Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan kesiapan MIND ID, holding pertambangan BUMN untuk mencaplok saham milik PT Vale Indonesia Tbk. Dia pun tidak mempermasalahkan nilai saham yang akan didivestasikan oleh Vale Indonesia.
"Ya berapapun, BUMN punya duit loh, jangan dibilang BUMN enggak punya duit sekarang. Kita punya net income aja kurang lebih Rp 250 triliun," tegas Erick Thohir di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (17/7/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut, ia pun menyoroti alotnya diskusi pelepasan saham Vale Indonesia. Dengan punya porsi lebih besar, Erick ingin MIND ID bisa setara dengan perusahaan pertambangan lainnya.
Advertisement
"Kita ingin kalau bisa Vale kita punya porsi lebih besar, supaya setara dengan perusahaan-perusahan pertambangan lain. Tapi ini kan masih negosiasi," ungkapnya.
Erick juga menyinggung soal MIND ID yang ingin menjadi pemegang saham pengendali di Vale Indonesia. Menurut dia, itu bisa bantu Indonesia menguasai pasar ekspor nikel yang jadi primadona dunia.
"Ya, itu semua kan masih diskusi. Tetapi tentu seyogyanya ketika Vale sudah berkecimpung lama di Indonesia, tidak mempercepat investasinya, baru sekarang ketika nikel membludak, baru mendunia," kata Erick.
"Coba dari dulu. Masa hilirisasi ini kita terhambat puluhan tahun, kita mengirim yang namanya bareng mentah ke seluruh dunia. Kapan kayanya kita? Jangan sampai kembali ketika momentum ini besar, baru berlomba-lomba. Kita kan harus punya target-target buat bangsa kita," tutur Erick Thohir.
Ambil Alih Vale Indonesia
Sementara itu, Pengamat Energi dan Pertambangan, Kurtubi menyarankan agar pengelolaan sumber daya mineral seperti yang diterapkan dalam sektor minyak dan gas (migas). Pemerintah harus mengambil alih PT Vale dan membentuk perusahaan negara seperti Pertamina, yang bertugas mengelola migas, dan didukung oleh undang-undang.
Menurut dia, pola seperti itu harus diadopsi. Pemerintah perlu membentuk perusahaan untuk mengelola sektor nikel. Investor yang ingin menanamkan modal dapat bekerja sama dengan perusahaan negara tersebut.
Di sisi lain, dia menilai selama ini kerusakan lingkungan yang sering terjadi di sektor pertambangan disebabkan oleh regulasi yang kurang tepat.
"Kesalahan besar jika pertambangan dibiarkan berlanjut seperti sekarang, di mana aspek lingkungan tidak diperhatikan, masyarakat sekitar menderita, lapangan kerja ditentukan oleh investor, dan ekspor dilakukan tanpa beban pajak. Hal itu tidak boleh terjadi. Kita harus menjadi negara maju," terang dia.
Undang-Undang (UU) tentang mineral dan batubara (minerba) yang berlaku saat ini masih mewarisi sistem konsesi dari masa kolonial. Sistem ini kemudian berubah menjadi izin usaha pertambangan (IUP) atau kontrak karya (KK).
Hal ini menyebabkan pengelolaan sumber daya mineral dan batu bara menjadi tanggung jawab perusahaan swasta atau asing. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, air dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya seharusnya dikelola oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Kurtubi menambahkan, izin-izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yang kemudian menjadi peluang bagi oknum-oknum tertentu untuk memperkaya diri sendiri.
"Akibatnya, satu wilayah pertambangan dapat memiliki hingga 4 izin IUP yang tumpang tindih. Hal ini terjadi dalam 20.000 izin usaha. Faktanya demikian," jelasnya.
Â
Rampung Bulan Ini, Divestasi Saham Vale Indonesia Bakal Dapat Harga Diskon
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan, proses pelepasan atau divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masih berlanjut dengan holding BUMN Tambang MIND.ID sebagai calon pembeli 14 persen saham divestasi.
Proses kesepakatan dua pihak terkait divestasi saham Vale Indonesia tersebut dipastikan akan dapat diselesaikan akhir Juli 2023 ini.
"Insya Allah akhir bulan ini selesai kepastian itu untuk dilaksanakan atau tidak, karena proses divestasi ini kan proses yang harus berlangsung sebagimana diwajibkan dalam peraturan," ujar Arifin mengutip siaran pers Kementerian ESDM, Minggu (16/7/2023).
"Itu yang harus dilakukan oleh Vale, sesudah itukan ada kondisi kondisi yang harus disepakati dua belah pihak. Nah itu yang harus diselesaikan persetujuan dengan kedua belah pihak," tegasnya.
Ditambahkan Arifin, saat ini prinsip-prinsip dasar atau basic principle-nya sudah disepakati, dan PT Vale akan memberikan penawaran dengan harga yang lebih baik.
"Sekarang basic principle-nya kan sudah disepakati. Memang business to business, sesudah disepakati Vale juga akan menyiapkan over untuk yang mereka divestasikan dan memang dia (Vale) akan memberikan harga yang lebih baik untuk MIND.ID," imbuh Arifin.
Mengenai pengendali operasional perusahaan, Arifin menjelaskan tergantung kesepakatan pemegang saham yang terpenting mana yang terbaik untuk perusahaan. "Kalau operasional, ini kan ada pemegang saham, sebaiknya disepakati bagaimana pengambilan suaranya demi kebaikan perusahaan," jelasnya.
Kementerian ESDM tak memberikan permintaan khusus terkait divestasi saham tersebut karena proses divestasi itu menurut Arifin dijalankan secara bisnis antarkedua perusahaan (business to business/B2B). Namun, jika nantinya Vale menggunakan harga pasar dalam menentukan nilai divestasi, Arifin berharap Vale bisa memberikan diskon harga kepada MIND ID.
"Kalaupun nanti harganya menggunakan mekanisme pasar, tapi tetap harus ada discount-nya. Dan jika menggunakan replacement cost, pokoknya itu kesepakatan dua pihak dan Kementerian ESDM tidak memberikan arahan apapun karena itu B2B," tutur Arifin.Â
Advertisement
Divestasi Saham Vale Indonesia Harga Mati
Pembahasan rencana divestasi PTÂ Vale Indonesia, Tbk masih terus berlangsung. Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai kepemilikan saham nasional sebesar 51% sebagai pemegang saham pengendali perusahaan tersebut merupakan tujuan yang tak dapat ditawar alias harga mati.
Saat ini, pemerintah melalui holding pertambangan MIND ID baru menguasai 20% saham perusahaan tersebut. Sisanya, Vale Canada Limited masih memegang 43,79% sebagai pengendali, dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. memiliki 15,03%.
Selain itu, sekitar 20% saham perusahaan juga telah tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan kepemilikan di bawah 2% oleh investor. Namun, sebagian saham publik tersebut dikontrol oleh pihak asing.
"Saya rasa pemegang saham nasional sebesar 51% dan pemegang saham pengendali adalah tujuan yang tak dapat ditawar untuk perpanjangan izin ini. Karena setengah dari 20% saham publik dimiliki oleh pihak asing, maka divestasi sebesar 14% tidaklah cukup. Setidaknya harus divestasi sebesar 21% dan MIND ID harus diberikan hak dalam pengendalian operasional dan konsolidasi keuangan," ujar Mulyanto dikutip Jumat (14/7/2023).Â
Saham Vale Indonesia
Dia menegaskan, pengendalian pemerintah terhadap saham Vale Indonesia telah disepakati oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, bersama Komisi VII DPR RI pada bulan lalu.
"Jika Vale tetap ngotot dan alot, kami akan terus mendorong agar menteri konsisten dan tidak memperpanjang izin Vale ini," terangnya.
Menurut Mulyanto, jika penambahan saham hanya 14%, maka saham nasional baru akan mencapai 44% dengan asumsi saham publik nasional hanya 10%. Artinya, masih kurang 7% lagi untuk mencapai 51%.
"Jadi, penambahan saham sebesar 14% ini belum cukup untuk menjadikan saham nasional menjadi mayoritas," tegas Mulyanto.
 Â
Advertisement