Ternyata Tanda-tanda Resesi AS Sudah Terlihat, Ini Buktinya

Menurut BCA Research, penurunan suku bunga AS yang akan datang tidak akan cukup untuk menjauhkan ekonomi negara adi daya tersebut dari ancaman resesi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Agu 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2024, 13:00 WIB
Ilustrasi resesi, ekonomi
Merujuk pada tanda-tanda perlambatan perekonomian, termasuk kondisi pasar tenaga kerja AS yang sudah memburuk, kemungkinan AS tidak bisa mengindari ancaman Resesi. Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Firma riset sektor keuangan dan investasi BCA Research memperkirakan perekonomian Amerika Serikat (AS) sedang berada di titik puncak resesi. Menurut firma tersebut, perkiraan penurunan suku bunga Bank Sentral AS yang akan datang tidak akan cukup untuk menjauhkan pasar dari resesi.

"Setiap orang dari kita sekarang percaya bahwa sedang terjadi resesi, dan hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang diyakini pasar," kata Kepala analis aset global di BCA Research, Garry Evans, dikutip dari CNBC International, Jumat (23/8/2024).

Evans merujuk pada tanda-tanda perlambatan perekonomian, termasuk kondisi pasar tenaga kerja AS yang menurutnya sudah memburuk.

Departemen Tenaga Kerja AS mencatat, tingkat pengangguran di Amerika naik tipis menjadi 4,3% pada Juli 2024, yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2021, dan ukuran aktivitas manufaktur AS turun ke level terendah dalam delapan bulan pada bulan yang sama.

 

"Ada beberapa hal yang mengalami kerusakan cukup cepat saat ini," ungkap Evans.

 

Menurut Alat CME FedWatch Too, pasar dana berjangka The Fed menunjukkan bahwa investor mengharapkan setidaknya tiga kali penurunan suku bunga pada akhir 2024.

Namun menurut Evans, hal itu tidak akan banyak berpengaruh pada proyeksinya.

"Beberapa penurunan suku bunga tidak akan mencegah resesi. Resesi rata-rata berlangsung selama 10 bulan. Diperlukan waktu sekitar satu tahun sebelum pemotongan suku bunga The Fed benar-benar mulai memberikan dorongan pada perekonomian," bebernya.

"Pasar meyakini suku bunga Fed fund pada akhir tahun depan akan sebesar 3%. Saat ini berada di 5,3%. Itu tidak akan terjadi kecuali terjadi resesi," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pedagang Menanti Pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell

Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Sebagai informasi, resesi biasanya terjadi ketika PDB riil suatu negara mengalami penurunan selama dua kuartal berturut-turut.

Meskipun AS tidak secara resmi berada dalam resesi, survei yang dilakukan oleh Affirm mengungkapkan bahwa sekitar 3 dari 5 orang Amerika melihat kemungkinan resesi akan datang.

Para pedagang juga memperhatikan pidato Ketua The Jerome Powell pada simposium kebijakan ekonomi tahunan di Jackson Hole minggu ini, yang dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai prospek suku bunga.

Sejauh ini, perekonomian AS tetap kuat bahkan di tengah inflasi yang sedang berlangsung dan kenaikan suku bunga.

Dalam satu abad terakhir, telah terjadi lebih dari selusin resesi, beberapa di antaranya berlangsung hingga satu setengah tahun.


Goldman Sachs Pangkas Peluang Resesi AS

Bursa saham Asia Pasifik lesu pada perdagangan Kamis, (4/5/2023) usai the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga. (Foto: Jason Briscoe/Unsplash)
Bursa saham Asia Pasifik lesu pada perdagangan Kamis, (4/5/2023) usai the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga. (Foto: Jason Briscoe/Unsplash)

Goldman Sachs telah memangkas perkiraan probabilitasnya untuk resesi Amerika Serikat (AS) menjadi 20 persen tak lama setelah menaikkannya. Hal ini karena data pasar tenaga kerja terbaru memicu penilaian ulang pandangan pasar terhadap ekonomi.

Mengutip CNBC, ditulis Selasa (20/8/2024), ekonom Goldman Sachs pada awal bulan ini menaikkan probabilitas resesi 12 bulan di Amerika Serikat (AS) dari 15 persen menjadi 25 persen setelah laporan pekerjaan pada Juli di AS pada 2 Agustus menunjukkan penggajian nonpertanian tumbuh kurang dari yang diharapkan yakni 114.000.

Jumlah itu turun dari 179.000 yang direvisi susut pada Juni dan di bawah perkiraan Dow Jones sebesar 185.000.

Laporan itu memicu kekhawatiran yang meluas tentang ekonomi AS, dan berkontribusi pada aksi jual pasar saham yang tajam. Namun, aksi jual itu relatif pendek pada awal bulan.

 


Angka Pengangguran

Laporan itu juga memicu "Sahm Rule," indikator yang menunjukkan fase awal resesi telah dimulai saat rata-rata pergerakan tiga bulan dari tingkat pengangguran Amerika Serikat setidaknya lebih tinggi dari level terendah dalam 12 bulan.

Goldman Sachs awalnya mengutip hal ini sebagai alasan untuk menaikkan kemungkinan terjadinya kemerosotan ekonomi, tetapi mengubah pendiriannya pada Sabtu lalu. Goldman Sachs melihat kemungkinan potensi resesi turun menjadi 20 persen karena data yang dirilis sejak 2 Agustus menunjukkan tidak ada tanda-tanda resesi.

Ini termasuk penjualan ritel untuk Juli yang naik sebesar 1 persen dibandingkan estimasi 0,3 persen dan klaim tunjangan pengangguran mingguan yang lebih rendah dari yang diharapkan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya