PLTU Cirebon-1 Bakal Disuntik Mati Akhir Tahun Ini

Pemerintah memastikan bakal memulai proses pensiun dini atau suntik mati PLTU Cirebon-1 di akhir tahun ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 10 Nov 2023, 18:15 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2023, 18:15 WIB
Pemerintah siap mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada acara puncak KTT G20 di Bali.
Pemerintah siap mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada acara puncak KTT G20 di Bali. (Dok. Kemenko Marves)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memastikan bakal memulai proses pensiun dini atau suntik mati PLTU Cirebon-1 di akhir tahun ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menilai, PLTU tersebut jadi yang paling memungkinkan untuk dipensiunkan.

"PLTU Cirebon-1, karena kan yang paling memungkinkan," ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/11/2023).

Arifin menyebut, pensiun dini PLTU Cirebon-1 akan memakai sokongan dana dari Asian Development Bank (ADB) melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM). Adapun pelaksanaannya masuk dalam comprehensive investment and policy plan (CIPP) dari Just Energy Transition Partnership (JETP).

Namun, ia belum tahu berapa detil alokasinya. "Uangnya dari ADB JETP. (Berapa?) Ini kan baru udah principalnya, tapi udah ada kajiannya. Dananya kan saya belum inget," imbuhnya.

Lebih lanjut, Arifin juga memastikan PLTU Cirebon-1 belum akan serta merta berhenti beroperasi pada akhir 2023. Namun lebih kepada penyetopan lebih cepat dari usia beroperasi seharusnya hingga 2045.

"Sekarang kan di JETP kan disetujui dulu CIPP-nya. Nanti kan baru dibahas dengan stakeholder, abis itu harus disetujui oleh sponsor. Dan diharapkan bulan ini bisa selesai," terang Menteri ESDM.

Ditemui pada kesempatan terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim dan Investasi, Rachmat Kaimuddin pun membenarkan soal rencana pensiun dini PLTU Cirebon-1 tahun ini.

"PLTU Cirebon-1 itu atu hal yang kayaknya lagi dikerjain tuh. Mudah-mudahan bisa di-announce," kata Rachmat.


99 PLTU Siap Ikut Perdagangan Perdana Bursa Karbon

PLTU Suralaya yang dioperasikan oleh Indonesia Power. (indonesiapower.co.id)
PLTU Suralaya yang dioperasikan oleh Indonesia Power. (indonesiapower.co.id)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kesiapannya untuk mulai mengawasi proses perdagangan karbon melalui bursa karbon. Dalam penyelenggaraan perdana, telah terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang akan ikut perdagangan karbon pada 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan, penyelenggaraan perdana bursa karbon direncanakan mulai pada September 2023.

Sebagaimana diketahui, OJK telah menerbitkan POJK No.14/2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon sebagai aturan pendukung dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon.

Dalam prosesnya, POJK tersebut telah mendapat persetujuan dalam rapat konsultasi bersama Komisi XI DPR RI beberapa waktu yang lalu.

“Perkembangan tersebut, tentunya meningkatkan optimisme kita untuk mencapai target penyelenggaraan perdana unit karbon di Bursa Karbon pada akhir September," kata Hasan dalam keterangan resminya, Senin (4/9/2023).

Dengan berlakunya POJK No. 14/D.04/2023 Perdagangan Karbon di Bursa Karbon, diharapkan dapat meminimalisir multitafsir atas ketentuan perundang-undangan dan kemungkinan pelanggaran atas ketentuan.

 


Tujuan Perdagangan Karbon

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan nilai ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon.

Menurut ia, untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan perdana unit karbon di Bursa Karbon, telah terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.

Selain dari subsektor pembangkit listrik, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon seperti sektor Kehutanan, Perkebunan, Migas, Industri Umum, dan lain sebagainya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya