Garuda Indonesia dan Pelita Air Mau Digabung, Harga Tiket Bisa Murah?

Tiga maskapai pelat merah, Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelira Air rencananya kan digabung dalam satu manajemen. Lantas, apa akan mempengaruhi harga tiket?

oleh Arief Rahman H diperbarui 26 Agu 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2023, 13:00 WIB
PT Pelita Air Service (PAS) masuk ke segmen penerbangan komersial berjadwal (regular flight) dengan mendatang dua pesawat Airbus A320. (Dok Pertamina)
Tiga maskapai pelat merah, Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelira Air rencananya kan digabung dalam satu manajemen. Lantas, apa akan mempengaruhi harga tiket?. (Dok Pertamina)

Liputan6.com, Jakarta Tiga maskapai pelat merah, Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelira Air rencananya kan digabung dalam satu manajemen. Lantas, apa akan mempengaruhi harga tiket?

Diketahui, ketiga maskapai itu berada di kelas konsumen yang berbeda. Artinya, harga tiket yang ditawarkan ketiganya pun berbeda-beda.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, penggabungan tiga maskapai itu tak akan mempengaruhi harga tiket dari tiap layanannya.

"Ya enggak lah, enggak mungkin. Karena pasti kelasnya beda. Lagian masih dihitung, kelasnya masih beda. Apakah kelasnya Garuda Indonesia nanti level atas, Pelita di tengah, Citilink di LCC (low cost carrier), kan belum tau, dilihat nanti bagaimana," paparnya di Kementerian BUMN, ditulis Sabtu (26/8/2023).

Masih Pembahasan

Meski begitu, Arya belum berbicara banyak mengenai bentuk penggabungannya. Apakah merger di satu entitas sendiri, atau tetap 3 maskapai di satu pengelolaan.

Arya mengatakan proses pembicaraan soal merger maskapai ini masih ada di tahap awal. Dengan begitu, model penggabungannya pun masih dalam pembahasan.

"Citilink di bawah Garuda, Pelita Air belum tahu. Apakah nanti dia setara sama Citilink, atau di dalam Citilink. belum tahu. Itu untuk efisiensi saja, satu manajemen lah semua," paparnya.

 

Tekan Biaya Logistik

Tarif Batas Atas Tiket Pesawat
Pesawat maskapai Garuda Indonesia terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir akan melakukan aksi penggabungan maskapai pelat merah, yakni Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air. Langkah merger maskapai penerbangan ini jadi kelanjutan program efisiensi yang dilakukan Kementerian BUMN, setelah sebelumnya dilakukan terhadap Pelindo pada 2021 silam.

Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga meyakini, aksi merger Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air bakal menekan ongkos logistik (logistic cost). Sebab, penggabungan ketiganya bakal memperbanyak jumlah pesawat dan rute penerbangan di bawah payung perusahaan pelat merah.

"Iya, dengan sendirinya (biaya logistik turun). Kan dengan manajemen seperti itu dia bisa ngatur semuanya. Biar simpel, BUMN ini jangan kebanyakan alur-alur. Jadi satu industri aja deh yang nanganin. Kan itu juga bukan kecil, itu besar juga, sayang aja kalau enggak satu," jelasnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Adapun Citilink sebenarnya sudah menjadi bagian dari Garuda Indonesia Group, dengan komposisi kepemilikan saham 67 persen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan 33 persen PT Aerowisata.

Namun untuk Pelita Air, Arya menambahkan, Garuda Indonesia masih harus bernegosiasi dulu dengan PT Pertamina (Persero) selaku induk usaha. Termasuk untuk pembagian rute penerbangan.

"Tinggal nego Garuda dan pemilik Pelita hitung-hitungannya gimana. Kalau gini kan nanti antar mereka jalur-jalurnya bisa diatur. Kalau enggak sekarang kan jalurnya numpuk-numpuk antar Garuda, Pelita dan Citilink. Nanti dilihat cocoknya gimana," ungkapnya.

 

Belum Pasti

Garuda Indonesia Tutup 97 Rute Penerbangan
Pesawat Garuda terparkir di landasan pacu Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta, Banten, Rabu (17/11/2021). Maskapai Garuda Indonesia akan menutup 97 rute penerbangannya secara bertahap hingga 2022 mendatang bersamaan dengan proses restrukturisasi yang tengah dilakukan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati begitu, kata Arya, Kementerian BUMN belum memastikan bagaimana proses inbreng antara ketiga maskapai pelat merah tersebut.

"Belum tahu. Apakah inbreng-nya ke Garuda, apakah ke Citilink, kan kita enggak tahu. Apakah dia seperti subholding, kan kita enggak tahu juga. Masih dikaji," imbuh dia.

Senada, Arya juga belum bisa membocorkan kapan proses merger Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air akan rampung. Ia hanya bisa berharap itu terealisasi sesegera mungkin.

"Kami kan selalu pinginnya cepat, biar selesai kerjaannya. Ngurusin perusahaan enggak segampang itu, harus dihitung semua konsekuensi hukumnya, dan lain-lain. Yang pasti kami akan setiap langkah prioritas karyawan pasti dipikirkan yang terbaik," tuturnya.

"Pokoknya untuk satu industri, satu pengelolaan. Sekarang kita udah punya tiga, ada Garuda, Citilink, Pelita Air. Jadi cukup satu management lah untuk mengelola semua, walaupun nanti terbagi-bagi," pungkas Arya.

 

Rencana Erick Thohir

Konferensi Pers Erick Thohir Mengenai Piala Dunia U-17 2023
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir memberikan keterangan kepada media saat konferensi pers mengenai Piala Dunia U-17 2023 di Menara Danareksa, Jakarta, Sabtu (24/06/2023). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Menteri BUMN Erick Thohir membuka peluang untuk menggabungkan maskapai penerbangan pelat merah. Itu menyasar Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.

Erick Thohir menyebut, langkah merger maskapai ini untuk menekan biaya logistik yang ada. Sebelumnya, proses merger untuk menekan biaya logistik juga terjadi di tubuh Pelindo.

"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkap dia saat berbincang dengan diaspora di Tokyo, Jepang, dikutip dari keterangannya, ditulis Selasa (22/8/2023).

Pada konteks biaya logistik dan maskapai, Erick menyampaikan Indonesia saat ini kekurangan 200 uni pesawat. Hitungan ini merupakan perbandingan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Dia menyebut, AS saat ini telah mengoperasikan 7.200 pesawat di rute domestiknya untuk menopang 300 juta populasi yang rata-rata (pendapatan per kapitanya mencapai USD 40 ribu.

Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.

"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya