Liputan6.com, Jakarta - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengundurkan diri sebagai Komisaris Utama Perseroan. Langkah Ahok itu seiring dirinya mendukung pasangan calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD (Ganjar-Mahfud).
Pengunduran diri sebagai Komisaris Utama Pertamina disampaikan Ahok melalu akun instagram resminya @basukibtp. Ahok mengunggah foto yang menunjukkan surat pengunduran dirinya tersebut. Ia juga menulis caption kalau unggahan tersebut sebagai bukti tanda terima surat pengunduran dirinya.
Baca Juga
"Unggahan ini merupakan bukti tanda terima Surat Pengunduran Diri saya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) yang saya serahkan hari ini, 2 Februari 2024," tulis Ahok.
Advertisement
Ia juga menyatakan dukungannya kepada capres Ganjar Pranowo dan cawapres Mahfud MD. "Dengan ini, saya menyatakan mendukung serta akan ikut mengkampanyekan pasangan calon presiden Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Hal ini agar tidak ada lagi kebingungan terkait arah politik saya. Merdeka!Merdeka!Merdeka!,” ia menambahkan.
Unggahan Ahok tersebut mendapatkan ribuan komentar. Hingga berita ini ditulis komentar mencapai 9.328 komentar.
Ahok resmi diangkat menjadi Komisaris Utama Pertamina pada 25 November 2019. Berikut profil Ahok yang dikutip dari laman Pertamina, Jumat (2/2/2023):
Pria bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama ini lahir pada 1966. Ia menyelesaikan pendidikan dari jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Trisakti dan mendapatkan gelar insinyur pada 1989.
Ahok menyelesaikan pendidikan magister pada 1994 dengan gelar Master Manajemen di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya.
Ahok pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004. Ia juga pernah menjabat sebagai Bupati Belitung Timur pada 2005 dan anggota DPR RI pada 2009. Selanjutnya ia menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2012 dan Gubernur DKI Jakarta pada 2014.
Ia ditunjuk menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) sejak 22 November 2019. Ahok yang ditunjuk menjadi Komisaris Utama Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina (Persero) No.SK-282/MBU/11/2019 tanggal 22 November 2019.
Komisaris Utama Pertamina Ahok: Tak Pernah Ada Pembicaraan Pertamax Green Gantikan Pertalite
Sebelumnya diberitakan, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama buka suara soal rencana Pertamina di 2024 yang ingin meluncurkan produk BBM jenis Pertamax Green 92, campuran Pertalite (RON 90) dengan etanol 7 persen.
Pria yang juga dikenal dengan sapaan Ahok ini menyangkal isu bahwa Pertamax Green akan menggantikan Pertalite.
"Tidak pernah ada pembicaraan Pertamax Green menggantikan Pertalite. Saya kira kalian salah kutip pernyataan Bu Dirut," kata Ahok kepada Liputan6.com, Kamis (31/8/2023).
Hanya saja, Ahok belum mau menjelaskan lebih lanjut bagaimana posisi Pertalite dan Pertamax Green 92 tahun depan. "Itu bisa nanya ke Dirut," ujarnya singkat.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan, pihaknya masih mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan Pertalite selaku BBM subsidi RON 90 menjadi RON 92. Itu dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan etanol 7 persen sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Namun, Nicke bilang kajian yang dinamakan program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.
"Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina. Belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut," ungkap Nicke di hadapan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8/2023) kemarin.
Advertisement
Harga Diserahkan ke Pasar
Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya," tegas Nicke.
Adapun kabar posisi Pertalite sebagai BBM subsidi akan digantikan oleh Pertamax sebelumnya telah diutarakan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana.
Dadan mengatakan, rencana pembatasan BBM Pertalite masih di tingkat pembahasan internal. Pasalnya, keputusan itu perlu mempertimbangkan sisi teknis maupun ekonomi.
"Kita lagi bahas, lagi lihat secara teknis maupun secara regulasi dan secara keekonomian, karena kan berbeda. Tapi kami masih bahas di internal," ujar Dadan di Bali, Kamis (24/8/2023) lalu.
Pembahasan internal itu pun termasuk rencana mengalokasikan anggaran subsidi untuk Pertamax. "Itu termasuk yang sedang dibahas," imbuh Dadan.
Polusi Udara
Dadan menyebut, pembahasan ini digelar lantaran bahan bakar dengan tingkat oktan rendah semisal Pertalite punya peluang lebih besar untuk menyumbang polusi udara.
Di sisi lain, semakin tinggi nilai oktan atau research octane number (RON) yang terkandung di dalamnya, maka pembuangan emisinya akan lebih sedikit.
"Kan secara teknis makin tinggi angka oktan, pembakarannya makin bagus. Kalau pembakaran makin bagus, emisinya akan semakin sedikit. Jadi kita lagi lihat juga, apakah bisa dilakukan upaya untuk peningkatan angka oktan untuk bahan bakar," tuturnya.
Advertisement