Mirisnya Kondisi Negara Miskin: Terancam Bangkrut hingga Habiskan Uang buat Utang Ketimbang Layanan Kesehatan

Analisis terbaru Oxfam keluar menjelang pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF di Maroko.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Okt 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2023, 15:00 WIB
Potret Malang Tunawisma di Balik Gemerlap Jepang
Seorang tunawisma berjalan ke gubuknya di sebuah kamp tunawisma sepanjang Sungai Tama, Kawasaki, Jepang, Selasa (14/1/2020). Seperti Amerika Serikat, Jepang memiliki tingkat kemiskinan yang relatif tinggi untuk negara kaya. (AP Photo/Jae C. Hong)

Liputan6.com, Jakarta Lembaga pemerhati kemiskinan asal Inggris, Oxfam International mengungkapkan bahwa lebih dari separuh atau 57 persen negara-negara termiskin di dunia yang dihuni oleh 2,4 miliar penduduk, terdesak untuk memotong belanja publik sebesar USD 229 miliar atau Rp 3,5 kuadriliun selama lima tahun ke depan.

Analisis terbaru Oxfam keluar menjelang pertemuan tahunan Bank Dunia dan Moneter Internasional (IMF) di Maroko.

"Saat ini, negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah akan terpaksa membayar hampir setengah miliar dolar setiap hari untuk pembayaran bunga dan utang mulai saat ini hingga tahun 2029,” tulis Oxfam dalam publikasi di laman resminya, dikutip Senin (9/10/2023).

"Banyak negara menghadapi kebangkrutan, dan negara-negara termiskin kini menghabiskan empat kali lebih banyak uang untuk membayar utang kepada kreditur kaya dibandingkan untuk membayar layanan kesehatan," sambungnya.

Direktur Eksekutif Sementara Oxfam International, Amitabh Behar menyoroti pertemuan Bank Dunia dan IMF yang kembali diselenggarakan di kawasan Afrika untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.

Amitabh Behar mengatakan, kedua lembaga keuangan dunia itu harus bisa bergerak untuk kemiskinan di Afrika. "Membalikkan gelombang kesenjangan yang semakin melebar di dalam dan antar negara," jelasnya.

Oxfam menilai, Bank Dunia mengatakan dunia mungkin akan melihat peningkatan terbesar dalam kesenjangan dan kemiskinan global sejak Perang Dunia ke-2, namun belum ada yang jelas untuk mengurangi kesenjangan tersebut.

"IMF mengklaim bahwa mereka dapat memitigasi dampak terburuk dari program pinjaman yang didorong oleh penghematan melalui landasan belanja sosial’ yang membatasi pengeluaran pemerintah untuk layanan publik,"ucap Oxfam.

Namun, analisis Oxfam terhadap 27 program pinjaman atau utang yang dinegosiasikan dengan negara-negara berpendapatan rendah dan menengah sejak tahun 2020 menemukan bahwa batas bawah ini hanya menjadi tabir bagi upaya penghematan yang lebih besar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kesenjangan

Menengok Anak-Anak Afghanistan di Tempat Pembuangan Sampah
Anak-anak mencari barang-barang plasatik di tempat pembuangan sampah di Kabul, Afghanistan (15/12/2019). Menurut statistik PBB, Afghanistan adalah salah satu negara termiskin di dunia di mana anak-anak menjadi sasaran kemiskinan dan kekerasan ekstrem setiap hari. (AP Photo/Altaf Qadri)

Oxfam mengungkapkan, untuk setiap 1 dolar yang didorong oleh IMF kepada pemerintah untuk dibelanjakan pada layanan publik, IMF meminta mereka untuk memotong pengeluaran enam kali lebih banyak dari itu melalui langkah-langkah penghematan.

Kelompok 0,05 persen terkaya mengalami peningkatan kekayaan sebesar 75 persen dari $1,7 triliun pada tahun 2019 menjadi hampir USD 3 triliun pada akhir tahun 2022.

Sebanyak 23 miliarder di kawasan ini telah mengumpulkan lebih banyak kekayaan dalam tiga tahun terakhir dibandingkan dekade sebelumnya.

 


Desakan Oxfam ke Bank Dunia dan IMF

800 Juta Warga India Hidup Dalam Kemiskinan
Seorang gadis muda memandikan saudaranya di sebelah jalur kereta api di New Delhi, India, Selasa (16/10). Hasil survei terhadap 104 negara yang dirilis bulan lalu menemukan bahwa sekitar 1,3 miliar orang hidup dalam kemiskinan. (AP Photo/Altaf Qadri)

Pajak kekayaan sebesar lima persen atas kekayaan di atas USD 5 juta akan memungkinkan Mesir melipatgandakan pengeluarannya untuk layanan kesehatan, Yordania untuk menggandakan anggaran pendidikannya, dan Lebanon untuk meningkatkan pengeluarannya untuk layanan kesehatan dan pendidikan sebanyak tujuh kali lipat, papar Oxfam.

Maroko sendiri dapat mengumpulkan dana sebesar USD 1,22 miliar pada saat negara tersebut menghadapi tagihan perbaikan sebesar USD 11,7 miliar akibat gempa bumi dahsyat yang tahun ini terjadi di negara itu.

"Siapa yang akan melahirkan bayi dan menyelamatkan nyawa di kemudian hari ketika perawat dan dokter di rumah sakit umum kehilangan pekerjaan sekarang? IMF dan Bank Dunia harus memungkinkan pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang mendistribusikan kembali pendapatan dan berinvestasi pada barang-barang publik untuk secara signifikan mengurangi kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok lainnya," ucap Behar.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya