Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, menyampaikan bahwa harga beras di Pasar Johar, Karawang berangsur turun usai pasokan beras kembali mendekati normal.
Menurut Bayu, penurunan harga beras ini usai adanya tambahan pasokan dari beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Pangan (SPHP) sebesar 300 ton per hari yang membuat stok beras di Karawang sudah mendekati pasokan normal.
Baca Juga
"Sebelumnya pasokan di Pasar Johar cuma 500 ton per hari, dengan tambahan SPHP 300 ton menjadi 800 ton per hari dan ini sudah mendekati pasokan normal disini yang rata-rata sebesar 1.000 ton perhari" kata Bayu dalam keterangannya usai meninjau pasokan beras di Pasar Johar, Karawang, dikutip Rabu (28/2/2024).
Senada, Sekretaris Paguyuban Pedagang Beras Pasar Johar Karawang Acin mengatakan saat ini kondisi harga beras di pasar tersebut ada penurunan harga sebesar Rp 1.000 sampai Rp 1.500 per kilogram (kg).
Advertisement
"Untuk beras lokal Demak harganya sudah turun dari 14.500 per kilo menjadi Rp13.500 per kilo. Sementara untuk beras premium yang tadinya Rp16.000 perkilo sekarang menjadi Rp14.500 perkilo," katanya.
Pasokan Beras Bulog
Menurut Acin, dengan adanya tambahan pasokan beras Bulog di Pasar Johar sangat berdampak terhadap penurunan harga beras.
Untuk diketahui, Pasar Johar Karawang merupakan pasar grosir produsen yang juga mempengaruhi kondisi perberasan di Jabodetabek.Â
Sebelumnya, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mengaku kesulitan untuk memperoleh kualitas beras premium menjelang bulan puasa Ramadan. Selain langka, harga beras premium juga mengalami kenaikan tajam dari sebelumnya.
Sekretaris Jenderal Ikappi Reynaldi Sarijowan mencatat, saat ini harga beras kualitas premium rata-rata telah mencapai Rp18.000 per kilogram. Angka ini naik hingga 20 persen dari harga normal tahun 2023.
Reynaldi mengungkap, kelangkaan hingga harga beras naik untuk jenis premium ini disebabkan mundurnya musim tanam akibat El Nino hingga program bantuan sosial. Sehingga, mempengaruhi produksi padi di saat musim panen.
"Kemudian tahun lalu produksinya terbatas sehingga konsumsi tinggi yang terjadi ialah ketidakseimbangan antara supply and demand (pasokan dan permintaan," imbuhnya.
Jokowi Mau Impor Beras 1,6 Juta Ton Buat Isi Gudang Bulog
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA), Arief Prasetyo Adi, menyampaikan pemerintah akan kembali melakukan impor beras sebanyak 1,6 juta ton.
Importasi ini dilakukan untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang milik Bulog.
"Kalau nanti ada penambahan 1,6 juta ton (impor beras), itu hanya kita memastikan bahwa teman-teman Bulog itu sudah siap,"Â kata Arief kepada awak media usai meninjau pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024)Â Arief menyebut, rencana impor beras sebanyak 1,6 juta ton ini telah mendapatkan restu dari Presiden Jokowi maupun kementerian teknis terkait. Impor ini penting dilakukan untuk memastikan stok CBP tercukupi di tengah tren penurunan produksi pangan dunia.
"Daripada nanti belum ada kuotanya, kemudian nanti rapat-rapat kelamaan, itu (impor beras) sudah disiapkan. Karena Pak Presiden (Jokowi) dan menteri, kementerian, ini semua maunya cepat," tegasnya.
Impor Beras 1,6 Juta Ton
Dia memastikan, proses impor 1,6 juta ton yang dilakukan pemerintah akan dilaksanakan secara terukur. Dengan ini, dibukanya keran impor beras tidak menjatuhkan harga gabah petani saat musim panen raya.
"Nanti tinggal kita kontrol, kapan masuknya (beras impor) dan kita tetap jaga importasi yang terukur, ya," tegasnya.
Meski demikian, tidak disebutkan negara asal impor beras untuk Indonesia. Termasuk besaran anggaran yang disiapkan untuk melalukan impor beras 1,6 juta ton.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta ada stok minimal di Bulog sebesar 1,2 juta ton. Bahkan, beras Bulog di gudang diharapkan meningkat 3 juta ton ketika produksi beras nasional masih menunggu musim panen raya.Â
Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Terbongkar, Biang Kerok Produktivitas Padi dan Beras Indonesia Rendah
Pengamat Ekonomi Pertanian Prof. Dr Bustanul Arifin mengatakan produktivitas padi Indonesia masih rendah karena masih bergantung luas panen ketimbang inovasi.
"Produktivitasnya itu rendah sekali," Pengamat Ekonomi Pertanian Prof. Dr Bustanul Arifin saat menjadi pembicara dalam acara Agromaritim Outlook 2024 di Bogor, Selasa (27/2/2024).
Secara rinci, berdasarkan data BPS produktivitas padi pada 2018 sebesar 5,20 ton per hektar. Kemudian pada 2019 turun menjadi 5,11 ton per hektar.
Selanjutnya, di tahun 2020 angkanya naik tipis hanya mencapai 5,13 ton. Namun pada 2021 produktivitas padi mencapai 5,23 ton per hektar. Kemudian pada 2022 produktivitas padi di tanah air hanya mencapai 5,24 ton. Naik tipis di tahun 2023 sebesar 5,26 ton per hektar.
"Jadi sudah jungkir balik, teman-teman di pemerintahan juga sudah berusaha keras meningkatkan produktivitas, tapi hasilnya belum banyak," ucap Wakil Kepala Dewan Pakar Himpunan Alumni IPB ini.
Arifin menyampaikan produktivitas tanaman padi Indonesia masih rendah karena masih minimnya pemanfaatan riset, inovasi, dan adopsi teknologi.
"Karena lebih banyak mengandalkan luas panen makanya begitu luas panen terganggu karena El Nino, produktivitasnya juga tidak akan naik," ujarnya.
Untuk itu, pemerintah harus segera membuat strategi perubahan untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian di tengah pesatnya pertumbuhan penduduk. Manajemen inovasi serta sinergi research dan development menjadi sangat penting.
Bustanul menyampaikan bahwa guna meningkatkan produktivitas lahan pemerintah harus memberikan insentif kepada para petani untuk melakukan perubahan teknologi. Selain itu, peningkatan akses pertanian seperti pupuk, benih, mengembangkan smart farming, pertanian presisi, dan digitalisasi rantai nilai.
"Inovasi kita rendah. Secara teori IPB sudah mengembangkan smart farming, tapi belum diadopsi. Jadi ini PR (pekerjaan rumah) bagi kita untuk mem-push teman-teman di pemerintahan untuk bisa mengadopsi ini," kata dia. (Achmad Sudarno)
Â
Harga Pangan Masih Mahal Meski Ada Insentif, Bos Bapanas Sentil Pemda
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, harga pangan dipengaruhi faktor pasokan dan permintaan (supply and demand). Dia meminta ada keterlibatan pemerintah daerah dalam mengendalikan harga pangan di pasaran.
Beberapa bahan pangan masih terbilang mahal bagi kantong masyarakat. Misalnya, Beras Premium Rp 16.370 per kg, Beras Medium Rp 14.300 per kg, Bawang putih bonggol Rp 39.000 per kg, Bawang merah Rp 34.330 per kg.
Lalu, cabai merah keriting Rp 68.570 per kg, daging ayam ras Rp 36.840 per kg, telur ayam ras Rp 29.900 per kg, gula konsumsi Rp 17.640 per kg, hingga minyak goreng kemasan sederhana Rp 17.580 per liter.
"Bahwa ini masalah ini sebenarnya masalah supply and demand. Kalau satu daerah itu angkanya tinggi produksi-nya, satu daerah rendah, ya berarti tinggal kerja sama antar daerah, enggak sesulit yang dibayangkan," ujar Arief di Hotel The Margo, Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).
Dia mengatakan, beberapa bahan pangan bahkan bisa ditanam secara mandiri atau dengan skala-skala yang tak terlalu besar. Contohnya, menanam cabai di kantong-kantong kecil seperti polibag.
"Cabai juga bisa ditanam pakai polibag atau apa, maksudnya, harusnya ini bisa diatasi tidak hanya dari Pemerintah Pusat tapi dari seluruh pemerintah daerah," ujar dia.
Guna mengendalikan harga pangan di pasaran, Arief bilang pemerintah pusat sering menggelar rapat secara rutin terkait Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Salah satu perintahnya adalah melakukan mobilisasi stok bahan pangan dari daerah surplus ke daerah yang kekurangan.
Advertisement
Ada Insentif
Melalui pengendalian stok itu, diharapkan harga jual di tingkat konsumen akhir pun bisa stabil dan bahkan turun.
"Tugas setiap pemda, pimpinan daerah itu kalau ngikutin rapat mingguan dengan Menteri Dalam Negeri mengenai Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) itu tugas pemimpin-pemimpin di daerah untuk memobilisasi, memitigasi, mindahin stok," urainya.
Untuk menggenjot hal tersebut, Arief menegaskan pemerintah juga telah mengalokasikan insentif berupa bantuan dana untuk mobilisasi bahan pangan tadi. Angkanya tak main-main, ada daerah yang mendapat alokasi hingga Rp 11 miliar.
"Ada insentif fiskal dari Menteri Keuangan yang bisa dipakai, beberapa daerah itu dapat Rp 11 miliar, Rp 10 miliar itu uangnya dipakai buat mobilisasi stok," tegas dia.
Â