Bank Dunia: Perang Israel-Hamas Bisa Bikin Harga Minyak Melambung

Bank Dunia mengingatkan, potensi kenaikan harga akan bergantung pada apa yang terjadi pada ekspor minyak dunia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 31 Okt 2023, 12:50 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2023, 12:50 WIB
Duka dan kehancuran pada minggu kedua perang Israel-Hamas
Kehancuran terlihat jelas di seluruh Gaza, ketika warga Palestina mati-matian mencari korban yang selamat dan terpaksa berjalan melewati puing-puing yang tertinggal setelah pemboman Israel. (AP Photo/Ali Mahmoud)

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia mengingatkan bahwa konflik Israel-Hamas dapat memicu guncangan harga komoditas seperti minyak mentah dan produk pertanian, jika perang Israel-Hamas meningkat di Timur Tengah.

Harga minyak dunia telah meningkat 6 persen sejak konflik tersebut pecah.

Mengutip Channel News Asia, Selasa (31/10/2023) kepala ekonom Bank Dunia Indermit Gill menyoroti konflik Israel-Hamas terjadi ketika perang Rusia-Ukraina telah memberikan tekanan pada pasar, dan menjadi “kejutan terbesar terhadap pasar komoditas sejak tahun 1970an”,

"Hal ini berdampak dan dikhawatirkan mengganggu perekonomian global yang masih berlangsung hingga hari ini," kata Gill dalam sebuah pernyataan.

"Para pengambil kebijakan harus waspada. Jika konflik semakin meningkat, perekonomian global akan menghadapi guncangan energi ganda untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade" baik dari perang di Ukraina maupun konflik di Timur Tengah, jelas Gill.

Potensi Harga Minyak Naik

Bank Dunia juga mengingatkan, banyak potensi kenaikan harga minyak akan bergantung pada apa yang terjadi pada harga dan ekspor minyak dunia.

Sejauh ini, harga minyak dunia diprediksi bisa naik 3 hingga 13 persen, menjadi antara USD 93 dan USD 102 per barel.

Skenario median memperkirakan harga akan naik hingga USD 121, sedangkan skenario terburuk akan melihat harga minyak mencapai puncaknya antara USD 140 dan USD 157, berpotensi melampaui harga tertinggi sejak tahun 2008.

Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) telah mengingatkan bahwa dampak ekonomi dari konflik Israel-Hamas mulai terlihat di sejumlah negara Timur Tengah.

"Anda lihat negara-negara tetangga, Mesir, Lebanon, Yordania di sana dampaknya (konflik Israel-Hamas) sudah terlihat," kata Kristalina di Future Investment Initiative (FII) di Riyadh

Perhatian pada Negara yang Begantung di Sektor Pariwisata

Israel Blokade Total Jalur Gaza, Warga Terpaksa Masak Pakai Kayu Bakar
Orang-orang memasak dengan kayu bakar, di tengah kelangkaan bahan bakar dan gas, untuk menyediakan makanan bagi para pengungsi Palestina di tengah serangan Israel di Khan Yunis, di Jalur Gaza selatan pada 15 Oktober 2023. (MAHMUD HAMS / AFP)

Pernyataan Georgieva datang setelah para raksasa Wall Street mengatakan kepada forum tersebut bahwa Konflik Israel-Hamas tersebut dapat memberikan pukulan berat terhadap perekonomian global, terutama jika melibatkan negara lain.

"Apa yang kami lihat adalah lebih banyak kegelisahan di dunia yang sudah penuh kecemasan," ucap Georgieva.

"Ada negara-negara yang bergantung pada pariwisata – ketidakpastian adalah pembunuh arus masuk wisatawan," katanya, sambil menjelaskan potensi kerugian ekonomi bagi negara-negara di Timur Tengah sebelum menyebutkan risiko spesifiknya.

"Investor akan ragu untuk pergi ke tempat itu. Biaya asuransi - jika Anda ingin memindahkan barang, biayanya akan meningkat. Risiko akan lebih banyak pengungsi di negara-negara yang sudah menerima lebih banyak pengungsi," Georgiva mengingatkan.

WTO Beri Peringatan Soal Dampak Mengerikan Perang Israel-Hamas Palestina

Aksi Dukung Palestina, Ribuan Warga Prancis Turun ke Jalan
Dalam aksinya, pengunjuk rasa menyerukan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di tengah semakin banyaknya korban yang berjatuhan. (AP Photo/Aurelien Morissard)

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kembali mengingatkan bahwa ada dampak yang berisiko ditimbulkan dari perang Israel-Hamas. Dampak ini salah satunya pada pertumbuhan ekonomi global, jika konflik tersebut meluas ke negara sekitarnya di kawasan Timur Tengah.

"Jika penyakit ini menyebar melampaui keadaan sekarang, ke seluruh Timur Tengah, akan ada dampaknya," kata Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala dalam sebuah wawancara, dikutip dari CNBC International, Senin (30/10/2023).

"Ingatlah bahwa wilayah ini juga merupakan sumber energi dunia yang berasal dari gas alam dan juga minyak, yang masih banyak digunakan di seluruh dunia. Jadi Anda akan melihat dampaknya terhadap pertumbuhan dan perdagangan global," ujarnya.

"Kami berharap jumlahnya tidak sebesar itu. Kami berdoa untuk deeskalasi dan perdamaian," ucap Dirjen WTO di sela-sela pertemuan G7 di Osaka, Jepang.

Senada dengan WTO, sejumlah ekonom juga telah mengingatkan bahwa kemungkinan eskalasi konflik Israel-Hamas akan menimbulkan gangguan besar terhadap perekonomian global, dan dapat menaikkan harga energi serta mengganggu jalur perdagangan utama.

Pertumbuhan perdagangan sudah “cukup suram” karena “turunnya permintaan agregat secara keseluruhan,” kata Okonjo-Iweala.

WTO memangkas perkiraan pertumbuhan perdagangan untuk tahun 2023 di tengah perlambatan manufaktur global. Per Oktober 2023, organisasi tersebut mengurangi perkiraan pertumbuhan perdagangan barang dagangan global untuk tahun ini karena kemerosotan berkelanjutan sejak kuartal IV 2022.

Volume Perdagangan

Kondisi Jalur Gaza Palestina
Asap mengepul menyusul serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza terlihat dari Israel selatan, Senin (23/10/2023). (AP Photo/Ariel Schalit)

Volume perdagangan barang dagangan global kini diproyeksikan tumbuh sebesar 0,8 persen tahun ini, kurang dari setengah kenaikan 1,7 persen yang diperkirakan pada bulan April. Pertumbuhan sebesar 3,3 persen yang diproyeksikan pada tahun 2024 hampir tidak berubah dari perkiraan sebelumnya.

"Pulihnya perekonomian Tiongkok setelah pandemi tidak sekuat yang kita prediksi. Kita melihat krisis real estat di Tiongkok. Pertumbuhan Uni Eropa juga lebih lambat dari yang kami harapkan,' papar Dirjen WTO.

"(Ekonomi) AS tampaknya baik-baik saja, namun tetap saja, ada masalah penurunan permintaan agregat di sebagian besar wilayah, serta inflasi yang terus-menerus dengan suku bunga yang naik tinggi dalam jangka panjang," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya