Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meminta kepada seluruh pihak terutama bank untuk meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat. Berdasarkan data yang dimilikinya, kepemilikan rekening penduduk Indonesia di lembaga keuangan formal masih perlu ditingkatkan.
Airlangga menjelaskan, masih ada 23,7 persen masyarakat usia dewasa di Indonesia yang belum memiliki rekening di lembaga keuangan.
Baca Juga
"Kita juga perlu dorong optimalisasi kepemilikan rekening di berbagai kelompok masyarakat, masyarakat usia dewasa yang belum memiliki akun di lembaga formal ini besarnya sebesar 23,7 persen," kata Airlangga dalam Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Jumat (22/3/2024).
Advertisement
Persoalan ini muncul lantaran masih adanya kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat. Pada tahun 2023, tingkat inklusi keuangan di Indonesia tercatat sebesar 88,7 persen, atau lebih tinggi dari tahun 2022 yang sebesar 85,1 persen.
Capaian tersebut lebih tinggi sebesar 0,7 poin persentase dari target yang ditetapkan untuk tahun 2023 yakni sebesar 88 persen. Namun, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih belum setinggi capaian inklusif keuangan masyarakat.
Adapun, peningkatan keuangan inklusif nasional ini didorong dengan capaian tiga indikator utama berupa jangkauan akses, penggunaan produk keuangan, dan kualitas yang secara umum juga mengalami peningkatan signifikan. Saat ini telah terdapat 53,9 juta rekening pelajar, 150,7 juta akun uang elektronik, dan 30 juta merchant QRIS.
Sementara itu, untuk program jaminan sosial terdapat 1,11 juta penyaluran Kartu Prakerja dan pembiayaan bersubsidi kepada 4,64 juta debitur KUR. Sedangkan, untuk menjangkau masyarakat di area perdesaan juga telah terdapat 1,18 juta agen Laku Pandai dan 932 ribu agen Layanan Keuangan Digital.
Meski tingkat inklusi keuangan telah menunjukkan pencapaian target secara nasional, namun pemerintah terus berupaya memangkas berbagai tantangan ke depannya. Seperti pengurangan kesenjangan tingkat inklusi keuangan dengan tingkat literasi, pengurangan disparitas antardaerah dan antar kelompok sosial-ekonomi, optimalisasi kepemilikan rekening pada berbagai kelompok masyarakat, hingga peningkatan literasi digital.
Inklusi Keuangan Indonesia Capai 88,7% di 2023
Inklusi keuangan di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Menko Airlangga mengatakan, tingkat inklusi keuangan Indonesia pada 2023 lalu mencapai 88,7%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 85,1%.
"Tingkat inklusi keuangan Indonesia tercatat 88,7 persen, ini lebih tinggi dari tahun lalu sebesar 85,1 persen dan ini lebih tinggi daripada target yaitu sebesar 88 persen," kata Airlangga.
Ia mengatakan, tingkat inklusi keuangan terus meningkat sejak ditetapkannya Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) pada tahun 2016, dengan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 3% poin persentase.
Airlangga melanjutkan, terdapat tiga indikator utama dari inklusi keuangan, di antaranya yang diukur dari indikator jangkauan akses, penggunaan produk keuangan, kualitas secara umum yang juga meningkat secara signifikan.
Menko Irlangga memaparkan, pada 2020 tingkat inklusi keuangan mencapai 81,4%, berlanjut meningkat pada 2021 menjadi 83,6%, dan pada 2022 meningkat ke 85,1%, hingga 88,7% di 2023.
Selain itu, dari sisi kepemilikan maupun penggunaan keuangan, juga mengalami kenaikan dan terus meningkat dalam 10 tahun terakhir.
“Tingkat kepemilikan akun telah mencapai 76,3% di tahun 2023 dan capaian ini lebih tinggi 0,3% dari pada target sebesar 76%,” beber Airlangga.
Advertisement
Literasi dan Inklusi Keuangan Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sebelumnya, pemerintah melalui OJK dan juga Bank Indonesia terus meningkatkan literasi keuangan dan inklusi keuangan di Indonesia. Pasalnya, misi Indonesia Emas 2045 akan sulit terwujud jika literasi keuangan Indonesia masih rendah.
Saat ini, Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen.
Hal ini berarti masih banyak masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan layanan jasa keuangan. Alhasil tidak sedikit masyarakat yang terjebak dalam berbagai masalah keuangan seperti pinjol dan investasi ilegal.
Gubernur Provinsi Bengkulu, Rohidin Mersyah mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menghambat perekonomian adalah rendahnya literasi keuangan.
Menurutnya, literasi keuangan adalah upaya mengenal, memahami, dan mengambil keputusan dalam mengelola keuangan. Kalau literasi keuangan seseorang bagus mreka bisa mengenal dan memahami lembaga keuangan termasuk pelaku usaha keuangan.
"Setelah kenal dia pahami, oh ternyata produknya ini, asuransi ini, lembaga pembiayaan ini dan sebagainya. Tinggal ujungnya ini kalau masih ragu tinggal konsultasikan ke OJK, benar tidak lembaga ini, legal tidak. Setelah itu ujungnya ambil keputusan, owh kalau nabung harus ke bank, investasi harus ke sini, dengan begitu tidak mungkin kita tertipu dengan pinjol, janji-janji investasi. Dan sikap pruden (hati-hati) menjadi sebuah kunci," kata Rohidin dalam acara Desaku Cakap Keuangan, Senin (26/2/2024).
Oleh sebab itu, Ia mengapresiasi kegiatan Desaku Cakap Keuangan ini yang bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat Bengkulu.
Berdasarkan SNLIK, indeks literasi keuangan Provinsi Bengkulu tercatat mencapai 30,39%, masih berada di bawah rata-rata Nasional yang berada di angka 49,68%.
Pentingnya Digital dan Internet
Sementara itu, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan informatika RI (Kominfo), Usman Kansong mengatakan, peningkatan akses keuangan bisa dilakukan melalui digital dan internet, namun masyarakat harus melek keuangan dalam membedakan lembaga keuangan resmi dan ilegal.
Namun Usman mengingatkan, tidak semua pinjaman online itu legal. Sejak tahun 2017 hingga 2023, OJK bersama dengan Kominfo telah memblokir 6.895 entitas, pinjol, investasi, dan gadai ilegal. Meski telah banyak yang ditutup namun faktanya masih ada saja penawaran pinjaman online dan investasi ilegal yang bermunculan di masyarakat.
"Ciri-ciri pinjol ilegal itu tidak terdaftar, kemudian mudah memberikan pinjamannya tapi bunga dan dendanya tinggi. Kemudian menawarkan pinjaman lewat Whatsapp dan SMS, meminta akses data pribadi bahkan meminta data teman dekat, keluarga, saudara. Selanjutnya pinjol ilegal biasanya melakukan penagihan tidak beretika seperti meneror," tegasnya.
Lebih lanjut, dia bilang, ciri-ciri investasi ilegal menjanjikan keuntungan tidak wajar, menjanjikan bonus besar, melakukan promosi mewah dan ditunjukkan investor sukses, serta legalitasnya tidak jelas.
Advertisement