Liputan6.com, Jakarta Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri hitung-hitungan pungutan tabungan perumahan rakyat (tapera). Dia turut menyinggung peran Badan Bank Tanah yang seharusnya mengatur harga tanah bagi masyarakat.
Dia menilai, potongan iuran Tapera tidak tepat dilakukan ditengah kondisi daya beli masyarakat yang tertekan. Bahkan, dengan sipungut 2,5 persen dari upah per bulan, hitungan kepemilikan rumah masih terlalu lama.
"Nah, kalau 2,5 persen hitung aja dengan sederhana kapan? berapa puluh tahun kira-kira dia punya rumah? karena biaya Taperanya gini (naik tipis), harga tanah gini (meningkat tinggi), kapan punya rumahnya?," ujar Faisal, ditemui di Jakarta, dikutip Jumat (5/7/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, seharusnya iuran Tapera tidak bergantung pada potongan upah pekerja. Tapi, ada tambahan lebih banyak dari perusahaan. Dengan asumsi total pungutan 3 persen, maka potongannya bisa masing-masing 1,5 persen, baik perusahaan maupun pekerja.
Faisal menilai, hal itu bisa dilakukan dengan mengkonversi sebagian pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 25 persen ke 22 persen. Dengan begitu, bisa sedikit digunakan untuk menambah iuran ke Tapera.
"Nah, harusnya Tapera jangan dibiarkan sendiri atau Taperanya itu mbok ya beban buruhnya dikurangi, sumbangan perusahaannya ditambah," kata dia.
"Kan perusahaan dulu dapat memotongan corporate income tax dari 25 persen ke 22 persen. Nah kasih 1,5 persen (potongan tapera) sehingga paling tinggi yang dipotong dari buruh itu 1,5 persen," terangnya.
Badan Bank Tanah Atur Harga
Poin selanjutnya, yang bisa dilakukan adalah dengan mengontrol harga tanah. Menurutnya, ini bisa dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga Badan Bank Tanah.
"Bagaimana menjaga agar cepat dia punya rumahnya. Ya, negara harus mengontrol harga tanah, lewat apa? Bank Tanah," ungkapnya.
Hanya saja, Faisal menyayangkan peran Badan Bank Tanah ini bukan untuk mengatur harga tanah agar terjangkau masyarakat. Melainkan untuk investor.
"Tapi pemerintah mendirikan Bank Tanah bukan buat public housing, tapi buat investor. Jadi nggak ada yang buat rakyat itu, yang rakyat itu ditekan aja. Everything for investors, everything for investors," bebernya.
Advertisement
Bagaimana Skema Iuran Tapera?
Diberitakan sebelumnya, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menilai, pemahaman masyarakat terhadap besaran presentase dan mekanisme iuran Tapera secara bertahap akan terus dilakukan edukasi
"Masih ada kesalahpahaman oleh sebagian besar masyarakat, tidak sesederhana itu, dan harus diluruskan," ujar Heru dalam keterangan tertulis, Kamis (4/7/2024).
Heru mengilustrasikan contoh skema perhitungan tabungan peserta besaran 3 persen dari penghasilan Rp 4.000.000, yakni senilai Rp 120.000 per bulan.
Ditegaskan bahwa untuk mendapatkan rumah nominal Rp 120.000 tersebut tidak serta merta dihitung secara sederhana dengan mengkalikan Rp 120.000 tersebut dalam satu tahun, kemudian dikalikan bulan dan tahun berjalan.
Ia mengakui, apabila perhitungan sederhana tersebut diterapkan, maka hingga masa kepesertaan Tapera berakhir/pensiun pastinya tidak akan pernah masuk perhitungan untuk mengajukan rumah Tapera.
"Kalau dengan perhitungan matematika sederhana, nilai tabungan Rp 120.000 per bulan tersebut katakanlah hingga 20 tahun mendatang akumulasi tabungannya jelas lah tidak akan sampai untuk mendapatkan nilai harga rumah, karena hanya senilai Rp 28,8 juta," urainya.
"Nilai ini bukan untuk mendapatkan rumah, tapi untuk memastikan peserta memperoleh fasilitas pembiayaan rumah jangka panjang," tegas Heru.
Menurut dia, tabungan peserta ini jadi salah satu pemenuhan kelayakan peserta dalam mengajukan bantuan pembiayaan rumah Tapera.
Apabila peserta Tapera dinilai eligible (memenuhi syarat) setelah menabung selama 1 tahun secara rutin tiap bulan, maka akan dapat mempermudah persyaratan dan proses pengajuan kepada pihak perbankan. Lantaran dianggap mampu untuk menyisihkan penghasilan tiap bulannya.
Pemerintah kemudian turut ikut serta dengan menekan nilai angsuran bulanan dengan suku bunga flat 5 persen hingga lunas, sekaligus dengan memperoleh manfaat pengembalian pokok tabungan peserta berikut dengan imbal hasil yang diterima.
Skema Perhitungan
Melanjutkan ilustrasi di atas, Heru meneruskan, apabila harga rumah tapak senilai Rp 175.000.000 termasuk uang muka 1 persen, maka beban angsuran yang diterima oleh peserta dalam waktu 20 tahun dengan suku bunga flat 5 persen senilai Rp 1.143.373. disertakan dengan tabungan bulanan sebesar Rp 120.000 sehingga menjadi Rp 1.263.373.
Dikatakan Heru, perhitungan itu jauh lebih murah dibanding menggunakan skema KPR kormesil, dimana suku bunga di atas 10 persen dan bersifat floating.
"Di akhir pelunasan rumah Tapera pada 20 tahun mendatang nantinya peserta juga akan memperoleh pengembalian tabungan senilai Rp 28.800.000. Ditambah imbal hasil dengan estimasi sebesar 4 persen per tahun, maka peserta akan memperoleh tambahan sebesar Rp 12.799.721. Besaran nilai estimasi 4 persen tersebut di atas bunga tabungan atau setara dengan deposito bank Himbara (counter rate)," terangnya.
Dia juga mengingatkan bahwa dana pengelolaan tabungan peserta adalah terpisah dari dana penyaluran manfaat pembiayaan perumahan.
"Nominal tabungan para peserta tapera tidak diganggu gugat, justru memperoleh manfaat dari pengembangan tabungannya," pungkas Heru.
Advertisement