IMF: Inflasi Masih Tinggi, Terlalu Dini untuk Merayakan

IMF menyebutkan bahwa menurunkan inflasi adalah prioritas utama bagi negara-negara, bersama dengan upaya seperti membangun kembali penyangga fiskal dan reformasi peningkatan pertumbuhan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Jul 2023, 17:01 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2023, 16:00 WIB
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva mengungkapkan bahwa aktivitas ekonomi global masih melambat di tahun ini, terutama di sektor manufaktur, dan prospek pertumbuhan jangka menengah tetap lemah. (Dok: Twitter @KGeorgieva)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva mengungkapkan bahwa aktivitas ekonomi global masih melambat di tahun ini, terutama di sektor manufaktur, dan prospek pertumbuhan jangka menengah tetap lemah.

Melansir US News, Rabu (19/7/2023) dalam pertemuan para menteri keuangan G20 dan gubernur bank sentral di India, Georgieva juga menyoroti inflasi utama di sejumlah negara masih terlalu tinggi dan inflasi inti tetap kaku meskipun ada pengetatan kebijakan moneter yang signifikan.

"Meskipun ada kemajuan, pekerjaan belum selesai - kebijakan moneter harus tetap berada di jalurnya. Perayaan yang terlalu dini dapat membalikkan keuntungan yang diperoleh dengan susah payah sejauh ini dalam proses disinflasi," ujar Georgiva.

Dia menyampaikan, menurunkan inflasi adalah prioritas utama bagi negara-negara, bersama dengan upaya seperti membangun kembali penyangga fiskal dan reformasi peningkatan pertumbuhan.

"Untuk mendukung upaya reformasi ini, IMF juga akan memperluas pekerjaannya dalam memobilisasi sumber daya dalam negeri, meningkatkan kualitas belanja negara, membangun pasar modal yang dalam dan memperbaiki lingkungan untuk investasi swasta – baik domestik maupun asing," papar Georgiva.

Selain itu, Georgiva juga menekankan perlunya memperkuat jaring pengaman keuangan global, termasuk meninjau sumber daya kuota IMF.

Direktur Pelaksana IMF itu juga menyoroti kemajuan yang dibuat dalam memulihkan keberlanjutan utang menyusul kesepakatan baru-baru ini tentang restrukturisasi utang Zambia.

Meski demikian, "proses restrukturisasi utang tetap harus lebih cepat dan efektif," ujarnya.

"Biaya keterlambatan dalam mencapai kesepakatan tentang penanganan utang yang dibutuhkan ditanggung secara akut oleh negara-negara peminjam dan rakyatnya, yang paling tidak mampu menanggung beban ini," tambah Georgiva.


Mantap! IMF Sebut PDB Indonesia Tertinggi Se-ASEAN, Singapura dan Malaysia Kalah

Logo IMF
(Foto: aim.org)

Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat, Indonesia menjadi negara yang memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di antara negara-negara Asia Tenggara pada tahun 2022.

Melansir laman resmi IMF, Senin (10/7/2023) PDB Indonesia tercatat senilai USD 1,32 triliun, dengan Thailand yang menempati urutan kedua sebesar USD 536,16 miliar. 

Posisi ketiga negara ASEAN dengan PDB tertinggi ditempati oleh Singapura, dengan total PDB USD 466,79 miliar diikuti oleh Malaysia di posisi keempat sebesar USD 407,92.

Sementara itu, Vietnam berdiri di posisi kelima negara ASEAN dengan PDB tertinggi sebesar USD 406,45 miliar dan Filipina di posisi keenam dengan PDB USD 404,26 miliar.

Adapun Myanmar di posisi ketujuh dengan PDB USD 56,76 miliar, dan PDB Kamboja USD 28,54 miliar, serta Brunei Darussalam USD 16,64 miliar dan Laos memiliki PDB terkecil yaitu USD 15,53 miliar. 

Country Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi mengungkapkan bahwa, ekonomi digital berkontribusi sebesar 5,8 persen terhadap PDB Indonesia dengan valuasi sebesar USD 77 miliar.

"Di Indonesia sendiri, kita telah menjadi pemain utama ekonomi digital, dengan kontribusi 40 persen terhadap transaksi digital di Asia Tenggara, menurut laporan Google economy Southeast Asia 2022,” papar Neneng dalam pidatonya di acara MMA Indonesia Modern Marketing Talk 2023 di JW Marriott, Senin lalu (3/7).

"Dan tidak hanya itu, dengan prediksi nilai USD 130 miliar pada tahun 2025, berjalanan dalam dua setengah dari sekarang, jadi angka itu akan berlipat ganda dan bisa mencapai lebih dari 20 persen dari PDB Indonesia," jelasnya.


IMF Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5 Persen di 2023

FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 dan 2024. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 bisa tumbuh 5,0 persen dan 5,1 persen pada 2024 mendatang. 

"Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF untuk tahun 2023 dan 2024 masing-masing diperkirakan 5,0 persen dan 5,1 persen," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Jakarta, Rabu (28/6/2023).

Dalam Laporan Artikel IV 2023 yang diterbitkan IMF, proyeksi RI tersebut lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya akan tumbuh 2,8 persen di tahun 2023 dan 3,0 persen pada 2024. Bahkan proyeksi tersebut juga lebih tinggi dari sejumlah negara di kawasan ASEAN maupun antar anggota G20. 

"Jika dibandingkan dengan negara G20 dan ASEAN-6, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi, bersama dengan Filipina, India, dan Vietnam," sambungnya. 

Capaian Positif Indonesia

Dalam laporan tersebut, IMF turut menyoroti  berbagai capaian positif ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat hingga mencapai 5,3 persen di tahun 2022 karena peningkatan permintaan domestik, penguatan sektor penting seperti manufaktur dan jasa-jasa, serta pertumbuhan ekspor yang tinggi. 

Kinerja ekonomi yang solid juga terlihat dari perbaikan pasar tenaga kerja yang ditandai oleh penurunan angka pengangguran. Tekanan inflasi Indonesia juga terus mereda didukung koordinasi kebijakan yang efektif serta penurunan harga komoditas. 

Di sisi lain, kondisi sistem keuangan Indonesia tetap stabil dan profitable di tengah tingginya gejolak keuangan global. Pemerintah bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan terus berkoordinasi dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk memastikan stabilitas sektor keuangan secara berkala.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya