Perang di Gaza Memanas hingga Suku Bunga Tinggi, Kinerja Keuangan Indonesia Aman?

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sektor jasa keuangan di Indonesia masih terjaga stabil di tengah meningkatnya tensi geopolitik dan tren suku bunga tinggi di Amerika Serikat yang diperkirakan akan lebih panjang.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Okt 2023, 10:45 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2023, 10:45 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, Senin (30/10/2023). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sektor jasa keuangan di Indonesia masih terjaga stabil di tengah meningkatnya tensi geopolitik dan tren suku bunga tinggi di Amerika Serikat yang diperkirakan akan lebih panjang.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sektor jasa keuangan di Indonesia masih terjaga stabil di tengah meningkatnya tensi geopolitik d Gaza dan tren suku bunga tinggi di Amerika Serikat yang diperkirakan akan lebih panjang.

Hal iu disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, Senin (30/10/2023).

Mahendra mengatakan, divergensi atau perbedaan kinerja perekonomian global masih terus berlanjut. Di Amerika Serikat pertumbuhan ekonomi pada kuartral III 2023 teracatat meningkat 4,9 persen dibandingkan kuartal pertamanya 2,1 persen.

Disisi lain, dengan membaiknya pasar tenaga kerja di Amerika Serikat mampu mendorong meningkatnya aksi jual dipasar obligasi Amerika Serikat.

 

"Sejalan dengan meningkatnya ekspektasi suku bunga dari higher for longer itu dan juga peningkatan pasokan obligasi Amerika Serikat untuk membiayai defisit di Amerika Serikat," ujarnya.

Ekonomi Eropa

Sementara itu, di Eropa kinerja ekonomi diprediksi masih cenderung stagnan. Sedangkan, di Tiongkok, pemulihan ekonomi yang belum sesuai ekspektasi dan kinerja ekonomi yang masih di level pandemi meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global.

Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya kenaikan yield surat utang di AS dan penguatan USD sehingga menyebabkan tekanan outflow dari pasar emerging markets termasuk Indonesia. Volatilitas di pasar keuangan, baik di pasar saham, obligasi, dan nilai tukar juga dalam tren meningkat.

Selain itu, Mahendra menyebut resiko geopolitik global semakin meningkat seiring dengan konflik di Gaza antara Israel vs Hamas, yang berpotensi menggangu perekonomian dunia secara signifikan, terutama jika terjadi esklasii di Timur Tengah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Perekonomian Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Dari sisi domestik, aktivitas konsumsi diperkirakan akan menguat pada 2024. Hal itu sejalan dengan terjaganya daya beli masyarakat, inflasi yang terkendali, dan meningkatnya penciptaan lapangan kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, untuk perekonomian domestik, tingkat inflasi tercatat sebesar 2,28 persen yoy, sejalan dengan ekspektasi pasar sebesar 2,2 persen.

"Namun perlu dicermati tren kenaikan inflasi bahan makanan terutama komoditas beras dan gula ditengah penurunan produksi global akibat EL Nino," katanya.

Secara umum, daya beli masih tertekan yang tercermin dari inflasi inti yang kembali turun, serta penurunan indeks kepercayaan konsumen dan kinerja penjualan ritel yang rendah.

Kendati demikian, kinerja sektor korporasi relatif masih baik terlihat dari PMI manufaktur yang masih di zona ekspansif dan neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus.


Harga Minyak Dunia Melonjak 3%, Investor Khawatir Kondisi Timur Tengah

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Harga minyak dunia naik 3% ke level tertinggi dalam satu pekan pada perdagangan Jumat. Kenaikan harga minyak dunia ini terjadi di tengah kekhawatiran bahwa ketegangan antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza menyebar menjadi konflik yang lebih luas di Timur Tengah.

Mengutip CNBC, Sabtu (28/10/2023), harga minyak Brent berjangka naik USD 2,25 atau 2,6% menjadi USD 90,18 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 2,14 atau 2,6% menjadi USD 85,35 per barel.

Untuk minggu ini, harga minyak Brent turun sekitar 2% dan WTI turun sekitar 3%.

Harga minyak Brent jika dibandingkan WTI memiliki selisih tertinggi sejak Juli, menjadikannya lebih menarik bagi perusahaan-perusahaan energi untuk mengirim kapal ke AS untuk mengambil minyak mentah untuk diekspor.

Perdagangan minyak cukup berombak pada Jumat kemarin. Di awal sesi, harga minyak melonjak lebih dari USD 2 per barel setelah militer AS menyerang sasaran Iran di Suriah.

Harga sempat berubah menjadi negatif karena pasar mencerna berbagai laporan mengenai pembicaraan mediasi dengan kelompok militan Hamas dan Israel yang dipimpin oleh Qatar dalam koordinasi dengan AS.

“Kita bergantung pada berita utama berikutnya dan saya pikir itulah yang kita lihat hari ini dengan perubahan harga,” kata analis di Price Futures Group, Phil Flynn.“

Anda ingin memperdagangkan fundamentalnya, tapi Anda sebenarnya tidak bisa karena Anda harus lebih khawatir tentang apa yang akan terjadi di Timur Tengah,” kata Flynn.

“Tidak ada seorang pun yang ingin kekurangan di akhir pekan.”

 


Kondisi Terkini

Hadapi Cuaca Ekstrim, Ditjen Migas Minta Badan Usaha Susun Upaya Mitigasi
Minyak dan Gas Bumi

Seorang pejabat Hamas melakukan pembebasan sandera di Gaza etelah adanya gencatan senjata usai pemboman Israel terhadap daerah kantong Palestina.

Amerika dan negara-negara Arab telah mendesak Israel untuk menunda rencana invasi darat yang akan melipatgandakan korban sipil dan mungkin memicu konflik yang lebih luas.

Perkembangan di Timur Tengah sejauh ini tidak secara langsung berdampak pada pasokan minyak, namun banyak yang khawatir akan terganggunya ekspor dari produsen minyak mentah utama dan Iran, serta negara-negara lain yang mendukung Hamas.

″(Ini) masih sangat sulit bahkan bagi para pengamat regional yang paling berpengetahuan untuk menyatakan keyakinan tinggi mengenai lintasan krisis saat ini, karena garis merah yang dapat membawa lebih banyak pemain ke medan perang sebagian besar masih tidak dapat dipahami,” kata analis RBC Capital, Helima Croft.

Analis Goldman Sachs mempertahankan perkiraan harga minyak mentah Brent pada kuartal I 2024 sebesar USD 95 per barel tetapi menambahkan bahwa ekspor Iran yang lebih rendah dapat menyebabkan harga dasar naik sebesar 5%.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya