Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati telah mengumpulkan pajak dari transaksi kripto. Data Kemenkeu mencatat, ada Rp 112 miliar yang sudah dikumpulkan dari pajak kripto.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo mengungkapkan besaran pajak kripto saat ini sudah diberlakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2022. Ada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipungut pemerintah.
Baca Juga
"Saya sampaikan update juga untuk tahun 2024 untuk transaksi kripto terkumpul pajak Rp 112 miliar, PPh dan PPN," ujar Suryo dalam Konferensi Pers APBN KiTa, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Dia merinci, sejumlah pajak yang sudah disetor ke pemerintah. Diantaranya, PPh atas transaksi kripto terkumpul Rp 52 miliar. Sementars itu, PPN atas transaksi kripto sudah terkumpul Rp 59 miliar.
Advertisement
"PPh nya ada di angka Rp 52 miliar sedangkan di PPN-nya ada di angka Rp 59 miliar khusus untuk atas transaksi kripto," ucapnya.
Besaran Pajak
Kemudian, mengenai besaran pajak yang berlaku berdasarkan aturan tadi, Suryo mengatskan PPN untuk transaksi kripto ditentukan sebesar 0,11 persen bagi setiap transaksi. Sementara, untuk pajak penghasilan ditetapkan 0,1 persen per transaksi.
"Jadi sudah sangat rendah hampir sama dengan transaksi saham di bursa," tegasnya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
DJP Gandeng Kantor Pajak Australia demi Genjot Kepatuhan Pajak Kripto
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia dan Kantor Pajak Australia (ATO) menandatangani Nota Kesepahaman untuk pengaturan pertukaran informasi cryptocurrency pada 22 April 2024 di Kedutaan Besar Australia di Jakarta.
Pengaturan ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di salah satu negara. Artinya, otoritas pajak dapat berbagi data dan informasi terkait aset kripto dengan lebih baik, serta bertukar pengetahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan.
Direktur Perpajakan Internasional DJP, Mekar Satria Utama mengatakan MoU ini mencerminkan perlunya otoritas pajak untuk inovatif dan kolaboratif untuk mengimbangi perubahan global yang cepat dalam teknologi keuangan.
"Meskipun aset kripto relatif baru, kebutuhan untuk memastikan perpajakan yang adil tetap penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan pendapatan bagi investasi publik yang penting di berbagai bidang seperti infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan,” kata Mekar, dikutip dari siaran pers pada situs kedutaan Australia di Jakarta, Kamis (25/4/2024).
Advertisement
Hubungan DJP dan ATO
Asisten Komisaris ATO, Belinda Darling menegaskan pengaturan tersebut didasarkan pada hubungan yang kuat antara DJP dan ATO.
"Kemitraan antara DJP dan ATO sudah berjalan hampir dua dekade dan kini fokus pada penguatan sistem perpajakan di kedua negara dan meningkatkan kolaborasi kita dalam menghadapi tantangan global yang kompleks,” ujar Belinda.
ATO dan DJP telah berkolaborasi dalam berbagai prioritas DJP, termasuk modernisasi dan digitalisasi layanan wajib pajak melalui pembentukan asisten pajak virtual, dan penerapan pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa digital. ATO dan DJP terus bermitra dengan DJP terkait perpajakan internasional dan reformasi yang lebih luas.
Perjanjian terbaru ini menggarisbawahi komitmen bersama antara Indonesia dan Australia untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi lanskap keuangan yang terus berkembang, memastikan kerangka perpajakan yang adil dan berkelanjutan di era digital.