estat," kata Lore dalam video promosi untuk proyek tersebut.
"Mereka tidak memulai dengan orang-orang di wilayah pusat. Karena jika Anda memulai dengan orang-orang di pusat, Anda akan langsung berpikir, 'Oke, apa misinya dan apa nilainya?," ujar Lore.
"Misi Telosa adalah untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan. Itulah Bintang Utara kami," tuturnya.
Pendiri BIG, yang juga merupakan seorang arsitek asal Denmark, Bjarke Ingels, menuturkan bahwa Telosa "mewujudkan kepedulian sosial dan lingkungan budaya Skandinavia, dan kebebasan dan kesempatan budaya yang lebih Amerika."