Liputan6.com, Jakarta - Bayu Krisnamurthi telah resmi diangkat jadi Direktur Utama Perum Bulog, menggantikan Budi Waseso yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Semen Indonesia Tbk. Sebagai Tokoh Pertanian dan Guru Besar IPB, Bayu Krisnamurthi berulang kali menyoroti pendapatan petani hingga ketersediaan pangan di Tanah Air.
Dalam acara media gathering Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) di Bandung, 23 November 2023, Bayu menyebut rata-rata pendapatan petani di Indonesia masih sangat rendah. Nilainya hanya mencapai Rp 1 juta.
Baca Juga
Bahkan, Mantan Wakil Menteri Pertanian ini menyatakan, mayoritas pendapatan petani tersebut berasal dari luar pertanian.
Advertisement
"Pendapatan petani cuma Rp 1 juta per bulan di bawah UMP, dan kira-kira sekarang petani 50 sampai 60 persen income keluarganya dari luar pertanian," kata Bayu, dikutip Sabtu (2/12/2023).
Kecilnya pendapatan petani juga dipengaruhi oleh umur para petani. Ia mencatat rata-rata usia petani di atas 45 tahun dan mayoritas pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar (SD). Ditambah, lahan pertanian per petani di Indonesia memang sangat terbatas yakni hanya 0,17 ha.
"Ini kecil banget dan luar lahan pertanian per penduduk Indonesia hanya 0,12 hektar. Jadi, ini masalah fundamental," imbuh dia.
Di sisi lain, Bayu yang juga merupakan Mantan Wakil Menteri Perdagangan ini mencatat jumlah petani di Indonesia terus mengalami penyusutan dalam 10 tahun terakhir. "Jumlah petani kita turun 5 juta (orang)," ungkapnya.
Oleh karena itu, Bayu menegaskan permasalahan tersebut harus segera ditangani. Ia pun mendorong pemerintah agar lebih banyak melakukan investasi di sektor pertanian. "Menurut saya ke depan, kita perlu investasi lebih besar untuk pertanian," pintanya.
Smart Swasembada Pangan
Pada 2019, Bayu juga sempat mengusulkan konsep smart swasembada pangan, dengan mendorong pengusaha membuka lahan pertanian di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
"Saya pribadi ingin menawarkan new swasembada atau smart swasembada. Bagaimana kalau kita impor dari 100 ribu hektare tanaman padi di Burma (Myanmar), tapi itu punya kita. Kenapa tidak kita akuisisi perusahaan di Vietnam, sehingga kita jadi pemain terbesar, kita atur perdagangannya," ungkapnya dilansir dari Antara.
Menurut dia, itu perlu dilakukan karena sebagai negara tropis, Indonesia sangat berisiko menghadapi masalah pertanian seperti hama dan penyakit. Sehingga perlu memiliki cadangan pasokan.
Konsep tersebut, lanjut dia, juga perlu dilakukan karena daya dukung Pulau Jawa sebagai lumbung beras nasional yang terus menurun. Dari sisi biaya, upaya untuk melakukan intensifikasi lahan juga dinilai akan sangat memberatkan. Dengan demikian, konsep smart swasembada pangan yang diusungnya akan memberikan dampak efisiensi biaya.
Advertisement
Swasembada Daging Sapi
"Kita harus dorong entrepreneur muda, juga pengusaha nasional yang sudah mapan, agar melihat peluang-peluang ini. Kalau tidak bisa mulai bertanam, mungkin jadi trader, jual beli internasional dulu," katanya.
Ia menilai, konsep tersebut pun akan dapat diterapkan untuk swasembada daging sapi yakni dengan memiliki peternakan di Australia. Hal serupa juga bisa dilakukan dengan membeli saham perusahaan pertanian yang memproduksi kedelai.
"Kita punya kesulitan produksi kedelai, kenapa tidak kita punya saham di perusahaan pertanian AS. Orang mereka bentuknya PT, kita beli saja sahamnya, dan kita impor kedelai milik kita sendiri," pungkasnya.