Liputan6.com, Jakarta OJK mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) pada Mei 2023 sebesar Rp51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11 persen yoy.
Dari angka tersebut, 38,39 persen merupakan pembiayaan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.
Baca Juga
"Data oustanding pembiayaan tersebut adalah nilai pokok pinjaman dari masyarakat yang masih beredar melalui pinjaman online di mana jumlahnya masih bisa naik ataupun turun serta bukan angka pinjaman yang bermasalah," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa, Minggu (9/7/2023).
Advertisement
Sementara untuk angka pinjaman yang bermasalah, di industri fintech P2P lending atau pinjaman online disebut Tingkat Wanprestasi 90 hari atau TWP90.
"Angka ini adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang ada pada perjanjian pinjaman di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo," jelasnya.
Adapun batas angka waspada atau threshold yang dipakai OJK sebagai acuan pengawasan dari TWP90 adalah 5 persen. Hingga Mei 2023, TWP90 sedikit meningkat namun tetap terjaga di bawah threshold menjadi 3,36 persen.
Pinjaman Online
OJK menilai tingginya pertumbuhan pembiayaan pinjaman online ini menunjukkan fungsi intermediasi yang berjalan, dan tingginya kebutuhan masyarakat dan pelaku UMKM akan akses keuangan yang lebih mudah, serta cepat dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan.
Disisi lain, OJK juga terus memberikan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai instrumen komunikasi untuk memanfaatkan pinjaman online ini secara bijak seperti untuk kebutuhan yang produktif dan bukan untuk kepentingan konsumtif.
"Masyarakat juga diminta untuk memilih pinjaman online yang sudah berizin OJK yaitu sebanyak 102 perusahaan dan tidak menggunakan pinjaman online yang ilegal karena hanya akan banyak merugikan masyarakat," pungkasnya.
OJK Terima 10 Ribu Pengaduan Jasa Keuangan, Pinjol Top Skor
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa pihaknya mendapati sebanyak 144.151 permintaan layanan termasuk 10.071 pengaduan, 36 berindikasi pelanggaran, serta 903 sengketa jasa keuangan sejak Januari hingga Juni 2023.
"Terkait pengaduan yang masuk melakui aplikasi APPK, OJK terus mendorong penyelesaian pengaduan, baik yang berindikasi sengketa maupun pelanggaran," kata Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK pada Selasa (4/7/2023).
"Terkait dengan hal tersebut, telah ada 7.900 pengaduan atau sekitar 79,06 persen yang telah terselesaikan penanganannya melalui proses internal OJK, sedangkan 2.100 pengaduan atau 20,9 persen masih sedang dalam proses penyelesaian," terangnya.
Adapun terkait pemberantasan pinjaman online ilegal dan investasi ilegal, OJK bersama 12 kementerian dan lembaga telah meningkatkan koordinasi dalam penanganan investasi dan pinjaman ilegal.
Investasi dan Pinjaman Ilegal
"Sehingga pengaduan bulanan terkait investasi dan pinjaman ilegal telah berada dalam tren yang menurun," beber Friderica.
"Terdapat 1.222 pengaduan pada Januari 2023, dan jumlahnya terus menurun dengan 275 pengaduan pada Juni 2023 dengan penurunan terbesar pada pinjaman online ilegal," ungkapnya.
Adapun pengaduan lainnya terkait perbankan sebanyak 4.663, pengaduan terkait IKNB sebesar 5.228 serta pengaduan di pasar modal sebanyak 180 pengaduan.
Ada juga pengaduan spesifik terkait jasa keuangan yang tidak mengantongi izin sebanyak 4.354, terdiri dari 4.182 menyangkut pinjol ilegal, dan 172 masalah investasi ilegal.Â
Advertisement
OJK: Jepang, Korea Selatan, dan Singapura Semangat Akuisisi Bank Lokal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membantah pandangan terkait beralihnya investor asing dari pasar keuangan Indonesia, salah satunya di sektor perbankan.
"Investor asing saya kaget nih dari mana nih (kabar) investor asing mengundurkan diri. Bahkan permintaan kepada kita dari Jepang, dari Korea Selatan, bahkan dari negara tetangga Singapura sedang meningkat untuk bisa akuisisi bank lokal misalnya," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK yang disiarkan secara daring pada Selasa (4/7/2023).
"Saya kira performance bank-bank kita secara nasional bahwa di pasar modal juga jadi penggerak utama itu industri perbankan," jelasnya.
Bahkan, dalam waktu dekat, Dian menyebut, akan ada sejumlah proses akuisisi dan merger bank di Indonesia.
"Jadi tidak ada kekurangan confidence bahkan kalau saya liat secara keseluruhan sedang memacu ekspansi kredit bank-bank asing yang ada di Indonesia pada saat ini," tegasnya.
PenjajakanIa juga mengungkapkan bahwa ada beberapa bank yang melakukan perjanjian bilateral membentuk kelompok usaha bersama (KUB).
Saat ini, OJK tengah melakukan komunikasi intensif dengan sejumlah pihak dan BPD memerlukan langkah-langkah yang bersifat breakthrough, sehingga tidak bisa mengikuti irama masing-masing bank tersebut, beber Dian.
"Yang kita sebut KUB integrasi, karena pertama saya kira kita sama-sama tahu bahwa pemenuhan modal BPD ini akan sangat tergantung APBD masing-masing, dan kelihatan sekali kalau ikuti itu akan lama sekali prosesnya," katanya.
"Oleh karena itu kita memang dalam waktu yang mudah mudahan tidak terlalu lama kita akan segera umumkan apa yang dimaksud dengan KUB terintegrasi ini sebetulnya lebih komprehensif daripada upaya-upaya yang dilakukan BPD," pungkas pejabat OJK ini.Â