Penjualan Minuman Ringan Tumbuh 3% pada 2023, Penyumbang Terbesar Air Mineral

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo menuturkan, tanpa penjualan air mineral, industri minuman ringan catat pertumbuhan negatif 2,6 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Mar 2024, 12:28 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2024, 12:28 WIB
PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO) merilis kinerja keuangan pada kuartal I 2022 yang catat pertumbuhan laba dan pendapatan (Dok: PT Sariguna Primatirta Tbk)
Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menyebutkan tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan 3,1 persen dari 2022-2023. (Dok: PT Sariguna Primatirta Tbk)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menyebutkan tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan 3,1 persen dari 2022-2023.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo mengatakan, penyumbang utama dari pertumbuhan tersebut adalah air mineral

Menurut Triyono, tanpa penjualan air mineral, industri minuman ringan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,6 persen.

"Antara 2022 sampai 2023 ada pertumbuhan 3,1 persen kalau kita lihat secara total. Tapi penyumbang utama dari pertumbuhan itu hanya air mineral, kalau kita keluarkan (air mineral) pertumbuhan industri adalah minus 2,6 persen," kata Triyono dalam Konferensi Pers bertajuk "Kinerja Industri Minuman di Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024" di Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2024).

Triyono menyebut, berdasarkan kategori, air mineral sangat mendominasi yakni kontribusinya sebesar 60 persen terhadap pertumbuhan di industri minuman. Urutan kedua adalah teh dalam kemasan.

"Kalau kita lihat per kategori utama itu masih minuman air mineral mendominasi sekitar 60 persen dari total volume. Nomor dua adalah teh dalam kemasan," ujarnya.

Hal itulah menjadi tantangan bagi pelaku usaha industri minuman, agar ke depan penjualan berbagai kategori minuman bisa merata.

"Ini menjadi tantangan kami melihatnya belum sustainable dan belum kuat karena masih bergantung pada satu kategori, idealnya kategori-kategori lain bisa tumbuh, nyatanya tidak, dan ini menjadi tantangan bagi kami," pungkasnya.

 

Dampak Pandemi

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo, mengatakan selama masa pandemi covid-19 terjadi penurunan penjualan minuman ringan hingga 50 persen.

"Kita semua tahu covid itu dampaknya bagaimana, bagi industri minuman sangat-sangat signifikan kita melihat penurunan penjualan bisa mencapai 45-50 persen," kata Triyono dalam Konferensi Pers bertajuk “Kinerja Industri Minuman di Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024” di Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2024).

Menurutnya, selama masa pandemi pada tahun 2020 hingga 2021 merupakan masa-masa sulit bagi industri minuman di dalam negeri.

"Benar-benar suatu kondisi bagi industri minuman sangat-sangat menyedihkan, sangat penuh dengan tantangan," ujarnya.

Adapun hingga kini, industri minuman ringan masih dalam proses pemulihan pasca covid-19. Dalam paparannya, tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen dari 2022 hingga 2023 secara year on year.

Namun, penyumbang utama dari pertumbuhan tersebut adalah air mineral. Kata Triyono, tanpa penjualan air mineral, industri minuman ringan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,6 persen.

Lebih lanjut, Triyono menyebut bahwa industri makanan dan minuman (mamin) berkontribusi signifikan terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia, dan merupakan salah satu industri penyerap tenaga kerja terbesar.

Teknologi Bantu Industri Makanan Minuman Hadapi Tantangan

Ilustrasi industri makanan dan minuman
UKM di Kota Tangerang difasilitasi uji laboratorium untuk kepentingan kemasan. Sehingga, para pelaku usaha kecil tersebut bisa memasarkan lebih luas lagi berbagai produk makanan tersebut.

Sebelumnya diberitakan, dukungan teknologi dinilai akan memperkuat industri makanan dan minuman  untuk menghadapi tantangan mulai dari dampak geopolitik, perubahan iklim, krisis kesehatan, krisis logistik yang membuat harga pangan tinggi, kebijakan pembatasan oleh negara maju, hingga melonjaknya harga energi.

“Semua tantangan ini harus kami hadapi tahun depan dan seterusnya. Oleh karena itu, kami perlu mengantisipasi. Salah satu yang penting bagi industri makanan dan minuman adalah bagaimana kami harus didukung teknologi,” kata Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman dalam konferensi Agri-Food Tech Expo Asia (AFTEA) 2023 melansir Antara di Jakarta, Rabu (3/8/2023).

Adhi menilai adopsi teknologi baik industri 4.0, maupun inovasi dan teknologi dalam mendukung industri pangan dan agro.

Gapmmi pun menyambut  pameran AFTEA 2023 untuk memamerkan perkembangan inovasi dan teknologi untuk produk/jasa agro dan makanan dari hulu ke hilir.

Ia berharap akan ada teknologi dari Indonesia yang bisa ditampilkan dalam ajang internasional tersebut guna mendongkrak daya tarik perusahaan yang ingin mengembangkan diri.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Jarot Indarto mengatakan untuk mencapai target Indonesia menjadi negara maju di 2045, tantangan utama yang dihadapi adalah produktivitas.

“Kalau soal produktivitas, salah satu beban untuk mengangkat itu adalah di sektor pangan dan pertanian. Transformasi di sektor pangan dan pertanian itu jadi kontribusi besar bagaimana kita menuju negara maju 2045,” ujar dia.

 

Cari Peluang

Bappenas, lanjut Jarot, terus mencari peluang agar sektor pangan dan pertanian bisa meningkatkan produktivitasnya salah satunya dengan bioekonomi.

Jarot menyebut potensi bioekonomi di bidang pangan dan pertanian dinilai sangat besar. Pihaknya pun tengah mengidentifikasi dan memetakan inovasi yang sudah berkembang. Namun, diakuinya, saat ini inovasi dan teknologi itu masih terbatas pada pengembangan di kementerian/lembaga.

“Pameran ini membantu kami memperluas perspektif kami soal inovasi dan teknologi yang dilakukan pelaku lainnya baik dari asosiasi atau swasta. Harapannya, kita bisa membawa investasi yang signifikan di sektor pangan dan pertanian,” katanya.

Sementara itu, Event Director Constellar Wendy Chng Petit, selaku penyelenggara AFTEA 2023 mengatakan ajang pameran tersebut digelar untuk memberi kesempatan pelaku bisnis agrikultur RI untuk berbagi wawasan dan membangun jaringan untuk memajukan teknologi agrikultur di Tanah Air. 

“Kami menyediakan ruang untuk meningkatkan peluang jejaring antara pembeli dan penjual di pameran ini,” kata Wendy. AFTEA 2023 akan digelar pada 31 Oktober-2 November 2023 di Sands Expo & Convention Center, Singapura, dengan mengangkat tema “Meningkatkan Ekosistem Pangan untuk Masa Depan yang berkelanjutan” dan fokus pada tiga hal yaitu inovasi, keberlanjutan dan keamanan.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya