Pengamat: Layanan Pesawat Amfibi Rawan Konflik Kewenangan di Internal Kemenhub

Pengamat maritim ISC Marcellus Hakeng Jayawibawa menyoroti implementasi layanan seaplane memerlukan antisipasi yang matang untuk menghindari konflik kewenangan di internal Kementerian Perhubungan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Jun 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2024, 16:00 WIB
Pengamat: Layanan Pesawat Amfibi Rawan Konflik Kewenangan di Internal Kemenhub
Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai, pesawat amfibi (seaplane) membuka peluang baru dalam bidang transportasi dan pariwisata di Indonesia. Terutama untuk daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau melalui jalur darat atau laut. (AFP PHOTO/STR/Cina OUT)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai, pesawat amfibi (seaplane) membuka peluang baru dalam bidang transportasi dan pariwisata di Indonesia. Terutama untuk daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau melalui jalur darat atau laut.

Namun begitu, Hakeng juga menyoroti implementasi layanan seaplane memerlukan antisipasi yang matang untuk menghindari konflik kewenangan di internal Kementerian Perhubungan (Kemenhub), antara Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) yang memegang pengawasan dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJPU).

"Dari itu dibutuhkan kolaborasi yang erat antara DJPL dan DJPU. Harus ada kerangka regulasi yang jelas serta pelatihan dan persiapan infrastruktur yang memadai, di mana hal tersebut akan menjadi kunci untuk memastikan operasional yang aman dan efisien," kata Hakeng, Sabtu (22/6/2024).

Perbedaan tanggung jawab antara DJPL dan DJPU, kata Hakeng, berpotensi menimbulkan konflik kewenangan. DJPL bertanggung jawab atas pengelolaan pelabuhan dan kegiatan maritim, sementara DJPU mengatur penerbangan sipil dan operasional bandara. 

"Jadi ketika seaplane mulai beroperasi di pelabuhan yang dikelola oleh DJPL, DJPU mungkin menganggap ini sebagai bagian dari regulasi penerbangan," imbuh dia.

Oleh karena itu, ia mendorong pentingnya memiliki kerangka regulasi yang jelas yang menetapkan batasan kewenangan masing-masing direktorat dalam mengelola operasional seaplane. Regulasi ini harus mencakup aspek keselamatan, prosedur operasional, dan tanggung jawab pengawasan. 

"Kolaborasi antara DJPL dan DJPU sangat penting untuk mengatasi potensi konflik kewenangan. Kedua direktorat harus bekerja sama dalam merencanakan dan mengimplementasikan layanan seaplane," tegas Hakeng.

Hakeng juga mengingatkan, dengan langkah-langkah strategis tersebut, potensi tumpang tindih kewenangan antara DJPL dan DJPU dapat diminimalisir.

Kolaborasi yang erat, kerangka regulasi yang jelas, serta pelatihan dan persiapan infrastruktur yang memadai akan memastikan bahwa manfaat ekonomi dan sosial dari layanan seaplane dapat dimaksimalkan, tanpa mengorbankan keselamatan dan efisiensi operasional. 

"Layanan seaplane yang sukses tidak hanya akan meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas daerah terpencil, tetapi juga akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan pariwisata dan ekonomi di Indonesia," ungkap dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pesawat Amfibi Jadi Target Produksi PTDI pada 2024

Pesawat PTDI.
Pesawat PTDI. https://www.indonesian-aerospace.com/

Sebelumnya, PT Dirgantara Indonesia  atau PTDI menargetkan bisa memproduksi pesawat amfibi, yang dapat lepas landas dan mendarat di air pada 2024. Dengan keberadaan pesawat amfibi, Indonesia bisa meminimalisir pembangunan infrastruktur landasan udara atau bandara.

Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Gita Amperiawan mengatakan, saat ini pihaknya pun tengah mengembangkan teknologi untuk memproduksi pesawat tersebut.

"Pak Budi (Menteri Perhubungan) menanyakan kebutuhan itu kapan selesai, kami katakan Insyaallah tahun 2024 kita akan dapat produksi untuk amfibi, dan sekarang kita sedang kembangkan," kata Gita di Hangar N219 PTDI, Bandung, seperti melansir Antara, Jumat (19/2/2021).Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi telah menyampaikan sebagai negara kepulauan, Indonesia membutuhkan pesawat amfibi untuk menhubungkan pulau-pulau terpencil.

PTDI merencanakan pesawat amfibi itu bakal diproduksi setelah pesawat N219 selesai. Pesawat N219 yang murni buatan anak bangsa itu saat ini masih menunggu sertifikasi tipe untuk bisa diproduksi komersial.


Kurangi Bangun Bandara

Sementara itu, Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro mengatakan dengan adanya pesawat amfibi, Indonesia bisa meminimalisir pembangunan infrastruktur landasan udara atau bandara.

Selain menghubungkan pulau terpencil, menurut dia, pesawat amfibi itu dapat mempercepat pembangunan sektor pariwisata, karena pesawat amfibi itu dapat langsung mendarat di pantai kawasan pulau wisata.

"Di manapun bisa landing langsung ke tempat tujuan pariwisata, dan negara kita kan memiliki 17 ribu pulau," kata Elfien.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya