Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka suara terhadap konflik pembebasan lahan di Pulau Rempang, Batam terkait proyek Eco City.
Bahlil mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan kepada dirinya untuk meredam konflik di kawasan Pulau Rempang.
Baca Juga
“Kemarin Bapak Presiden (Presiden) sudah memerintahkan kepada saya untuk turun langsung, yang juga merupakan tanggung jawab (saya) sebagai menteri,” ujar Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI pada Rabu (13/9/2023).
Advertisement
“Karena sosialisasinya. belum berjalan baik. Harus diakui,” ungkapnya.
Menteri Investasi mengatakan, sebelumnya telah ditemukan solusi antara pemerintah daerah setempat dan warga terkait lahan yang akan digunakan untuk proyek Rempang Eco City.
Dia menjelaskan, sebelumnya telah dibuat kesepakatan bahwa warga di Pulau Rempang akan direlokasi dengan bantuan pembiayaan membangun rumah bagi warga untuk rumah tipe 45.
Adapun biaya kompensasi senilai Rp 120 juta, dan biaya tunggu Rp 1.030.000 yang rencananya akan dinaikkan.
“Kita harus selesaikan baik-baik. Kalau yang punya hak kita apresiasi, tapi kalau yang tidak punya hak dan merasa lebih berhak negara tidak boleh kalah juga dari yang seperti it4,” pungkasnya.
Bahlil juga mengungkap, wilayah Pulau Rempang sudah pernah diberikan izin operasi untuk 6 perusahaan.
“Dimana izin perusahaan-perusahaan itu setelah diusut-usut terjadi kekeliuran prosedur. Maka kemudian dicabut (izinnya),” bebernya.
Menteri ATR: Warga Pulau Rempang Tak Punya Sertifikat Lahan Tempat Tinggal
Konflik lahan di Pulau Rempang mulai menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini lantaran warga terlibat bentrok dengan aparat kepolisian mengenai rencana relokasi warga Pulau Rempang.
Sebagian besar warga menyatakan penolakan relokasi. Meski sebenarnya pemerintah berjanji sudah menyiapkan lokasi hunian yang lebih layak dan memiliki sertifikat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi melansir Antara, Selasa (13/9/2023).
Hadi menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Hadi mengatakan, sebelum terjadi konflik Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat.
Advertisement
50 Persen Warga Setuju Relokasi
Menurutnya, hampir 50 persen dari warganya menerima usulan yang telah disampaikan. Pemerintah telah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yakni sebagai nelayan.
Hadi menyampaikan bahwa pemerintah juga menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah.
"Dari 500 ha itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kita bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," kata Hadi Tjahjanto .
Kementerian ATR/BPN juga menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membangun dermaga untuk para nelayan. Selama proses pembangunan, pemerintah akan memberikan biaya hidup per keluarga dan dicarikan tempat tinggal.
Proyek Pulau Rempang Masuk PSN
Masyarakat Pulau Rempang bergeming, menolak relokasi atas rencana pemerintah yang akan membangun kawasan Rempang Eco City, di pulau Rempang tersebut. Akibatnya, bentrok antara masyarakat dengan polisi pecah.
Presiden Joko Widodo pun mengutus Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia membangun komunikasi kepada masyarakat Rempang. Sebagaimana diketahui, kawasan di Pulau Rempang masuk sebagai Program Strategis Nasional (PSN).
Pemerintah akan menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat industri, jasa, dan juga sektor pariwisata yang digarap oleh PT Makmur Elok Graha. Dari proyek ini, ditargetkan bisa meraup investasi hingga ratusan triliun di masa depan.
Untuk mewujudkan wacana tersebut, warga asli Pulau Rempang pun menolak keras relokasi dan penggusuran rumah yang sudah mereka tinggali.
Advertisement