Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menghadiri Ministerial Roundtable Meeting World Energy Congress (WEC) di Rotterdam, Belanda, Rabu (24/4).
Dalam forum tersebut, Menteri Arifin menegaskan kembali komitmen Indonesia dalam mendukung upaya global untuk mempercepat transisi energi. Hal itu dibuktikan dengan target Enhanced Nationally Determined Contribution (e-NDC) yang telah disampaikan Indonesia kepada dunia internasional di tahun 2022 lalu.
"Dalam dokumen tersebut, Indonesia meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 32%, dari sebelumnya 29% dengan upaya sendiri, dan 43% melalui bantuan internasional, dari yang sebelumnya 41%," ujar Arifin.
Advertisement
Arifin mengatakan pemerintah Indonesia saat ini tengah menyusun target yang lebih ambisius dalam mengurangi emisi GRK, yang nantinya akan disampaikan ke dunia internasional dengan dituangkan ke dalam dokumen NDC kedua. Dokumen tersebut menjadi bagian upaya Indonesia untuk terus meningkatkan komitmennya dalam mengatasi dampak perubahan iklim global.
Untuk mencapai target tersebut, Arifin menekankan bahwa diperlukan kesiapan dan ketersediaan sumber daya mineral kritis. Mineral kritis sangat diperlukan karena merupakan bahan dasar untuk elemen dalam teknologi bersih, seperti untuk panel surya dan lainnya.
"Hal itu sejalan dengan usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi penggunaan sumber bahan bakar fosil dan meningkatkan pemanfaatan sumber energi yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT)," imbuhnya.
Dorong Pemanfaatan Mobil Listrik
Arifin menjelaskan upaya lain yang dilakukan Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi adalah dengan mendorong pergeseran pemanfaatan mobil listrik untuk menggantikan mobil berbasis energi fossil, dengan cara menawarkan kemudahan kepemilikan dengan insentif yang menarik.
"Di sektor industri, inovasi untuk mengganti boiler konvensional dengan boiler listrik dan teknologi pompa panas dapat meningkatkan efisiensi energi sebesar 75%-95% dan mengurangi emisi sebesar 20%-60%. Juga mengintensifkan teknologi penangkapan dan penyimpanan CO2 dalam produksi hidrogen untuk industri baja dan petrokimia," terangnya.
Meski demikian, Arifin menyebut bahwa semua hal tersebut harus membutuhkan kolaborasi yang sangat luas, tidak hanya dengan seluruh stakeholder di dalam negeri, namun juga membutuhkan kolaborasi antar negara untuk mempercepat transisi menuju energi bersih.
"Kolaborasi tidak hanya didasarkan pada prinsip-prinsip perdagangan dan investasi, tetapi juga mempertimbangkan keuntungan antar pihak, dengan peningkatan industri lokal, konten lokal, penciptaan lapangan kerja, dan interkonektivitas regional serta pendanaan," pungkas Arifin.
Advertisement
Redesigning Energy for People and Planet
Sebagai informasi, pertemuan the 26th World Energy Congress yang diselenggarakan oleh World Energy Council bersama dengan Ministry of Economic Affairs and Climate Policy Pemerintah Belanda pada 22-25 April 2024 mengambil tema 'Redesigning Energy for People and Planet'.
Kongres ini merupakan pertemuan energi global yang akan menghadirkan lebih dari 200 pembicara C-suite dan kurang lebih 70 Menteri, serta lebih dari 7000 pemangku kepentingan di energi internasional guna memungkinkan dialog antar pemerintah tingkat tertinggi dan menyatukan dunia usaha dan komunitas untuk mewujudkan transisi energi yang lebih cepat, adil, dan terjangkau luas.
(*)