Utang Publik di Negara Kawasan Pasifik Diramal Turun di 2024

Bank Dunia mengungkapkan, penurunan ini didukung oleh penghentian stimulus COVID-19 secara bertahap dan situasi fiskal yang membaik.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Agu 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Utang publik di sebagian besar negara kawasan Pasifik diperkirakan akan turun dalam setahun depan.

Laporan Bank Dunia mengungkapkan, penurunan ini didukung oleh penghentian stimulus COVID-19 secara bertahap dan situasi fiskal yang membaik.

"Sejalan dengan upaya konsolidasi fiskal, utang publik diproyeksikan menurun selama 2023-2024 di seluruh Pasifik (kecuali di Kepulauan Solomon dan Negara Federasi Mikronesia)," demikian laporan Bank Dunia bertajuk Pacific Economic Update, dikutip dari US News, Rabu (8/8/2023).

Bank Dunia mencatat, utang di negara negara kawasan tersebut telah melonjak sejak 2019 karena ekonomi yang bergantung pada pariwisata terpukul oleh pandemi, perdagangan dirugikan oleh tantangan logistik, dan peristiwa cuaca.

Sebagian besar utang diambil untuk mengimplementasikan paket dukungan dan stimulus, salah satunya di negara-negara yang bergantung pada turis seperti Fiji, Palau, dan Vanuatu.

Bank Dunia sebelumnya mengatakan enam negara Pasifik - Kiribati, Republik Kepulauan Marshall, Negara Federasi Mikronesia, Samoa, Tonga, dan Tuvalu - berisiko tinggi mengalami kesulitan utang.

Namun, badan keuangan internasional itu menambahkan bahwa ketika defisit fiskal melebar di Kepulauan Solomon dan FSM, pemerintah diperkirakan akan meningkatkan pinjaman untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan, dan meningkatkan utang publik.

Selain menurunnya utang, Bank Dunia juga memproyeksikan sebagian besar negara Pasifik - kecuali Palau, Samoa, dan Kepulauan Solomon akan mencapai tingkat produk domestik bruto pra-pandemi pada tahun 2024 mendatang.

"Sebaliknya, beberapa negara di mana pendapatan izin penangkapan ikan merupakan penyumbang pendapatan yang dominan, seperti Kiribati dan Republik Kepulauan Marshall (RMI), melampaui tingkat pra-pandemi pada tahun 2021 karena sektor perikanan tidak terlalu terpengaruh oleh penutupan perbatasan," ungkap Bank Dunia.

 

Utang Global Cetak Rekor Hingga Rp 124 Kuadriliun Akibat Krisis Adaptasi

Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Institut Keuangan Internasional (Institute of International Finance/IIF) yang diawasi Bank Sentral melaporkan utang global menumpuk hingga USD 8,3 triliun atau sekitar Rp 124 kuadriliun, pada kuartal pertama tahun ini.

Angka utang global ini mencetak rekor tertinggi USD 305 triliun atau setara Rp 4.550 kuadriliun. Hal itu karena ekonomi global menghadapi krisis adaptasi terhadap pengetatan kebijakan moneter yang cepat oleh bank sentral.

Badan industri keuangan mengatakan kombinasi dari tingkat utang yang tinggi dan kenaikan suku bunga telah mendorong biaya pembayaran utang tersebut. Alhasil memicu kekhawatiran tentang pengaruh dalam sistem keuangan.

Bank-bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga selama lebih dari setahun dalam upaya untuk mengendalikan inflasi setinggi langit.

Federal Reserve AS awal bulan ini pun menaikkan suku bunga fed fund ke kisaran target 5-5,25 persen, tertinggi sejak Agustus 2007.

"Dengan kondisi keuangan pada tingkat yang paling ketat sejak krisis keuangan 2008-09, krisis kredit akan mendorong tingkat gagal bayar yang lebih tinggi dan menghasilkan lebih banyak ‘perusahaan zombie’ — sudah mendekati sekitar 14 persen dari perusahaan yang terdaftar di AS,” kata laporan triwulan Global Debt Monitor IIF seperti dilansir CNBC, Jumat (19/5/2023).

Peningkatan tajam dalam beban utang global dalam tiga bulan hingga akhir Maret menandai peningkatan kuartalan kedua berturut-turut menyusul penurunan tajam selama dua kuartal selama pengetatan kebijakan moneter yang agresif tahun lalu. Korporasi non-keuangan dan sektor pemerintah mendorong sebagian besar rebound.

"Mendekati USD 305 triliun, utang global sekarang USD 45 triliun lebih tinggi dari tingkat pra-pandemi dan diperkirakan akan terus meningkat dengan cepat. Meskipun ada kekhawatiran tentang potensi krisis kredit menyusul gejolak baru-baru ini di sektor perbankan AS dan Swiss, pemerintah kebutuhan pinjaman tetap tinggi," kata IIF.

 

Pengeluaran Pertahanan Diprediksi Meningkat

terbebas utang
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/rawpixel

Organisasi yang berbasis di Washington, DC itu mengatakan populasi yang menua, meningkatnya biaya perawatan kesehatan, dan kesenjangan pendanaan iklim yang substansial memberikan tekanan pada neraca pemerintah.

Pengeluaran pertahanan nasional diperkirakan akan meningkat dalam jangka menengah karena meningkatnya ketegangan geopolitik, yang berpotensi mempengaruhi profil kredit pemerintah dan peminjam korporasi, proyeksi IIF.

"Jika tren ini berlanjut, itu akan memiliki implikasi yang signifikan terhadap pasar utang internasional, terutama jika suku bunga tetap tinggi lebih lama,” tulis laporan itu.

Sementara itu, total utang di pasar negara berkembang pun mencapai rekor tertinggi baru lebih dari USD 100 triliun, sekitar 250 persen dari PDB, naik dari USD 75 triliun pada 2019.

China, Meksiko, Brasil, India, dan Turki adalah penyumbang kenaikan terbesar. Di pasar negara maju, Jepang, AS, Prancis, dan Inggris membukukan kenaikan paling tajam selama kuartal tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya