Jokowi Belum Tahu Rencana Subsidi Tarif KRL Jabodetabek Berbasis NIK

Realisasi penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK akan sangat bergantung dengan hasil pembahasan lintas sektoral.

oleh Arthur Gideon diperbarui 30 Agu 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2024, 18:30 WIB
Jadwal Perjalanan KRL Commuterline
Wacana penerapan penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK sebenarnya sudah muncul pada 2023. Wacana itu muncul untuk membuat subsidi angkutan umum lebih tepat sasaran. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa pemerintah belum menggelar rapat mengenai rencana penerapan tarif subsidi kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek berbasiskan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Rencana penerapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK ini ini tertuang dalam data di Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025. 

"Saya tidak tahu karena belum ada rapat mengenai itu," kata Jokowi dengan singkat, dikutip dari Antara, Jumat (30/8/2024).

Saat dikonfirmasi kembali apakah rencana tarif KRL berbasis NIK tersebut akan dirapatkan, Jokowi juga mengaku belum mengetahui kondisi di lapangan seperti apa sehingga muncul rencana tersebut.

"Belum tahu, saya belum tahu masalah lapangannya seperti apa," ujar Presiden.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan realisasi penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK akan sangat bergantung dengan hasil pembahasan lintas sektoral, konsultasi publik, dan respons dari berbagai pemangku kepentingan.

Adita menyampaikan hal tersebut untuk menjawab mengenai kepastian rencana penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK pada 2025.

"Kita lihat nanti, kita lihat hasil pembahasannya seperti apa, perlu konsultasi publik, melihat dinamika, dan respons dari stakeholder," kata Adita di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Kamis (29/8).

Adita mengatakan wacana penerapan penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK sebenarnya sudah muncul pada 2023. Wacana itu muncul untuk membuat subsidi angkutan umum lebih tepat sasaran.

Wacana pengenaan subsidi untuk KRL menjadi berbasis NIK ramai menjadi perbincangan di media sosial dalam beberapa terakhir. Hal itu bermula dari pemberitaan yang mengutip data di Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 dari pemerintah yang diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama.

Dalam dokumen tersebut ditetapkan anggaran belanja subsidi PSO kereta api sebesar Rp4,79 triliun yang ditujukan untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api, termasuk KRL Jabodetabek.

Beberapa perbaikan yang dilakukan, yakni salah satunya, dengan mengubah sistem pemberian subsidi untuk tahun depan.

Subsidi KRL Jabodetabek Bakal Berbasis NIK, YLKI: Kebijakan Absurd!

FOTO: Penerapan Protokol Kesehatan di Stasiun Jakarta Kota
Calon penumpang mengenakan masker di Stasiun Jakarta Kota, Jakarta, Rabu (28/10/2020). Mengantisipasi lonjakan penumpang saat cuti bersama dan Sumpah Pemuda, PT KCI mengajak pengguna KRL bersatu dan bangkit melawan COVID-19 dengan menerapkan 3M. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti wacana pemerintah untuk mengubah skema subsidi KRL Jabodetabek berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Wacana tersebut dinilai kurang tepat bahkan absurd.

 Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, menegaskan bahwa kebijakan itu kurang tepat untuk diterapkan.

"Terkait penggunaan NIK untuk penyaluran subsidi KRL, ini adalah kebijakan yang absurd, kebijakan yang aneh menurut YLKI," kata Agus kepada Liputan6.com, Jumat (30/8/2024).

Dia juga memandang bahwa kebijakan itu akan sulit diterapkan serta akan menimbulkan kekacauan di kalangan pengguna layanan.

"Selain akan sulit diimplementasikan di lapangan, juga potensi terjadinya chaos akan terbuka," tegasnya.

Agus menilai, jika tujuannya adalah menaikkan tarif, seharusnya pemerintah secara gamblang mengungkap rencana tersebut. Dengan begitu, akan ada sosialisasi yang tepat sasaran.

Potensi Risiko

Jadwal Perjalanan KRL Commuterline
Dalam Gapeka 2023, KCI menambah frekuensi perjalanan di lintas pelayanan yang ramai pengguna hingga menambah kecepatan perjalanan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dia menyayangkan skema tersebut menjadi pilihan. Kekhawatirannya adalah munculnya dua tarif berbeda, padahal masyarakat menggunakan layanan yang sama.

"Jadi kalau pemerintah, dalam hal ini Kemenhub, ingin melakukan penyesuaian tarif, sebaiknya memang dengan terbuka menyatakan akan ada penyesuaian tarif daripada menggunakan sistem dua tarif berbeda," jelasnya.

"Yang satu menggunakan NIK kemudian mendapat subsidi, sementara yang lain tidak. Ini kan satu layanan, satu moda, tetapi dengan tarif yang berbeda, itu justru akan membingungkan konsumen," sambungnya.

Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya