Mendag Serahkan Sertifikat Halal ke 223 UMKM

Dengan pemberian sertifikasi halal ini bisa mendorong pelaku UMKM menigkatkan produktivitas sehingga mampu bersaing dengan produk-produk impor.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Mei 2024, 11:15 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2024, 11:15 WIB
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyerahkan sertifikasi halal kepada 223 UMKM di gedung Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu, Jakarta Timur, Selasa (28/5/2024). (Tira/Liputan6.com).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyerahkan sertifikasi halal kepada 223 UMKM di gedung Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu, Jakarta Timur, Selasa (28/5/2024). (Tira/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan melakukan kunjungan ke Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu di Jakarta Timur. Kunjungan ini dalam rangka menyerahkan sertifikat halal kepada 223 UMKM dan menyaksikan penandatanganan kerja sama Implementasi dan Pengawasan Jaminan Produk Halal di Bidang Perdagangan.

“Hari ini menyerahkan sertifikasi halal kepada beberapa 223 pelaku usaha UKM,” kata Zulkifli Hasan dalam penyerahan sertifikasi halal di gedung Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu, Jakarta Timur, Selasa (28/5/2024).

Mendag mengatakan, sudah selayaknya pemerintah membantu pelaku UMKM dalam memperoleh sertifikasi halal. Lantaran UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia.

Ia berharap, dengan pemberian sertifikasi halal ini bisa mendorong pelaku UMKM menigkatkan produktivitasnya sehingga mampu bersaing dengan produk-produk impor.

 

“Harus kita bantu dan dukung agar mereka produktivitasnya lebih tinggi dan juga bisa bersaing dari produk-produk impor, sehingga nanti suatu saat menjadi eksportir besar dari Indonesia,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Mendag mengusulkan kepada Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu untuk melakukan sosialisasi kepada asosiasi-asosiasi UMKM untuk mengakomodir pembuatan sertifikasi halal.

“Tadi memang ada kesulitan kalau satu persatu kan gak gratis semua. Terus saya punya pengalaman waktu Menteri Kehutanan kalau satu-satu itu repot ngurusnya, gimana orang mau jualan baso mau sertifikasi gimana caranya, nah saya usul itu melalui pak kepada badan melalui asosiasi,” jelasnya.

Tanggung Hawab Asosiasi

Menurutnya, jika asosiasi mengakomodir pelaku UMKM dalam memperoleh sertifikasi halal, maka secara langsung juga membantu pemerintah dalam mempercepat sertifikasi halal produk-produk UMKM di tanah air.

Jadi asosiasi bertanggungjawab pada anggotanya. Misalnya pedagang baso kan banyak ada 1.000 anggotanya, cukup kasih sample aja satu dia bisa gandakan untuk 1.000 (pedagang) tapi dijamin oleh asosiasi lebih mudah. Apalagi, misalnya kosmetik juga bisa ada asosiasinya bisa, jadi maksud saya itu tidak satu persatu karena dia kecil-kecil tetapi melalui perkumpulannya,” pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kebijakan Wajib Halal UMK Ditunda, Menag Klaim Jokowi Berpihak ke Pelaku Usaha Kecil

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. (Foto: Dokumentasi Kementerian Agama)

Sebelumnya, pemerintah memutuskan menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK), dari 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026.

Keputusan itu diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Rapat Terbatas yang dihadiri sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju pada Rabu (15/5) di Istana Presiden, Jakarta.

Menanggapi hal itu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengklaim penundaan adalah bukti pemerintah berpihak kepada rakyat kecil, khususnya mereka pelaku UMK.

“Kebijakan penundaan kewajiban sertifikasi halal produk makanan dan minuman UMK ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pelaku UMK. Dengan penundaan ini, pelaku UMK diberi kesempatan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan mengajukan sertifikasi halal sampai Oktober 2026,” tulis Yaqut melalui siaran pers diterima, Kamis (16/5/2024). 

Dia menilai, keputusan diambil kepala negara menjadi pelindung bagi pelaku usaha, khususnya UMK, agar tidak bermasalah secara hukum atau terkena sanksi administratif. 

Namun demikian, untuk produk selain UMK yang terkategori self declare, seperti usaha menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halalnya tetap diberlakukan mulai 18 Oktober 2024.

Sebab, Kewajiban sertifikasi halal sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. 

“Pasal 140 regulasi ini mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasit sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 oktober 2024,” jelasnya.

 


Pemerintah Siapkan Anggaran dan Aturan yang Kuat

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Aqil Irham, di Jakarta, Senin (18/7/2022). (Dok Kemenag)
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Aqil Irham, di Jakarta, Senin (18/7/2022). (Dok Kemenag)

Sementara itu, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham mengatakan, seiring  penundaan kewajiban sertifikasi halal bagi produk UMK hingga Oktober 2026, pihaknya akan segera membahas hal teknisnya dengan Kementerian terkait, Kemenko Perekonomian, Sekretariat Kabinet, Kementerian Koperasi dan UKM untuk payung hukum yang lebih kuat.

“Penundaan kewajiban sertifikasi halal bagi UMK dapat memberi waktu bagi pemerintah untuk mengintensifkan sinergi dan kolaborasi antar Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah (Pemda) serta para stakeholder terkait untuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal, pendataan, layanan yang terintegrasi, dan pembinaan serta edukasi sertifikasi halal,” kata Aqil.

Aqil menambahkan, pemerintah juga perlu mempersiapkan penganggaran yang cukup untuk fasilitasi sertifikasi halal UMK melalui program self declare. Sebab, selama ini BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal self declare bagi pelaku UMK, per tahun hanya dapat membiayai 1 juta sertifikat halal,” tutur Aqil. 

“Keterbatasan ini sangat kami rasakan, terutama pada 2023 dan 2024, di mana kuota selalu terlampaui karena antusiasme pelaku usaha khususnya UMK untuk mendapatkan sertifikat halal gratis,” imbuh Aqil. 


Melakukan Sosialisasi dan Edukasi

Aqil memastikan, BPJPH akan memanfaatkan penundaan kewajiban ini untuk secara terus melakukan sosialisasi, edukasi, serta penguatan literasi dan publikasi kewajiban sertifikasi halal bagi pelaku UMK. Harapanny, dapat meningkatkan kesadaran atau awareness pelaku UMK terhadap pentingnya sertifikasi halal.  

“Pemerintah selama ini telah memberikan banyak kemudahan kepada pelaku usaha dalam mengurus sertifikasi halal. Misalnya, tarif sertifikasi halal yang murah, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal gratis bagi UMK, penataan kewenangan yang lebih baik, proses layanan yang lebih cepat melalui digitalisasi layanan sertifikasi halal, serta pemangkasan SLA dari 90 hari menjadi 21 hari,” dia menandasi.  

Sebagai informasi, sejauh ini pemerintah telah membangun ekosistem halal, antara lain dengan memperbanyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dari 1 menjadi 72 LPH serta terbentuknya 17 Lembaga Pelatihan Jaminan Produk Halal yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Selain itu, saat ini sudah ada 248 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H). Penguatan SDM layanan juga terus dilakukan dengan melatih 94.711 Pendamping Proses Produk Halal (P3H), 1.220 Auditor Halal yang berada pada 72 LPH, 7.878 Penyelia Halal.   

  

Infografis Prosedur Pengajuan Sertifikat Halal
Infografis Prosedur Pengajuan Sertifikat Halal. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya