Indonesia Tertarik Gabung Konsorsium Battery Energy Storage System BESS

Battery Energy Storage Systems merupakan elemen penting untuk meningkatkan kemampuan jaringan listrik dan mengakomodasi variabel sumber energi terbarukan yang diperlukan untuk menggerakkan pengembangan ekonomi.

oleh Arthur Gideon diperbarui 12 Des 2023, 13:10 WIB
Diterbitkan 12 Des 2023, 13:10 WIB
Melalui Konsorsium BESS, sejumlah negara jadi pionir upaya kolaboratif dalam merealisasikan komitmen 5 gigawatt (GW) BESS pada akhir 2024 dan menyalurkannya pada akhir 2027. (Dok Vero Asean)
Melalui Konsorsium BESS, sejumlah negara jadi pionir upaya kolaboratif dalam merealisasikan komitmen 5 gigawatt (GW) BESS pada akhir 2024 dan menyalurkannya pada akhir 2027. (Dok Vero Asean)

Liputan6.com, Jakarta - Global Leadership Council (GLC) dari Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) mengumumkan beberapa negara telah menyampaikan komitmen mereka pada Konsorsium Battery Energy Storage System (BESS). Komitmen ini diberikan dalam penyelenggaraan United Nations Climate Change Conference (COP28) 2023. Komitmen ini mendapat respons positif dari Indonesia.

Beberapa negara yang komitmen adalah Barbados, Belize, Mesir, Ghana, India, Kenya, Malawi, Mauritania, Mozambik, Nigeria, and Togo. Melalui Konsorsium BESS, negara-negara ini menjadi pionir dan bagian dari upaya kolaboratif dalam merealisasikan komitmen 5 gigawatt (GW) BESS pada akhir 2024 dan menyalurkannya pada akhir 2027.

Sedangkan, untuk dapat mengurangi kemiskinan energi dan satu gigaton CO2 pada 2030, negara – negara pionir tersebut membutuhkan kurang lebih 400 GW energi terbarukan. Dimana dalam hal ini perlu adanya pengembangan kapasitas penyimpanan sebesar 90 GW. Komitmen awal konsorsium BESS sebesar 5 GW akan membantu menciptakan road map untuk mencapai sisa kapasitas tersebut pada 2030, menunjukkan peran kunci dalam percepatan transisi energi yang adil.

Battery Energy Storage Systems merupakan elemen penting untuk meningkatkan kemampuan jaringan listrik dan mengakomodasi variabel sumber energi terbarukan yang diperlukan untuk menggerakkan pengembangan ekonomi. Dalam banyak kasus, kombinasi BESS dan energi terbarukan sudah lebih murah dibandingkan alternatif berbahan bakar fosil.

Konsorsium BESS adalah kemitraan dari banyak pihak yang dibentuk untuk memastikan manfaat BESS mampu mentransformasi sistem energi di negara-negara berkembang.

Negara-negara pionir dari Konsorsium BESS akan didukung oleh beberapa mitra termasuk GEAPP, African Development Bank (AfDB), the World Bank, Asian Development Bank (ADB), Inter-American Development Bank (IDB), the Agence Française de Développement (AFD), German Agency for International Cooperation (GIZ), RMI, Africa50, Masdar, Infinity Power, COP28 Presidency, AMEA Power, National Renewable Energy Laboratory (NREL), Net Zero World, dan Sustainable Energy for All (SEforALL).

Perdana Menteri Norwegia dan Co-chair dari Global Leader Council Jonas Gahr Støre menyatakan, Global Leader Council dibentuk untuk mempercepat perubahan dan memajukan inisiatif-transformasional yang akan mengurangi emisi, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas akses terhadap energi bersih dan terjangkau di negara-negara berkembang.

"Tiga bulan lalu, kami berkomitmen untuk mendirikan Konsorsium BESS, dan saat ini kami telah melibatkan beberapa negara, para mitra, dan pihak-pihak pendukung. Ini baru awal, kedepannya kami akan terus bergerak cepat dan dengan skala kolektif," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (12/12/2023).

 

Teknologi yang Sesuai

Melalui Konsorsium BESS, sejumlah negara jadi pionir upaya kolaboratif dalam merealisasikan komitmen 5 gigawatt (GW) BESS pada akhir 2024 dan menyalurkannya pada akhir 2027. (Dok Vero Asean)
Melalui Konsorsium BESS, sejumlah negara jadi pionir upaya kolaboratif dalam merealisasikan komitmen 5 gigawatt (GW) BESS pada akhir 2024 dan menyalurkannya pada akhir 2027. (Dok Vero Asean)

Penelitian terbaru dari Rockefeller Foundation menunjukkan bahwa mencegah pemanasan global melewati ambang batas 2° Celsius memerlukan kolaborasi global yang lebih banyak dari sebelumnya.

BESS merupakan teknologi yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Dr. Rajiv J. Shah, President Rockefeller Foundation dan Co-chair dari Global Leader Council mengatakan, tanpa kapasitas penyimpanan yang memadai, negara-negara akan kesulitan menambahkan energi terbarukan ke jaringan mereka dalam skala yang diperlukan untuk mengurangi emisi dan menciptakan peluang ekonomi.

"Konsorsium BESS merupakan contoh langkah maju dan berani yang diperlukan untuk mengatasi hambatan yang mencegah begitu banyak orang dan komunitas untuk bergabung dalam transformasi iklim yang sedang berlangsung.”

Selain merealisasikan komitmen 5 GW dari BESS di negara – negara berkembang dan mendistribusikan $1 miliar dalam pembiayaan konvensional, Konsorsium akan mempercepat pengimplementasian proyek, bekerja untuk meningkatkan regulasi lingkungan, membangun pasar yang menguntungkan untuk BESS, dan membuka peluang pembiayaan komersial dan publik.

Negara-negara, utilitas, dan para mitra dalam Konsorsium akan berkolaborasi untuk mengidentifikasi dan merancang dukungan khusus untuk investasi BESS. Hal ini akan disempurnakan dan dinegosiasikan antara pemangku kepentingan negara dan mitra dengan advokasi komplementer serta tindakan akselerasi yang naungi oleh Konsorsium.

 

Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia

Kitty Bu, VP Asia di GEAPP, menyatakan, Inisiatif GLC yang dipimpin oleh GEAPP terutama Konsorsium BESS mampu menghasilkan kemajuan yang signifikan. Kami berupaya memberikan solusi yang dapat dilakukan serta dapat memberikan hasil yang terukur pada COP29 tahun depan.

"Di Asia, India telah berkomitmen dalam Konsorsium BESS, menunjukkan dedikasi mereka untuk beralih ke energi bersih. Kami berharap Indonesia menjadi negara Asia berikutnya yang bergabung dengan Konsorsium BESS, sehingga mendukung rencana energi terbarukan pemerintah. Dedikasi kami yang teguh pada keberlanjutan mendorong kami untuk menetapkan standar baru, memotivasi orang lain untuk bergabung dalam perjalanan penting ini menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.”

Sementara itu, penerapan BESS akan lebih bermanfaat apabila penggunaan energi terbarukan sudah digubakan. Di Indonesia, kebijakan baru telah meningkatkan pengembangan energi terbarukan di seluruh Indonesia. Saat ini, tenaga air merupakan sumber energi terbarukan utama di kepulauan ini, dengan lebih dari 6.500 MW kapasitas terpasang. Diikuti oleh bioenergi sebesar 3.086 MW, panas bumi sebesar 2.342 MW, tenaga surya sebesar 270 MW, dan angin sebesar 154 MW.

Pada tahun 2030, pemerintah berencana untuk memiliki 35% mtoe dari campuran energi terbarukan. Pada tahun 2035, dari total 52% mtoe dari campuran energi terbarukan dalam perencanaan, 12% mtoe akan berasal dari variable renewable energy (VRE), seperti angin dan surya.

 

Mempercepat Pengembangan BESS

Lucky Nurrahmat, Indonesia Country Lead di GEAPP, menjelaskan bahwa bergabung dengan Konsorsium BESS yang didirikan oleh Global Leadership Council (GLC) GEAPP, dapat menjadi salah satu solusi bagi pemerintah Indonesia untuk mempercepat pengembangan BESS di negara ini.

"GEAPP melalui GLC dengan senang hati membantu pemerintah untuk mempercepat implementasi BESS dan meningkatkan penetrasi energi terbarukan. Ketika proyek-proyek uji coba BESS semakin aktif di Indonesia, baik sektor publik maupun swasta akan melihat manfaatnya, yang seharusnya menginspirasi penciptaan pasar untuk peningkatan komersial dan investasi dalam proyek-proyek yang lebih besar."

Ia juga menambahkan bahwa pengembangan BESS di Indonesia memerlukan dukungan bersama dari semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat dan daerah hingga lembaga legislatif dan sektor swasta, untuk membuka jalan bagi masa depan energi berkelanjutan Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya