Benarkah Dana PSN 2023 Masuk ke Kantong Politisi? Ini Kata Kemenko Perekonomian

PPATK menemukan indikasi praktik korupsi yang terjadi di lingkup Proyek Strategis Nasional (PSN). Dilihat dari aliran dana, tercatat ada yang masuk ke kantong pribadi.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Feb 2024, 12:40 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2024, 21:20 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo buka suara soal isu dana Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2023 yang masuk ke kantong Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga politisi.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo buka suara soal isu dana Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Anak buah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo buka suara soal isu dana Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2023 yang masuk ke kantong Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga politisi. 

Wahyu mengaku tidak mengetahui mengenai isu tersebut. Ia menyebut, jumlah PSN sangat banyak, dan tidak tahu dana PSN mana yang dimaksud.

“Itu kan yang menilai mereka, ke Parpol. Gini saya kasih tau, PSN itu kan banyak, yang mengalir itu yang mana saya tidak tahu juga kan,” kata Wahyu saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (7/2/2024).

Wahyu pun membantah jika isu dana PSN yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) masuk ke kantong politisi. Menurutnya, proyek dari Kominfo tidak termasuk dalam PSN.

“Kemarin isunya kan yang hanya di Kominfo ya, tapi itu juga bukan PSN loh. PSN itu kan yang satelitnya, ini kan yang bukan satelitnya. Saya juga mungkin itu perlu diluruskan aja,” ujarnya.

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi praktik korupsi yang terjadi di lingkup Proyek Strategis Nasional (PSN). Dilihat dari aliran dana, tercatat ada yang masuk ke kantong pribadi.

Temuan PPATK: 36 Persen Dana PSN Masuk ke Kantong Politikus-ASN

Ivan Yustiavandana
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi praktik korupsi yang terjadi di lingkup Proyek Strategis Nasional (PSN). Dilihat dari aliran dana, tercatat ada yang masuk ke kantong pribadi.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan telah melakukan analiis terhadap aliran dana bagi PSN. Ditemukan ada yang mengarah ke subkontraktor untuk keperluan operasional.

Temuan lain menunjukkan adanya dana yang mengalir tidak untuk kepentingan proyek, melainkan untuk kas pribadi.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, PPATK mengamati, mencermati, melakukan analisis mendalam, terdapat sebesar 36,81 persen dari total dana masuk ke rekening subkontraktor yang dapat diidentifikasikan sebagai transaksi yang terkait dengan kegiatan operasional pembangunan," tutur Ivan dalam Konferensi Pers, di Kantor PPATK, dikutip Kamis (11/1/2024).

"Sedangkan, sekitar 36,67 persen yang tidak digunakan untuk pembangunan proyek tersebut, artinya ini digunakan untuk kepentingan pribadi," sambung Ivan.

Ivan menjelaskan, pihaknya sudah mebgidentifikasi muara aliran dana tersebut. Terpantau, ada yang masuk ke politikus hingga aparatur sipil negara (ASN).

"Hasil pemeriksaan mendalam terhadap transaksi yang tidak terkait dengan pembangunan proyek teridentifikasi mengalir ke pihak-pihak yang memiliki profil sebagai aparatur sipil negara, politikus, serta dilakukan pembelian aset dan investasi oleh para pelaku," jelasnya.

Modus Korupsi

Ivan menguraikan, beberapa modus yang digunakan pelaku untuk menggelapkan dana tidak berbeda dengan modus-modus korupsi pada umumnya.

Misalnya, penggunaan rekening pribadi untuk menampung dana dari tindak pidana asal. Ini merujuk pada nomine yang merupakan keluarga, karyawan, atau staf.

"Pembelian aset berbentuk rumah atau properti, kendaraan bermotor, batu mulia dan perhiasan, investasi barang mewah lainnya," ungkap Ivan.

Kemudian, penggunaan fasilitas safe deposit box yang diduga untuk menyembunyikan dana hasil kejahatan dan penggunaan mata uang asing dalam upaya suap atau gratifikasi. "Serta modus klasik pencucian uang lainnya," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya