OJK Catat 12 Dapen Bermasalah, Ada Milik BUMN

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyebut, terdapat 12 dana pensiun (dapen) yang bermasalah, 7 diantaranya merupakan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

oleh Tira Santia diperbarui 04 Des 2023, 16:30 WIB
Diterbitkan 04 Des 2023, 16:30 WIB
Ilustrasi dana pensiun.
Ilustrasi dana pensiun (ncsl.org).

Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyebut, terdapat 12 dana pensiun (dapen) yang bermasalah, 7 diantaranya merupakan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kendati demikian, Ogi mengatakan saat ini Kementerian BUMN sedang melakukan program restrukturisasi terhadap dapen yang bermasalah tersebut. Oleh karena itu, OJK akan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN.

 

"Kami akan koordinasi dengan Kementerian BUMN tentang program restrukturisasi dapen BUMN," kata Ogi dalam RSK Bulanan November 2023 secara virtual, Senin (4/12/2023).

Adapun kata Ogi, kini tingkat rasio pendanaan dapen bermasalah itu sudah masuk dalam kategori 3. Namun, ternyata dapen tersebut masih mampu membayar manfaatnya.

Dapen Bermasalah

Ogi membeberkan, ada 3 dapen bermasalah yang berkaitan dengan perusahaan asuransi dalam pengawasan khusus. Artinya, penyehatan dapen yang bermasalah itu bergantung dengan perusahaan asuransi tersebut.

"Sehingga penyehataannya tergantung dengan perusahaan asuransi tersebut, kalau dicabut izin usahanya maka dapennya juga akan dicabut," ujarnya.

Untuk tahun depan OJK berencana akan memutuskan dapen yang bermasalah agar dilikuidasi atau dimasukkan dalam kategori 'dalam penyehatan'.

Premi Asuransi Tembus Rp 264 Triliun per Oktober 2023, Naik 3,54 persen

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pendapatan premi asuransi per Oktober 2023 mencapai Rp 264,23 triliun atau naik 3,54 persen secara tahunan (yoy).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pendapatan premi asuransi per Oktober 2023 mencapai Rp 264,23 triliun atau naik 3,54 persen secara tahunan (yoy). Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, menjelaskan, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pendapatan premi kontraksi justru terkontraksi sebesar 1,57 persen yoy menjadi Rp 228,51 triliun.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pendapatan premi asuransi per Oktober 2023 mencapai Rp 264,23 triliun atau naik 3,54 persen secara tahunan (yoy).

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, menjelaskan, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pendapatan premi kontraksi justru terkontraksi sebesar 1,57 persen yoy menjadi Rp 228,51 triliun.

Sementara untuk premi asuransi jiwa mengalami tren negatif. Per Oktober 2023, premi asuransi jiwa turun 6,93 persen yoy menjadi Rp 146,52 triliun.

"Didorong oleh pendapatan premi PAYDI (produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi)," kata Ogi dalam konferensi pers RDK Bulan November 2023 secara virtual, Senin (4/12/2023).

Lebih lanjut, Ogi melaporkan pertumbuhan premi industri asuransi didorong oleh asuransi umum dan reasuransi yang meningkat diangka 20,4 persen yoy menjadi Rp 117,72 triliun. Maka secara keseluruhan kondisi industri asuransi di Indonesia dalam kondisi baik.

"Permodalan di asuransi menguat, RBCnya (risk based capital) jiwa dan umum masing-masing 435,98 persen dan 340,5 persen, jauh diatas threshold 120 persen," ujarnya.

Adapun terkait aset BPJS Kehamilan mengalami peningkatan sebesar 5,66 persen (yoy) atau mencapai Rp 115,18 triliun per Oktober 2023. Kemudian, aset BPJS Ketenagakerjaan juga naik 11,565 persen yoy atau senilai Rp 709,22 triliun.

Lalu, aset dana pensiun naik 5,58 persen yoy menjadi Rp 358,63 triliun dengan jumlah investasi Rp 346,52 triliun atau naik 5,63 persen (yoy).

5 Gejolak Global Mengancam, Jasa Keuangan Indonesia Aman?

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, menanggapi soal pernyataan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, yang menyebutkan ada 5 gejolak global yang dapat berdampak terhadap perekonomian Indonesia pada 2024-2025.

Diketahui, lima gejolak tersebut diantaranya, redupnya ekonomi global, penurunan inflasi yang lambat, tren suku bunga tinggi masih akan berlangsung lama, dolar AS masih kuat dan terakhir, larinya modal dalam jumlah besar dari negara emerging ke negara maju (cash is the king).

Menurut, Mahendra tentunya lima gejolak global tersebut beresiko dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk menganggu stabilitas sektor jasa keuangan dalam negeri.

"Dalam asesment kami memang 5 gejolak tadi merupakan faktor yang terus kami pantau resiko ke bawahnya atau down side risk nya, karena kita merasa bahwa hal-hal tadi merupakan perkembangan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan pada gilirannya risiko kepada pertumbuhan nasional kita," kata Mahendra dalam konferensi pers RDK Bulan November 2023, Senin (4/12/2023).

Kendati demikian, jika dilihat secara menyeluruh maupun masing-masing bidang, saat ini sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil yang didukung dengan permodalan yang solid dan juga tingkat modalitas yang baik dalam menghadapi berbagai risiko ketidakpastian di masa yang akan datang.

"Sehingga kami optimis, bahwa sektor jasa keuangan kita mampu menyerap resiko tadi terkait guncangan-goncangan yang ada di tingkat global," ungkapnya.

 

Kesiapan Sektor Jasa Keuangan

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Mahendra menjelaskan, dilihat dari kesiapan sektor jasa keuangannya, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan nasional tingkat agregat CAR pada saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya, yang sebagian besar tidak mencapai 20 persen, sedangkan Indonesia CAR perbankan Indonesia per Oktober 2023 sebesar 27,48 persen.

"Itu jelas menunjang solidnya sektor jasa keuangan nasional kita, terutama di perbankan dan apalagi mengingat krisis perbankan di Amerika Serikat dan juga di Swiss pada awal tahun ini kelihatan betul bahwa sektor jasa keuangan kita khususnya perbankan akan tetap mampu memiliki daya tahan yang tinggi," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya