Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Afirman buka suara terkait kondisi keuangan Sulawesi Selatan (Sulsel) yang mengalami defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebanyak Rp1,5 triliun.
Luky mengatakan APBD memiliki sisi penerimaan dan belanja. Dari sisi penerimaan berasal dari transfer pemerintah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan sebagainya.
Baca Juga
"Saya sampaikan tadi, APBD itu kan punya sisi penerimaan, itu ada dari transfer pemerintah pusat, dia punya PAD-nya, lalu ada dari sisi belanjanya, penerimaan itu dipakai buat apa, ada belanjanya. Ada surplus apa defisit, lihat sisanya, nanti diterangkan sama teman-teman," kata Luky saat acara media briefing DJPK, Jakarta, Senin (16/10).
Advertisement
Mengenai risiko defisit APBD, Luky menuturkan pemerintah daerah telah mengatur aspek pembiayaannya, begitu juga dengan pemerintah pusat. Pembiayaan itu berasal dari sisa lebih pembkayaan anggaran (SILPA) tahun sebelumnya.
Maka kondisi keuangan daerah yang tengah defisit dapat diperoleh dari sumber pembiayaan salah satunya berasal dari SILPA.
"Itu sudah diatur, kan defisti itu ada pembiayaannya, sama kaya pemerintah pusat APBN ada defisit kita cari pembiayaannya sama juga di pemerintah juga ada defisit. Pembiayaan nya dari mana, oh dari SILPA tahun sebelum nyaNanti diterangkan deh sama teman-teman," jelasnya.
Kebangkrutan
Sebagai informasi, Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan Bachtiar Baharuddin mengungkapkan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) berada di ujung kebangkrutan karena terdapat utang Rp1,5 triliun.
Kondisi itu disampaikan Bachtiar saat paripurna penjelasan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2024.
Bachtiar, menyebut Pemprov Sulsel saat ini mengalami defisit sebesar Rp1,5 triliun. Bahkan dia mengumpamakan dirinya sedang menakhodai kapal tenggelam.
"Kita defisit 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin, nakhoda, kapal Sulsel sudah tenggelam, pilihannya cuma dua, tenggelam atau saya ambil upaya penyelamatan," ujarnya
Â
Sulawesi Selatan Bangkrut Usai Keuangan Defisit Rp 1,5 Triliun, Benarkah?
Sebelumnya, Kementerian Keuangan merespon pernyataan Pj Gubernur Sulawesi Selatan yang menyatakan provinsinya bangkrut, usai mengalami defisit hingga mencapai Rp 1,5 triliun.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo tak sepakat dengan label bangkrut yang disematkan. Menurutnya, itu lebih kepada masalah Pemprov Sulawesi Selatan dalam memenuhi kewajiban atau utang miliknya.
"Penggunaan istilah bangkrut sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang di tahun ini. Yang dialami Pemprov bukanlah kebangkrutan, melainkan kesulitan likuiditas akibat dari pengelolaan utang jangka pendek yang kurang pruden," jelasnya, Senin (16/10/2023).
Prastowo mengatakan, Kemenkeu sudah melakukan analisa terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2022 dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2023 Pemprov Sulsel. Hasilnya memang menunjukkan kinerja keuangan yang kurang sehat, khususnya pada aspek likuiditas.
Untuk tahun 2023, terdapat utang jangka pendek jatuh tempo dan utang jangka panjang yang menjadi kewajiban Pemprov Sulawesi Selatan.
"Sebagai catatan, masalah yang dialami Pemprov Sulsel adalah likuiditas (kesulitan melunasi utang jangka pendek), bukan solvabilitas (kesulitan melunasi utang jangka panjang) mengingat angsuran pokok utang jangka panjang telah dianggarkan dalam APBD 2023 pada pengeluaran pembiayaan," terangnya.
Â
Advertisement
Kewajiban Utang
Menurut dia, tingginya kewajiban utang tersebut sebenarnya dapat dihindari dengan optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja. Mengingat tingginya akumulasi sisa lebih pembayaran anggaran (SILPA) 2023 dan tahun-tahun sebelumnya.
Diketahui bahwa per September 2023, SILPA Pemprov Sulsel berada di angka Rp 676 miliar. Kondisi ini diprediksi tetap terjadi hingga akhir tahun, melihat tren realisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat serta pola akumulasi SILPA di 2 tahun sebelumnya.
"Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Pemprov dapat melakukan; negosiasi utang jangka pendek, restrukturisasi utang jangka panjang, optimalisasi pendapatan dan efisiensi serta realokasi belanja untuk menekan SILPA, dan/atau refinancing sebagai langkah terakhir," tuturnya.
Â
Keuangan Defisit
Untuk diketahui, Pj Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin mengaku jika keuangan wilayah yang dipimpinnya mengalami defisit hingga mencapai Rp 1,5 triliun. Bahkan dia menyebut pemerintahan diambang bangkrut dengan mengibaratkan kapal yang dinahkodainya akan tenggelam.
Ini dia sampaikan terkait usulan Ranperda APBD Pokok 2024 senilai Rp 10,4 triliun. Dia menuturkan dari defisit itu, Pemprov Sulsel akan melakukan penghematan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun. Penghematan dilakukan pada semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov Sulsel.
Sedangkan soal utang akan diupayakan penyelesaiannya agar tidak menyeberang di tahun berikutnya. Ia bahkan menyebut data dari keuangan bersama TAPD masih ada potensi utang senilai Rp 1,6 triliun.
Advertisement