Liputan6.com, Jakarta - Direktur Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat menyoroti tujuan pembangunan berkelanjutan, atau SDGs 2030 di bidang air yang masih jauh dari harapan.
"Laporan dari Sekjen PBB terakhir menyatakan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan 2030 di sektor air sangat jauh dari harapan, atau off track. Kurang lebihnya, baru 12 persen yang tercapai dari target 100 persen di tahun 2030," ujarnya dalam Forum Merdeka Barat (FMB), Senin (29/4/2024).
Baca Juga
Menurut dia, pencapaian angka tersebut punya keterkaitan erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan di bidang kemiskinan, kelaparan, kesehatan, hingga pendidikan.
Advertisement
Tak kalah penting, Tri menilai konflik geopolitik di berbagai penjuru bumi turut memperparah situasi krisis air yang terjadi saat ini.
"Situasi di Gaza, Yaman, Ukraina, dan beberapa bagian dunia lain juga memperburuk krisis air yang terjadi. Sekali lagi juga mempersulit akses masyarakat terhadap air dan sanitasi yang layak," imbuhnya.
Situasi saat ini semakin diperparah dengan dampak perubahan iklim dan meningkatnya konflik di berbagai belahan dunia. Kemudian populasi yang terus melambung, termasuk urbanisasi yang tidak terkendali.
Untuk memberi gambaran global bagaimana situasi hari ini, Tri merujuk ke laporan dari UN Water 2024. Laporan ini secara gamblang memberikan gambaran bahwa setengah dari populasi dunia saat ini mengalami masalah serius dengan ketersediaan air.
"Dari sisi angka, di tahun 2022, 2,2 miliar orang hidup tanpa akses air minum yang dikelola secara baik dan benar. Selain itu, 3,5 miliar orang juga kekurangan akses terhadap sanitasi yang dikelola secara aman," terangnya.
Indonesia tidak tinggal diam menyikapi situasi seperti ini. Tri mengatakan, gelaran Word Water Forum (WWF) ke-10 yang akan digelar di Bali pada 18-25 Mei 2024 nanti sebagai event sangat tepat di tengah berbagai situasi sulit yang dihadapi, dalam konteks masalah air globl.
"Indonesia tidak ingin dikenang hanya sebagai event organizer yang sukses, tapi juga kita akan meninggalkan legacy yang baik dari pelaksanaan WWF 10," tegas Tri.
"Presiden Joko Widodo di berbagai kesempatan juga telah menggaungkan pentingnya perhatian dunia terhadap tema dari WWF 10, yaitu water for prosperity, yaitu air untuk kesejahteraan bersama," pungkasnya.
Indonesia Optimistis World Water Forum ke-10 Bakal Lahirkan Solusi untuk Krisis Air Global
Sebelumnya, sebagai tuan rumah, Indonesia optimistis bahwa World Water Forum ke-10 yang diselenggarakan di Bali, 18-25 Mei 2024, akan menghasilkan solusi konkret untuk mengatas persoalan air secara global.
Terlebih, Indonesia juga dapat membagikan pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tata kelola air. Ini termasuk pemanfaatan teknologi untuk efisiensi air dalam berbagai sektor seperti pertanian, pertambangan, industri dan pengelolaan daerah aliran sungai, serta strategi adaptasi dan mitigasi terhadap bencana hidrometeorologi.
"Keberhasilan Indonesia mendorong tata kelola air melalui pendekatan budaya lokal dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat global. Praktik baik yang melibatkan seluruh stakeholder ini membuktikan bahwa Indonesia mampu memimpin dunia dalam menghadapi krisis air," kata Wakil Ketua Sekretariat Panitia Nasional World Water Forum ke-10 sekaligus Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan, Endra S. Atmawidjaja, yang dikutip Sabtu (27/4/2024).
Pertemuan tersebut menjadi forum penting lantaran krisis air kini menjadi ancaman serius yang dialami banyak negara. Menurut Endra, salah satu faktor penyebabnya adalah perubahan iklim yang berdampak terhadap terganggunya siklus hidrologi.
Maka dari itu, krisis air kini menjadi permasalahan global yang harus diselesaikan oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Advertisement
Fenomena Krisis Air di Dunia
Food and Agriculture Organization (FAO) memproyeksikan pada tahun 2050 bahwa krisis air akibat perubahan iklim akan meningkatkan kerawanan pangan. Lebih dari 500 juta petani skala kecil yang menghasilkan 80 persen sumber pangan dunia saat ini menjadi kelompok yang paling rentan.
Tak hanya itu, krisis air juga berpotensi menyebabkan konflik antarwilayah hingga antarnegara. Sebut saja Iran dan Afghanistan, dua negara Asia di wilayah Timur Tengah ini tengah bergejolak akibat menyusutnya ketersediaan sumber air.
Konflik karena air di negara tersebut bahkan terjadi sejak tahun 1950-an. Hal ini menunjukkan betapa berharganya air bagi kehidupan. Oleh karena itu, kerja sama pengelolaan air sangat krusial, terutama di daerah perbatasan dan wilayah yang mengalami kelangkaan.
Maka dari itu, Indonesia berharap bahwa lewat World Water Forum 2024, negara-negara yang tergabung dapat berkolaborasi untuk mengatasi persoalan air. Kolaborasi tersebut dapat menyatukan modalitas dan meningkatkan kapasitas untuk menghadapi segalatantangan terkait air.
"Spirit World Water Forum di Bali adalah kolaborasi multisektor, multi-helix, multipihak, multi-nation, dan multi-bangsa-bangsa dalam rangka menghadapi dan mengatasi bersama persoalan krisis air dan krisis iklim global," kata Endra.
Indonesia Dorong Keterlibatan Pemegang Kebijakan
Indonesia pun mendorong keterlibatan pemangku kebijakan di berbagai level termasuk pemimpin negara, parlemen, menteri, pemimpin daerah, dan otoritas pengelola air (basin authorities).
Endra menegaskan bahwa Indonesia siap untuk berperan aktif dalammengimplementasikan dan memantau kemajuan dari kesepakatan di dalam forum.
Terlebih, sebagai tuan rumah World Water Forum ke-10, Indonesia berkesempatan untuk memimpin perubahan dengan mendorong pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Advertisement