Liputan6.com, Jakarta Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) Seny Damayanti mengatakan perlu solusi yang menyeluruh atau komprehensif di sektor transportasi untuk menekan emisi yang berdampak pada tingginya polusi udara Jakarta.
Menurut dia, emisi dari berbagai moda transportasi dan industri manufaktur menjadi penyebab tingginya polusi udara di DKI Jakarta dalam beberapa waktu terakhir.
Baca Juga
“Moda transportasi darat masih menjadi penyumbang utama polutan di Jakarta. Terutama heavy duty vehicle atau kendaraan berat seperti bus, truk, dan lain sebagainya,” katanya dikutip dari Antara, Selasa (29/8/2023).
Advertisement
Menurut pengajar Teknik Lingkungan ITB itu, ada beberapa skenario pengendalian di sektor transportasi yang bisa dijalankan untuk mengurangi tingkat emisi karbon, seperti penerapan Euro 4 untuk kendaraan penumpang, bus, dan truk yang dimulai pada bulan Oktober 2018 (untuk kendaraan berbahan bakar bensin) dan akan diterapkan pada bulan April 2021 (untuk kendaraan berbahan bakar solar).
"Namun untuk penerapan Euro 4 sepertinya masih belum maksimal. Hal ini juga terkait dengan teknologi bahan bakar. Bukan hanya mesinnya saja yang EURO 4," katanya pula.
Penggunaan CNG
Skenario pengendalian selanjutnya, ujarnya lagi, berupa penggunaan bahan bakar gas alam terkompresi (CNG) di semua kendaraan bus dan truk baru, yang dimulai pada tahun 2020. Skenario ini merupakan tambahan dari penerapan Euro 4.
Berikutnya, menurut dia lagi, dengan cara menguatkan penetrasi pemakaian kendaraan listrik (EV) untuk menggantikan kendaraan konvensional. Kebijakan ini ditargetkan dapat diterapkan pada tahun 2025. Skenario ini juga merupakan tambahan dari implementasi Euro 4.
Kemudian, kata Seny lagi, adalah penerapan sistem Electronic Road Pricing (ERP) atau pungutan terhadap pengguna jalan di tempat tertentu dengan cara membayar secara elektronik untuk mengurangi jumlah kilometer perjalanan.
"Kebijakan ini ditargetkan bisa diterapkan pada tahun 2020 (tertunda) untuk mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan kendaraan umum," katanya pula.
Selain itu, ia menambahkan, dengan penerapan sistem scrapping atau pemusnahan kendaraan dengan masa manfaat 20 tahun atau lebih yang ditargetkan dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Jokowi Putuskan Pertamax Jadi BBM Subsidi Hari Ini?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan Pertamax (RON 92) untuk dijadikan BBM bersubsidi. Keputusan ini nantinya akan turut dibahas dalam rapat terbatas mengenai polisi udara di Istana Negara, Senin (28/8/2023) hari ini.
Informasi tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana usai penandatanganan MoU tentang Lokasi dan Suplai Tenaga Listrik untuk Produksi Hidrogen Hijau di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (28/8/2023).
"Nanti ditunggu ya (nasib Pertamax jadi BBM subsidi), karena ada sidang kabinet hari ini," ujar Dadan singkat.
Adapun melansir agenda Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (28/8/2023) hari ini, beliau pada pukul 14.00 direncanakan mengadakan rapat terbatas tentang Lanjutan Pembahasan Peningkatan Kualitas Udara Kawasan Jabodetabek.
Sebelumnya, Dadan juga sempat menyampaikan rencana untuk membatasi penyaluran BBM jenis Pertalite (RON 90). Di sisi lain, pihak instansi juga berencana memberikan subsidi kepada BBM jenis Pertamax.
Pembatasan BBM Pertalite
Dadan mengatakan, rencana pembatasan BBM Pertalite saat ini masih di tingkat pembahasan internal. Pasalnya, keputusan itu perlu mempertimbangkan sisi teknis maupun ekonomi.
"Kita lagi bahas, lagi lihat secara teknis maupun secara regulasi dan secara keekonomian, karena kan berbeda. Tapi kami masih bahas di internal," ujar Dadan di Bali, beberapa waktu lalu.
Pembahasan internal itu pun termasuk rencana mengalokasikan anggaran BBM subsidi untuk Pertamax. "Itu termasuk yang sedang dibahas," imbuh Dadan. Dadan menyebut, pembahasan ini digelar lantaran bahan bakar dengan tingkat oktan rendah semisal Pertalite punya peluang lebih besar untuk menyumbang polusi udara.
Advertisement
Kadar Oktan BBM
Di sisi lain, semakin tinggi nilai oktan atau research octane number (RON) yang terkandung di dalamnya, maka pembuangan emisinya akan lebih sedikit.
"Kan secara teknis makin tinggi angka oktan, pembakarannya makin bagus. Kalau pembakaran makin bagus, emisinya akan semakin sedikit. Jadi kita lagi lihat juga, apakah bisa dilakukan upaya untuk peningkatan angka oktan untuk bahan bakar," tuturnya.
Batasi Penyaluran BBM
Sebelumnya, Dadan juga sempat menyampaikan rencana untuk membatasi penyaluran BBM jenis Pertalite (RON 90). Di sisi lain, pihak instansi juga berencana memberikan subsidi kepada BBM jenis Pertamax.
Dadan mengatakan, rencana pembatasan BBM Pertalite saat ini masih di tingkat pembahasan internal. Pasalnya, keputusan itu perlu mempertimbangkan sisi teknis maupun ekonomi.
"Kita lagi bahas, lagi lihat secara teknis maupun secara regulasi dan secara keekonomian, karena kan berbeda. Tapi kami masih bahas di internal," ujar Dadan di Bali, beberapa waktu lalu.
Pembahasan internal itu pun termasuk rencana mengalokasikan anggaran subsidi untuk Pertamax. "Itu termasuk yang sedang dibahas," imbuh Dadan.
Dadan menyebut, pembahasan ini digelar lantaran bahan bakar dengan tingkat oktan rendah semisal Pertalite punya peluang lebih besar untuk menyumbang polusi udara.
Di sisi lain, semakin tinggi nilai oktan atau research octane number (RON) yang terkandung di dalamnya, maka pembuangan emisinya akan lebih sedikit.
"Kan secara teknis makin tinggi angka oktan, pembakarannya makin bagus. Kalau pembakaran makin bagus, emisinya akan semakin sedikit. Jadi kita lagi lihat juga, apakah bisa dilakukan upaya untuk peningkatan angka oktan untuk bahan bakar," tuturnya.
Advertisement