Bangun Jejaring Bawa UMKM Tembus Pasar Ekspor, Ini Contoh Suksesnya

Membangun jejaring dan komunitas memainkan peran penting bagi pelaku UMKM agar naik kelas hingga bisa ekspor. Lewat jejaring dan komunitas, pelaku UMKM dapat saling berbagi tips dan trik guna mengakselerasi pertumbuhan usaha yang dibangun.

oleh Tim Bisnis diperbarui 13 Mei 2024, 20:40 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2024, 20:40 WIB
UMKM Diajak Manfaatkan Fasilitas GSP Ekspor Produk ke AS
Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Generalized System of Preference (GSP) atau fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk memungkinkan produk UMKM lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Membangun jejaring dan komunitas memainkan peran penting bagi pelaku UMKM agar naik kelas hingga bisa ekspor. Lewat jejaring dan komunitas, pelaku UMKM dapat saling berbagi tips dan trik guna mengakselerasi pertumbuhan usaha yang dibangun. 

Manfaat jejaring dan komunitas itu dialami oleh sejumlah pelaku UMKM tergabung dalam Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC), program pendampingan dan pelatihan UMKM yang diinisiasi oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) di bawah payung “Sampoerna Untuk Indonesia”. 

Hal itu terungkap dalam acara "Bincang Wirausaha Nasional, Komunitas dan Jejaring: Dapatkah Mendukung Akselerasi Pasar Wirausaha di Kancah Global?" di Auditorium Kementerian Koperasi dan UKM.

Staf Khusus Presiden RI bidang Inovasi, Pendidikan, dan Daerah Terluar, Billy Mambrasar, mengatakan bahwa penyelamat ekonomi Indonesia tetap bertumbuh di tengah krisis keuangan global ialah sinergitas UMKM. 

“Kita punya pasar, kita punya supply dan demand. Yang menjadi PR ialah banyak pasar dan potensi ekspor internasional yang belum terisi oleh UMKM. Kegiatan seperti pendampingan UMKM, sharing session, berbagi tips and trick, hingga upaya membuka akses permodalan dan pasar harus terus ditingkatkan guna membantu UMKM Indonesia naik kelas dan menjadi eksportir,” ujarnya. 

Upaya membuka akses pasar merupakan dukungan yang sangat dibutuhkan oleh UMKM. Hal ini disampaikan oleh Aang Permana, CEO Sipetek, yang mengatakan, salah satu kendala pelaku UMKM ialah bagaimana menjual atau memasarkan produk. Jika mengikuti pelatihan atau kelas, pelaku UMKM mendapatkan ilmu tetapi mempraktikan pelatihan adalah perkara lain.

"Kalau bergabung di komunitas, kita bisa berkolaborasi, bisa langsung belajar dari sesama UMKM. Masalah jualan, kita bisa belajar dari mereka yang sudah berhasil,"ujarnya. 

Adapun, Sipetek adalah brand produk olahan ikan dan lauk makan praktis yang memanfaatkan potensi komoditas lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa

Merintis Usaha

UMKM Diajak Manfaatkan Fasilitas GSP Ekspor Produk ke AS
Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Generalized System of Preference (GSP) atau fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk memungkinkan produk UMKM lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sipetek lahir dari keinginan Aang untuk lebih bermanfaat bagi masyarakat di desa, khususnya di Cianjur, Jawa Barat. Sipetek kini memiliki total 20.000 reseller di seluruh Indonesia. 

Ketika merintis usaha Sipetek pada 2014, Aang mengaku tidak punya banyak pengetahuan terkait merintis UMKM. Perkenalan dengan SETC dan INOTEK pada 2016, lanjutnya, menjadi titik awal pertumbuhan usaha Sipetek.

"Saya dapat pelatihan, coaching dan yang paling penting ialah jejaring sesama UMKM. Masalah yang saya hadapi, saya bisa menemukan di UMKM lain," tambahnya. 

Sebagai informasi, SETC adalah program pelatihan kewirausahaan terintegrasi yang hadir sejak 2007. SETC memiliki fasilitas pelatihan sebagai sarana pendukung yang berdiri di lahan seluas 27 hektare (ha) di Pasuruan, Jawa Timur, SETC aktif memberikan pelatihan terpadu kewirausahaan mulai dari soft skill hingga hard skill guna meningkatkan kapasitas dan membantu UMKM semakin maju.

SETC telah memberikan pelatihan kepada lebih 72.000 peserta dari seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2023. Selain pelatihan, SETC juga memfasilitasi riset terapan, pendampingan dan jejaring pasar, konsultasi usaha, serta jejaring UMKM.

Aang melanjutkan, bertolak dari kepedulian dan kesadaran untuk tumbuh bersama, Sipetek kemudian bekerja sama dengan mitra UMKM di sekitar lokasi produksi. Saat ini, Sipetek telah bekerja sama dengan 40 mitra UMKM untuk produksi dan pemasaran produk. 

Kerja sama itu lahir karena Sipetek bisa mengoptimalkan penjualan secara daring (online), khususnya pada periode pandemi di mana banyak UMKM yang gulung tikar. Saat ini, penjualan Sipetek justru meningkat pesat.

 

Fasilitas Produksi

UMKM Batik Depok Kembali Menggeliat
Aktivitas pembuatan batik di sentra batik Depok Tradjumas, Kamis (24/2/2022). Produksi Batik Depok kembali menggeliat setelah diberlakukannya pembelajaran tatap muka (PTM) Kota Depok di mana murid SD dan SMP menggunakan seragam batik produksi mereka. (merdeka.com/Arie Basuki)

Alih-alih berinvestasi menambah fasilitas produksi, Aang memilih memberdayakan UMKM yang bangkrut sebagai mitra. Tambah lagi, banyak pelaku UMKM, khususnya para ibu-ibu, kesulitan untuk belajar dan mempraktikan penjualan secara daring. 

“Saya pernah kasih pelatihan 2 jam, tapi ada yang tidak bisa buat akun Facebook. Mereka bilang bagaimana kalau Sipetek yang jualan, saya buat produk saja. Saya sampaikan silakan buat produk yang enak, Sipetek bantu pasarkan,” jelasnya. 

Pengalaman serupa diutarakan Ismiyati, CEO Super Roti, UMKM asal Semarang, Jawa Tengah. Menurutnya, komunitas dan jejaring sangat penting untuk bisa saling belajar guna saling membantu termasuk untuk meningkatkan kualitas produk. Super Roti juga merupakan salah satu UMKM binaan SETC sejak 2015 lalu.

"Saya ini basic-nya dari komunitas. Komunitas itu saling bergandeng tangan untuk membesarkan bukan saling menjegal," ujarnya. 

Adapun, Super Roti memproduksi roti dengan bahan dasar bekatul. Ismiyati mendirikan Super Roti pada 2011 karena ingin punya usaha dan memiliki hobi membuat roti. Lewat kreativitas, ketekunan dan kegigihan, Super Roti baru-baru ini menjadi juara B2B Birthday Bread Competition 2023 di Paris, Perancis. 

"Saya sangat merasakan dukungan dari SETC sehingga ketika ke Paris, saya juga membawa produk teman-teman SETC lainnya seperti Cokelatin dan madu dari Imago Raw Honey untuk saya perkenalkan di sana," paparnya. 

Saat ini, produk Super Roti telah diekspor ke Singapura, Belanda dan Belgia. Ismiyati berharap negara tujuan ekspor Super Roti dapat terus bertambah ke depan. 

Untuk itu, dirinya mengaku tidak berhenti belajar untuk memahami kebutuhan pasar di negara tujuan ekspor. Selain itu, memahami standar regulasi di negara tujuan ekspor juga sangat penting. 

Menurutnya, para pelaku UMKM tidak perlu buru-buru untuk ekspor. Penguatan usaha seperti kapasitas produksi, memiliki katalog dalam bahasa inggris, memahami biaya produksi, promosi dan selisih kurs menjadi langkah pertama yang perlu dipelajari.

"Ketika saya mencoba ekspor ke Malaysia, ternyata orang di sana butuh cemilan yang kecil-kecil sebagai teman ngopi. Jadi konsepnya bukan oleh-oleh tetapi yang bisa dimakan setiap hari. Saya percaya tidak ada produk yang tidak laku, hanya ada produk yang salah pasar,” imbuhnya. 

 

Riset Pasar: Know Your Product, Know Your Market

Indonesian Diaspora SME-SMI Export Empowerment and Development (ID SEED) Ira Damayanti menambahkan, kunci produk UMKM Indonesia bisa ekspor ialah know your product, know your market. Pasalnya, tidak semua produk bisa diekspor dan setiap negara punya kebutuhan dan regulasi yang berbeda.

"Produk yang masuk ke pasar Asia, belum tentu cocok untuk pasar Amerika, belum tentu cocok untuk pasar Eropa. Kita harus riset pasar dulu berdasarkan produk yang kita punya," tegasnya. 

Ira menjelaskan, warga diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara biasanya lebih mengetahui selera masyarakat negara tempat berdomisili. Selain itu, komunitas diaspora juga bisa membantu mempromosikan produk kepada kenalan di negaranya masing-masing. 

Dia menambahkan untuk bisa ekspor, pelaku UMKM minimal harus memenuhi 5K dan 2S yakni kualitas, kuantitas, kapasitas produksi, kontinuitas bahan baku, kemasan, standarisasi, dan sertifikasi. 

“Kalau 5K dan 2S dipenuhi baru kita pede. Kemasan di sini dan di Belanda beda, di Amerika beda. Jadi kita enggak bisa mau ekspor ke mana? Ke mana aja. Karena regulasi, labeling tiap negara berbeda-beda,” paparnya.

Ira menambahkan jika produk UMKM lebih cocok untuk pasar dalam negeri jangan berkecil hati. Pasalnya, pasar domestik juga sangat besar, sementara ekspor butuh banyak syarat yang harus dipenuhi.

"Kalau produk Anda cuannya lebih banyak di dalam negeri, mari kita banjiri pasar daripada produk luar (negeri) yang masuk. Produk standar global iya, tapi ketika ekspor kita harus rajin riset pasar," imbuhnya. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya