Liputan6.com, Jakarta Anjloknya kinerja industri tekstil di dalam negeri memberikan alarm tanda bahaya akan semakin besar gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tekstil.
Head of Center of Industry Trade and Invesment INDEF Andry Satrio Nugroho, mengatakan capaian tenaga kerja ter-PHK dari Januari hingga Juni 2024 cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Juga
Berdasarkan data laporan bulanan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI dan Jamsostek), hingga Juni 2024 jumlah PHK mencapai lebih dari 30 ribu orang, sedangkan Juni tahun 2023 sekitar 25 ribuan orang ter-PHK.
Advertisement
"PHK yang tentunya menurut kami ini adalah alarm, sinyal tanda bahaya dimana kita melihat bhawa capaian tenaga kerja ter-PHK dari Januari hingga Juni ini capaiannya cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya," kata Andry dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).
Ia melihat ada yang tidak beres di tahun ini, sebab banyak sekali jumlah PHK, padahal baru memasuki pertengahan tahun 2024. Disisi lain, banyak terjadi PHK di pusat-pusat sentra industri, seperti di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah.
"Kami melihat ada yang tidak beres di tahun ini. Banyak wilayah PHK terbesar berada di pusat-pusat sentra industri," ujarnya.
Penggerak Ekonomi
Ternyata, mayoritas PHK tersebut banyak terjadi di industri tekstil dan pakaian jadi. Padahal industri ini merupakan salah satu motor penggerak ekonomi di dalam negeri, namun kini mengalami tekanan yang luar biasa.
"Setelah kami lihat salah satu diantaranya yang menyumbang cukup besar dalam hal ini industri tekstil dan pakaian jadi. Kita cukup percaya ketika berbicara tekstil, produk dari testil dan pakaian jadi di masa lalu. Tapi yang menjadi pertanyaan di hari ini, sektor-sektor yang strategis padat karya justru mendapatkan tekanan yang paling besar," pungkasnya.
Kemendag Dikritik
Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) mengkritik pernyataan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang terkait barang impor ilegal seperti produk tekstil bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar industri.
Koordinator AMTI Agus Riyanto, mengatakan pernyataan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen & Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang merupakan pernyataan yang blunder fatal. Pernyataan beliau dinilai merupakan cerminan bahwa penindakan satgas impor ilegal hanyalah sebatas gimmick.
“Tidak ada industri yang pakai produk impor ilegal sebagai bahan bakar di perusahaannya. Kalau pun sebagai bahan bakar, pastinya industri pakai hasil sisa produksi atau olahannya sendiri karena mereka juga harus efisiensi. Saya yakin kalau pun diambil oleh industri, itu pasti untuk dijual ke pasar, tanpa adanya produksi. Sama aja bohong produk impor ilegal masuk ke pasar. Jadi penindakan ini kelihatannya cuma gimmick saja,” kata Agus, Kamis (8/8/2024).
Pihaknya juga meminta untuk Satgas Impor Ilegal ini saling berkerjasama untuk mengungkap siapa yang membebaskan produk impor ilegal ini.
Advertisement
Kinerja Bea Cukai
Kinerja Bea Cukai juga menjadi sorotan Agus karena lembaga tersebut sebagai pintu masuk dan keluar produk ekspor atau impor.
“Satgas ini harus kerja sama. Di sana juga ada Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kepolisian dan Kejaksaan. Semuanya saling terkait," ujarnya.
"Bea Cukai juga harus buka-bukaan siapa yang membebaskan produk tersebut. Karena mereka (Bea Cukai) lah yang menjadi gerbang awal masuk produk asing ke Indonesia. Produk ini masuk menggunakan kontainer, bukan dari kapal-kapal kecil. Artinya, mereka masuk dari pelabuhan yang diawasi oleh Bea Cukai,” tambah Agus.