Tak Mau Kecolongan TikTok Shop, Teten Masduki Minta Revisi Permendag Dikebut

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 segera dilakukan. Tujuannya untuk melindungi produk-produk UMKM dari TikTok Shop

oleh Ilyas Istianur PradityaArief Rahman Hakim diperbarui 27 Jul 2023, 17:45 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2023, 17:45 WIB
Foto: Rayakan Ulang Tahun Ke-11, Merdeka.com Luncurkan Logo Baru
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Teten Masduki memberikan sambutan saat Perayaan Hari Jadi dan Grand Launching Logo Baru Merdeka.com yang berlangsung di SCTV Tower, Senayan, Jakarta, Selasa (21/02/2023). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 segera dilakukan. Tujuannya untuk melindungi produk-produk UMKM di pasar digital, mulai dari e-commerce hingga socio commerce seperti TikTok Shop.

Kendati begitu, dia menilai pembahasannya belum rampung hingga saat ini. Permendag 50/2020 sendiri mengatur tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

"Sudah dibahas, ini kan pembahasan Permendag itu sejak zaman Pak Lutfi (Mantan Mendag Muhammad Lutfi) Mendag yang lama, tapi sampai sekarang harusnya sudah harmonisasi, sudah selesai harusnya," kata dia saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (27/7/2023).

Solusi Awal

Sebagai solusi awal, Teten Masduki menyebut pemerintah sepakat untuk membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mengawasi kegiatan ekonomi digital. Langkah ini menyusul kekhawatiran akan produk UMKM lokal yang tergerus oleh produk-produk impor yang marak dijual lebih murah di pasar online.

Teten enggan pemerintah terlambat mengambil sikap soal perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Dia merujuk kondisi di beberapa negara yang produk lokalnya tergerus.

"Perkembangan ekonomi digital ini kan begitu cepat ya, jadi e-commerce sekarang ke socialcommerce ke game commerce, ya dan banyak pengalaman seperti di India, di Inggris, dan negara lain kalau kita terlambat membuat regulasinya, ini pasar digital kita akan dikuasai oleh produk dari luar," jelasnya.

"Terutama dari China yang memang mereka bisa memproduksi barang yang lebih murah," imbuh Teten Masduki.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pembatasan

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki

Sebetulnya, langkah pembatasan sendiri ingin dilakukan oleh Teten. Fokusnya pada besaran harga produk yang dijual lewat socio-commerce dan e-commerce lainnya.

Menurutnya, langkah membatasi harga bisa lebih mudah dilakukan ketimbang membatasi jenis produk yang dijual di platform pasar online tersebut.

"Susah kalau produk, mendingan kita mainnya di harga aja," kata dia.

"Kenapa? Apalagi yang dijual di ekonomi digital di e-commerce karena ini kan infrastrukturnya pemerintah, yang membangun jaringan internet kan pemerintah kita, masa yang ambil keuntungan orang lain? Nah ini kita harus segera meregulasi, dan itu ada di Kemendag," sambungnya.

 


Larang Produk Impor di Bawah Rp 1,5 Juta

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta produk impor dengan harga dibawah USD 100 atau setara Rp 1,5 juta dijual melalui platform socio commerce. Tujuannya, guna melindungi produk-produk dalam negeri pada platform tersebut.

Socio commerce yang dimaksud Teten seperti halnya TikTok Shop. Diketahui, Kemenkop UKM juga mengantongi data kalau sejumlah UMKM bangkrut akibat harga produk impor yang dijajakan terlalu murah.

"Menurut saya harganya harus dipatok, yang dibawah minimum 100 dolar, masuk kesini, itu boleh, tapi kalau dibawah itu jangan dong, ini untuk melindungi produk UMKM," kata dia saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (27/7/2023).

Dia menjelaskan, ini merupakan mandat dari Presiden Joko Widodo pada konteks melarang produk impor yang jenis produknya sudah bisa dihasilkan UMKM tanah air.

"Nah untuk barang-barang yang sudah bisa diproduksi didalam negeri itu kita gak perlu lagi masuk impor, itu arahan Presiden," tegasnya.

Dia mencatat, untuk memuluskan jalan bagi produk lokal bisa bersaing, perlu melakukan sejumlah langkah. Selain pengaturan harga tadi, perlu juga larangan penjualan ritel cross-border commerce di platform penjualan online.

Ini merujuk juga pada Project S TikTok Shop yang dinilai merugikan UMKM asli Tanah Air. Menkop Teten merujuk pada kejadian di Inggris, tempat Project S dirilis.

"Ritel online lewat cross-border commerce dari luar (negeri) itu harus dilarang. Gak boleh lagi ritel online dari sana langsung ke konsumen. Mereka harus masuk dulu lewat mekanisme impor biasa, lalu mereka baru jual barangnya di online disini," ungkapnya.

 


Tak Kena Pajak

Pertemuan bilateral Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Startups (MSS) Korea Selatan Hong Jong-hak sekaligus hadir dalam acara perayaan 50 tahun hubungan diplomatik antara Korea Selatan dan Indonesia. (Dok KemenkopUKM)
Pertemuan bilateral Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Startups (MSS) Korea Selatan Hong Jong-hak sekaligus hadir dalam acara perayaan 50 tahun hubungan diplomatik antara Korea Selatan dan Indonesia. (Dok KemenkopUKM)

Pasalnya, Teten menilai jika tidak melalui mekanisme itu ada kekhawatiran produk-produk itu tidak dipungut biaya pajak dan biaya administrasi lainnya. Alhasil, produknya jauh lebih murah dan merugikan produk UMKM yang memuat biaya sertifikasi dan sebagainya.

"Kalau langsung seperti itu, pasti gak bisa bersaing UMKM kita, karena UMKM di dalam negeri harus mengurus izin edar, harus ngurus sertifikasi halal dan lain sebagainya. Sementara mereka (produk impor) tanpa harus mengurus itu lagi," kata dia.

Selain itu, Teten juga menyoroti kalau penyedia layanan socio commerce seperti TikTok Shop untuk tidak menjual produknya sendiri. Termasuk juga produk dari bisnis-bisnis yang terafiliasi lainnya.

"Platform digital gak boleh jual produk mereka sendiri. Mereka gak boleh punya brand atau menjual produk-produk dari afiliasi bisnisnya. Kalau mereka jualan barang juga, algoritma mereka akan mengarahkan kepada produk-produk mereka. Sehingga konsumen di pasar dgital hanya akan membeli produk-produk milik dari afiliasi bisnisnya mereka," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya