Punya Resolusi Mulai Investasi di 2024? Coba Lihat Ini

PLT Direktur Utama BRI Manajemen Investasi, Ira Irmalia Sjam mengatakan bahwa BRI Manajemen Investasi selalu mendengarkan kebutuhan investasi bagi para nasabah dan calon investor.

oleh Arthur Gideon diperbarui 05 Jan 2024, 19:15 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2024, 19:15 WIB
Ilustrasi BRI Manajemen Investasi.
Ilustrasi BRI Manajemen Investasi.

Liputan6.com, Jakarta - Jika kamu punya resolusi mulai investasi di 2024, maka hal tersebut sangat bagus. Namun ingat! sudah banyak pihak melihat bahwa perjalanan ekonomi tahun ini sulit untuk ditebak. 

Memang sejumlah analis sangat optimistis memandang 2024. Dimulai dengan melandainya inflasi global dan isyarat dovish dalam kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).

Chief Investment Officer (CIO) BRI Manajemen Investasi, Herman Tjahjadi, melihat sejumlah peluang yang bisa dimanfaatkan oleh investor sepanjang 2024.

Menurutnya, dengan melandainya inflasi dan adanya potensi dipangkasnya suku bunga, serta adanya kepastian hasil pemilu di pertengahan 2024, bisa menjadi sentimen positif bagi pasar modal domestik, seperti obligasi dan saham.

“Dari sisi prospek investasi, kami melihat prospek investasi untuk reksadana berbasis pasar uang dan pendapatan tetap dapat dipilih sebagai produk investasi yang cocok untuk diakumulasi, khususnya di semester pertama di tahun 2024” ujar Herman dalam keterangan tertulis, Jumat (5/1/2024).

Produk Unggulan

Dalam kesempatan terpisah, PLT Direktur Utama BRI Manajemen Investasi, Ira Irmalia Sjam mengatakan bahwa BRI Manajemen Investasi selalu mendengarkan kebutuhan investasi bagi para nasabah dan calon investor.

“Sebagai contoh, BRI Manajemen Investasi memiliki produk unggulan Reksadana Seruni Pasar Uang II (SPU II) yang cocok bagi investor pemula. Hal ini karena SPU II memiliki likuiditas yang tinggi, serta ada potensi memperoleh pendapatan yang optimal dengan risiko yang relatif rendah. Untuk membeli produk tersebut, calon investor cukup mengeluarkan dana minimal Rp10.000,-” ujar Ira.

Selain pasar uang, BRI-MI juga memiliki produk reksadana campuran bernama Balanced Regular Income Fund (BRIF).

“BRIF sangat cocok sebagai instrumen diversifikasi investasi, karena memiliki fitur yang unik yaitu memberikan dividen setiap bulannya. Dengan adanya potensi penurunan suku bunga di tahun 2024, maka investasi pada reksadana BRIF, yang underlying asset-nya termasuk instrumen surat utang, berpotensi memberikan imbal hasil investasi yang optimal” tutup Ira.

Untukdiketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana masyarakat yang dikelola oleh badan hukum yang bernama Manajer Investasi, untuk kemudian diinvestasikan ke dalam surat berharga seperti: saham, obligasi, dan instrumen pasar uang.

Menelisik Prospek Reksa Dana pada 2024

Pembukaan-Saham
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, BNI Asset Management atau BNI AM mencermati investasi reksa dana pada 2024 masih prospektif, dengan tetap menyesuaikan profil risiko investor. 

Direktur Investasi BNI Asset Management Putut Endro Andanawarih menuturkan, hal yang melatarbelakangi sentimen global dan domestik sepanjang 2024 lebih didorong oleh potensi rencana pelonggaran kebijakan moneter seperti penurunan suku bunga yang diekspektasikan lebih awal dari sebelumnya pada 2024 akibat tingkat inflasi yang lebih terjaga dan terukur. 

"Hal tersebut dapat berpotensi menurunkan tingkat imbal hasil obligasi ke depannya. Di sisi lain hal justru dapat memberikan dampak positif pada perusahaan untuk ekspansi, serta mengurangi beban biaya bunga ke depannya," kata Putut kepada Liputan6.com, Selasa (2/1/2023).

Ia melanjutkan, tahun politik 2024 ini menjadi perhatian investor asing untuk investasi, di mana investor asing lebih menyukai politik yang kondusif dan stabil.

Dia bilang, produk reksa dana yang dapat dicermati untuk para investor pada 2024 adalah reksa dana berbasis pendapatan tetap yang memiliki durasi menengah ke panjang untuk menangkap peluang penurunan imbal hasil obligasi akibat potensi penurunan suku bunga pada tahun ini. Misalnya, reksa dana BNI AM Pendapatan Tetap Quality Long Duration, serta BNI AM Pendapatan Tetap Syariah Ardhani berbasis sukuk. 

Adapun untuk reksa dana dengan tingkat volatilitas yang lebih rendah adalah BNI AM Short Duration Bond Index. Selain itu, adapun produk reksa dana pasar uang untuk investor pemula dan/atau cash management seperti BNI-AM Dana Likuid dan BNI-AM Lancar Syariah.

Risiko yang Bayangi Reksa Dana

Ciptakan Investor Pasar Modal Berkualitas Lewat Kompetisi Saham
Layar sekuritas menunjukkan data-data saat kompetisi Trading Challenge 2017 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (7/12). Kompetisi Trading Challenge 2017 ini sebagai sarana untuk menciptakan investor pasar modal berkualitas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Pada produk investasi berbasis saham, kami melihat terdapat potensi kenaikan nilai investasi dengan adanya tantangan tingkat risiko yang masih tinggi dari pasar global. Baik dari risiko geopolitik, kekhawatiran resesi dan perlambatan ekonomi global yang dapat mempengaruhi permintaan ekspor Indonesia, dan risiko tahun pemilu di 2024," imbuhnya. 

Alhasil, BNI AM lebih merekomendasikan pada portofolio investasi dengan underlying saham dengan kapitalisasi besar yang berfundamental baik, memiliki tingkat dividen yang relatif tinggi, dan tingkat profitabilitas yang tinggi diatas rata-rata industri, antara lain pada reksa dana BNI-AM SRI-KEHATI (ESG), BNI-AM IDX High Dividend 20, dan BNI-AM Indeks IDX30 (BNI30).

Menurut ia, terdapat sejumlah risiko baik dari global maupun domestik yang mempengaruhi reksa dana. Pertama, risiko global, seperti risiko perubahan arah kebijakan moneter bank sentral dunia, terutama kebijakan the Fed, risiko perlambatan atau resesi ekonomi global, dan risiko geopolitik di beberapa wilayah di dunia.

Kedua, risiko domestik, yakni risiko politik 2024 yang dapat mengubah kebijakan pemerintah ke depan, risiko defisit transaksi berjalan akibat volatilitas atau perlambatan ekonomi global serta ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia apakah sesuai dengan ekspektasi atau target Bank Indonesia di level 4,75%-5,5% secara tahunan untuk 2024.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya