Liputan6.com, Jakarta - Stok minyak jelantah yang melimpah di Indonesia menjadi kesempatan PT Pertamina (Persero) untuk menciptakan produk ramah lingkungan. PT Pertamina (Persero) akan membuat bioavtur dari campuran limbah minyak jelantah atau used cooking oil (UCO).
Inovasi ini bagian dari produk Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) untuk menciptakan produk ramah lingkungan.
Baca Juga
"Kami memang saat ini ada beberapa alternatif seperti minyak jelantah atau uco tadi," ujar Senior Vice President Business Development PT Pertamina (Persero), Wisnu M Santoso dalam acara Media Briefing di Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Advertisement
Wisnu mengatakan, ide untuk membuat bioavtur anyar ini didorong oleh melimpahnya pasokan minyak jelantah di Indonesia. Padahal, jika diolah lebih lanjut limbah minyak goreng tersebut dapat dijadikan campuran bioavtur.
"Untuk SAF ini yang paling ideal saat ini memang dari minyak jelantah karena banyak jumlahnya," ujar dia.
Untuk teknis pelaksanaannya, Pertamina akan mengoptimalkan jaringan SPBU yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sebagai sarana pengumpulan minyak jelantah.
"Kami coba pikirkan memanfaatkan jaringan SPBU kita yang banyak di Indonesia, di mana bisa memanfaatkan sebagai sistem pengumpulan," kata dia.
Namun, dia belum bersedia untuk mengungkapkan lebih lanjut terkait target peluncuran bioavtur dengan campuran minyak jelantah tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan tercetus memanfaatkan minyak jelantah (used cooking oil) sebagai bahan bakar industri aviasi/penerbangan, atau avtur.
Dia menuturkan, sejumlah negara tetangga telah menggunakan minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif untuk pesawat. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi stok minyak bekas yang cukup besar.
Â
Lonjakan Aktivitas Penerbangan
"Pernahkah terpikirkan bahwa minyak jelantah atau used cooking oil dapat menjadi bahan bakar untuk industri aviasi atau penerbangan? Hal ini ternyata sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura," tulisnya melalui akun Instagram @luhut.pandjaitan, Rabu, 29 Mei 2024.
Ia pun menyoroti lonjakan aktivitas penerbangan bakal membuat emisi karbon yang dihasilkan terus bertambah. Oleh karena itu, Luhut menilai intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting.Â
Dari berbagai data dan kajian yang didapatnya, ia menyimpulkan SAF sebagai solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Tanah Air. Sehingga upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah lingkungan bukan hanya jadi inovasi semata.
Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka
Â
Advertisement
Terobosan Cathay Pacific Gunakan Bahan Bakar Berkelanjutan untuk Tekan Emisi Karbon
Sebelumnya, maskapai penerbangan berbasis di Hong Kong, Cathay Pacific, telah bekerja sama dengan State Power Investment Corporation (SPIC) untuk mendorong pengembangan rantai pasokan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (SAF) di China daratan.
Pada Maret 2023, SPIC dan Cathay Pacific menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) yang mencakup empat pabrik SAF di bawah SPIC.
Disaksikan Ketua SPIC Qian Zhimin dan Wakil Presiden Chen Haibin, Chief Executive Officer Cathay Pacific Group Ronald Lam, dan Chief Operations and Service Delivery Officer-designate Alex McGowan, MoU ditandatangani Ketua SPIC International Finance (HK) Co. Ltd. Yin Guoping dan General Manager Cathay Pacific Corporate Affairs Andy Wong di kantor pusat Cathay Pacific di Hong Kong, merujuk keterangan resmi pada Liputan6.com, baru-baru ini.Â
SAF diklaim sebagai bahan bakar penerbangan yang dibuat dari bahan baku berkelanjutan dan dapat mengurangi emisi karbon selama siklus hidupnya. SAF dibuat dari berbagai bahan baku, seperti minyak jelantah, limbah padat, limbah kayu, tanaman cepat tumbuh, dan ganggang, menurut perusahaan minyak dan gas BP.Â
Saat ini, industri penerbangan sangat membutuhkan bahan bakar jet karena memiliki kepadatan energi yang tinggi dan memungkinkan penerbangan jarak jauh.
Namun, di sisi lain, penggunaan bahan bakar jet secara tradisional meningkatkan emisi karbon. Dengan SAF, emisi karbon diklaim dapat berkurang hingga 80 persen selama siklus hidup bahan bakar, tergantung pada bahan baku dan metode produksinya.
Â
Pembangunan Berkelanjutan Industri Penerbangan Global
Ketua SPIC, Qian Zhimin, menyebut bahwa penandatanganan kerja sama ini jadi tonggak penting bagi pembangunan berkelanjutan SPIC. Juga, sebagai kontribusi signifikan perusahaan Tiongkok untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di sektor penerbangan global.Â
"Kami berharap kedua belah pihak dapat membangun kolaborasi dalam sertifikasi dan pembelian SAF untuk bekerja sama lebih lanjut di bidang yang berkaitan dengan rantai pasokan industri, pengembangan proyek, dan mendapatkan dukungan kebijakan yang diperlukan," ujarnya.
Sementara CEO Cathay Pacific Group, Ronald Lam, mengaku senang dapat bermitra dengan SPIC dalam mempercepat pengembangan SAF di Tiongkok. Cathay Pacific Group berkomitmen menggunakan SAF sebesar 10 persen dari total konsumsinya pada 2030 sebagai bagian dari tujuannya untuk mencapai nol emisi karbon pada 2050.
Ronald berkata, "Kolaborasi ini menggabungkan keunggulan pelengkap dari kekuatan SPIC di bagian energi bersih dengan keahlian Cathay Pacific sebagai pengguna akhir SAF. Kami berharap kemitraan ini akan memainkan peran penting dalam dekarbonisasi industri penerbangan."
Â
Advertisement