Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono (AP) memakai dana hasil gratifikasi untuk keperluan Andhi Pramono dan keluarganya.
KPK menduga, Andhi Pramono menerima gratifikasi hingga Rp 28 miliar dengan menyalahgunakan wewenang jabatan ketika bertugas di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menuturkan, dugaan penerimaan gratifikasi oleh Andhi Pramono sekitar Rp 28 miliar. Pihaknya masih terus menyelidiki.
Advertisement
"Masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jumat, 7 Juli 2023, dikutip dari Antara, Sabtu (8/7/2023).
Tersangka Andhi Pramono diduga memakai uang hasil korupsi dengan cara dibelanjakan dan ditransfer untuk keperluan pribadi dan keluarganya.
Selanjutnya pada periode 2021 dan 2022, Andhi Pramono diduga membeli berlian senilai Rp 652 juta, membeli polis asuransi Rp 1 miliar, dan membeli rumah di Pejaten, Jakarta Selatan Rp 20 miliar.
Alex menuturkan, penerimaan gratifikasi itu diduga pada periode 2012-2022. Penerimana gratifikasi itu diduga terjadi ketika Andhi Pramono menduduki beberapa posisi mulai dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) hingga menjadi pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan posisi terakhir Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Ia diduga memanfaatkan jabatan untuk bertindak sebagai broker dan memberikan rekomendasi bagi pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor sehingga dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya.
Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukan, ia diduga menerima imbalan sejumlah yang dalam bentuk fee.
Ia pun dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 atas perbuatannya sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ia juga disangkakan dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Utang (TPPU).
KPK Bakal Selisik Keterlibatan Keluarga
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal mendalami keterlibatan pihak keluarga mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK menduga keluarga mengetahui pidana Andhi Pramono.
"Tentu hal itu akan didalami oleh penyidik, sejauh mana peran dari istri maupun anak dalam melakukan pencucian uang itu," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Sabtu (8/7/2023).
Alex memastikan, KPK akan mendalami pencucian uang pasif yang dilakukan istri dan anak Andhi Pramono. Diketahui, istri Andhi, Nurlina Burhanuddin sempat diperiksa berbarengan dengan penahanan Andhi Pramono pada Jumat, 7 Juli 2023.
"Tidak tertutup kemungkinan bahwa keluarga kalau dari awal dia sudah mengetahui atau patut diduga mengetahui dan secara aktif ikut dalam skenario untuk melakukan pencucian uang, itu juga bisa kita kenakan," kata Alex.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono. Andhi ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu).
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 7 Juli 2023 hingga 26 Juli 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jumat (7/7/2023).
Advertisement
Dugaan Gratifikasi
Alex menyebut, Andi diduga telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai pegawai di Bea Cukai sebesar Rp28 miliar. Uang gratifikasi ini digunakan Andi untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
"Diduga AP membelanjakan, mentransfer uang yang diduga hasil korupsi dimaksud untuk keperluan AP dan keluarganya, diantaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jaksel senilai Rp20 miliar," kata Alex.
Alex menyebut Andhi Pramono menjadi makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor. Andhi melakukan aksinya itu sejak 2012 hingga 2022.
"Dalam jabatannya selaku PPNS sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker atau perantara dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya," kata Alex.
Siasat Andhi Pramono
Alex menyebut, Andhi diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya dikirim ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja. Dari rekomendasi dan tindakan makelar yang dilakukannya, Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Menurut Alex, setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi diduga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor-impor yang tidak berkompeten.
Siasat yang dilakukan Andhi untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor-impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nomine.
Tindakan Andhi itu diduga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitasnya sebagai pengguna duit yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan, maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.
Di sisi lain, lanjut Alex, KPK juga menemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya, Kamariah.
"Pada proses penyidikan, ditemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya," pungkas Alex.
Andhi disangkakan melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Serta Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Advertisement