Liputan6.com, Jakarta Jepang mengoreksi data kinerja ekonominya di kuartal terakhir 2023, yang menunjukkan negara itu berhasil lolos dari jurang resesi.
Melansir CNN Business, Selasa (12/3/2024) perekonomian Jepang tumbuh 0,4 persen secara tahunan pada kuartal terakhir 2023 dibandingkan kuartal sebelumnya, lebih baik dari perkiraan awal yang memperkirakan kontraksi 0,4 persen, menurut data pemerintah negara itu.
Baca Juga
Tantang Jepang di Kualifikasi Piala Dunia 2026, Jay Idzes Tegaskan Timnas Indonesia Punya Peluang Menang
Pemain Jepang Dipayungi Sekuriti Saat Hujan, Warganet Singgung Bahrain yang Ragukan Keamanan Bertanding di Indonesia
Tak Singgung 3 Poin, Shin Tae-yong Usung Ambisi Ini Jelang Timnas Indonesia vs Jepang
Data baru ini berarti perekonomian Jepang, yang kini merupakan perekonomian terbesar keempat di dunia setelah Jerman, terhindar dari resesi teknis berkat belanja perusahaan yang lebih besar dari perkiraan untuk pabrik dan peralatan.
Advertisement
Pada basis kuartal-ke-kuartal, PDB Jepang tumbuh sebesar 0,1 persen, dibandingkan dengan penurunan awal sebesar 0,1 persen dan perkiraan median untuk kenaikan sebesar 0,3 persen.
Selain itu, belanja modal juga meningkat 2,0 persen kuartal-ke-kuartal, lebih baik dari penurunan awal sebesar 0,1 persen yang diumumkan pemerintah, namun di bawah perkiraan median pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 2,5 persen,
Revisi angka ekonomi Jepang terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi pasar terhadap Bank of Japan untuk menghentikan suku bunga negatif awal bulan ini, sebagian dipicu oleh komentar hawkish anggota dewan baru-baru ini bahwa Jepang bergerak menuju target inflasi bank sentral sebesar 2 persen,
BOJ dijadwalkan mengadakan pertemuan penetapan kebijakan selama dua hari pada 18 dan 19 Maret mendatang.
Sementara itu, konsumsi swasta, yang menyumbang sekitar 60 persen perekonomian Jepang, turun 0,3 persen pada akhir 2023, sedikit lebih rendah dari penurunan perkiraan awal sebesar 0,2 persen.
Jepang pada pekan lalu melihat upah riil yang disesuaikan dengan inflasi pada bulan Januari menyusut selama 22 bulan berturut-turut, sementara belanja rumah tangga tahun-ke-tahun pada bulan yang sama menandai penurunan terbesar dalam 35 bulan.
Sedangkan permintaan eksternal menyumbang 0,2 poin persentase terhadap PDB riil Jepang, tidak berubah dari angka awal.
Jepang dan Inggris Resesi, Bos BI Cemas Ganggu Ekonomi Dunia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Jepang dan Inggris yang memasuki resesi dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia ke depan.
Diketahui, Produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi 0,4 persen, dan produk domestik bruto negara Inggris menyusut 0,3 persen keduanya mengalami resesi.
"Kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam 2 triwulan berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia kedepan," kata Perry dalam konferensi pers RDG Februari 2024, Rabu (21/2/2024).
Padahal kata Perry, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.
Ekonomi global diperkirakan tumbuh sebesar 3,1 persen pada tahun 2023 dan 3 persen pada tahun 2024, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya yang 3 persen dan 2,8 persen.
Menurutnya, meningkatnya prediksi tersebut dipengaruhi oleh perbaikan yang utamanya ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat dan India sejalan dengan investasi dan konsumsi yang tinggi.
Ekonomi Tiongkok Lemah
Sementara itu, BI mencatat pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih lemah, apalagi ditambah dengan adanya kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang masuk dalam jurang resesi dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Disisi lain, eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut juga dapat mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunan inflasi global.
"Perkembangan ini mengakibatkan ketidakpastian di pasar keuangan dunia masih tinggi," pungkasnya.
Advertisement
Jepang dan Inggris Resesi, Erick Thohir Bongkar Cara Ekonomi Indonesia Tetap Moncer
Menteri BUMN Erick Thohir menilai Indonesia tidak terancam oleh jurang resesi, meski Jepang dan Inggris saat ini tengah resesi. Dia menilai, ada peluang bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi.
Dia mengatakan, saat ini saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,05 persen, lebih tinggi dari banyak negara di dunia. Erick tak menutup kemungkinan ekonomi Tanah Air bisa tumbuh 5,5 persen tahun depan.
"Ketika banyak negara resesi tapi sebenarnya itu ada kesempatan untuk Indonesia tumbuh, tinggal bisa enggak kita, yang tadi saya sampaikan, konsolidasi," ujar Erick usai Groundbreaking Gedung BNI di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, Banten, Selasa (20/2/2024).
Konsolidasi yang dimaksudnya adalah adanya kerja sama antara pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Utamanya, untuk memberikan kemudahan bagi masuknya investasi ke Indonesia. Dengan begitu, ekonomi nasional bisa ikut terkerek.
"Pemerintah pusat, pemerintah daerah lebih mempermudah perizinan, perizinan berinvetasi, perizinan juga untuk lahan dan lain-lain, dan di situlah tentu bagaimana juga kita mendorong yang namanya swasta untuk tumbuh, BUMN untuk tumbuh, dan investasi bisa masuk yang sebesar-besarnya," papar Erick Thohir.
Dia menegaskan, saat negara-negara besar di dunia terancam resesi, Indonesia punya peluang untuk tumbuh lebih cepat. Lagi-lagi, kuncinya adalah ramah terhadap investor.
"Jadi ketika misalnya Inggris ada resesi, Jepang ada resesi bukan berarti kita menuju resesi, ya dimana justru itulah oportunity ketika negara lain memperlambat, kita mempercepat pertumbuhannya, tinggal konteksnya bisa enggak kita memperbaiki diri kita sendiri supaya lebih friendly kepada market, friendly kepada investment," tuturnya.
Jepang dan Inggris Resesi, Sri Mulyani Sebut Ekonomi Negara Maju Tertekan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa perekonomian negara-negara maju mulai mengalami tekanan, termasuk Jepang dan Inggris yang sudah masuk jurang resesi.
Menurut, Sri Mulyani, tekanan yang dialami oleh negara-negara maju itu dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi yang terjadi diberbagai negara.
"Tahun ini kan beberapa lembaga memang menyampaikan bahwa kinerja dari perekonomian negara-negara maju akan cukup tertekan karena kenaikan suku bunga di berbagai negara cukup tinggi dalam waktu yang sangat singkat jadi pasti mempengaruhi kinerja ekonomi mereka," kata Menkeu Sri Mulyani saat ditemui usai menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan OJK 2024, Selasa (20/2/2024).
Kenaikan suku bunga itulah yang menyebabkan proyeksi dan outlook ekonomi bagi banyak negara maju, terutama G7 yang meliputi Amerika Serikat, Italia, Inggris, Prancis, Jepang, Kanada, dan Jerman akan cenderung melemah.
"Ini menjadi tantangan untuk lingkungan global kita semua, nanti kita lihat minggu depan kan saya menghadiri G20 di Brasil pasti nanti akan ada update mengenai kondisi perekonomian global," ujarnya.
Dampak Perang
Namun, khusus untuk Jepang dan Inggris, kata Sri Mulyani, keadaan perekonomian kedua negara tersebut sudah cukup lemah. Kemungkinan karena dampak perang antara Rusia dan Ukraina, sehingga mempengaruhi kebijakan ekonominya.
"Tapi negara negara maju seperti yang tadi disebutkan yang mengalami resesi ya memang mereka sudah cukup lemah, entah karena perang di Ukraina yang mempengaruhi utamanya Eropa dan juga Jepang. Eropa secara general juga akan terpengaruh dari kebijakan ekonomi terutama suku bunga naik," pungkasnya.
Advertisement