Liputan6.com, Jakarta - Harga beras di Indonesia dinilai melonjak dibandingkan negara lain. Salah satunya dipengaruhi biaya produksi beras yang meningkat di Indonesia.
Hal itu disampaikan Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Pangan Nasional, Rachmi Widiriani. Rachmi menuturkan, biaya produksi beras di dalam negeri memang telah meningkat. Hal ini penting untuk memastikan petani juga mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil pertanian mereka. Harga gabah yang diterima petani bahkan melebihi Harga Pembelian Pemerintah (HPP), memberikan keuntungan bagi mereka.
Baca Juga
"Kalau kita perhatikan memang betul harga beras di dalam negeri saat ini tinggi, tapi memang biaya produksinya juga sudah tinggi, sehingga kalau kita runtut dari cost factor produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan. Dan saat ini sebetulnya saat-saat yang membahagiakan petani, karena harga gabah mereka dibeli di atas HPP," ujar Rachmi kepada media, Kamis, 19 September 2024, dikutip Jumat (20/9/2024).
Advertisement
Rachmi menambahkan, Nilai Tukar Petani (NTP) untuk tanaman pangan saat ini berada pada posisi yang baik, mencerminkan kondisi yang menguntungkan bagi para petani. Namun, pemerintah perlu memastikan konsumen juga dapat mengakses beras dengan harga yang terjangkau dan berkualitas.
"Jadi kita juga lihat NTP petani, khususnya tanaman pangan, saat ini juga bagus. Mungkin dalam 10 tahun terakhir, saat ini NTP petani untuk tanaman pangan tinggi, artinya pemerintah harus hadir di tengah-tengah. Petani mendapatkan harga bagus, kemudian di konsumen, juga masyarakat konsumen dapat mengakses beras dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang baik," ujar dia.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah harga ini adalah dengan meningkatkan kualitas benih. Ia menekankan pentingnya penggunaan benih berkualitas agar produktivitas lahan pertanian meningkat, yang pada gilirannya dapat menstabilkan harga beras. Efisiensi dalam produksi juga perlu diperhatikan agar petani mendapatkan hasil yang lebih baik.
Â
Efisiensi Produksi Perlu Dilakukan
"Kalau kita lihat bahwa benih menjadi salah satu faktor pengungkit yang harus betul-betul menjadi perhatian kita bersama. Kalau benihnya bagus, nanti produktifitasnya meningkat, maka produksi satuan lahan itu juga meningkat, petani akan mendapatkan gen atau hasil dari penjualannya lebih bagus," ujar dia.
Sehingga, seiring dengan perbaikan yang dilakukan dan semakin luasnya lahan pertanian, harga beras diharapkan dapat stabil. Namun, penting bagi petani untuk tetap mendapatkan keuntungan dari usaha mereka.Â
Tak hanya itu, efisiensi dalam produksi juga perlu diterapkan, dengan meningkatnya produktivitas, petani akan meraih dua keuntungan yakni harga yang baik dan pendapatan yang meningkat.Â
"Lama-lama harganya akan stabil. Kita tunggu saja, semoga perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan dan sedang dilakukan saat ini bisa terus meningkatkan produksifitas petani," kata dia.
Â
Reporter: Siti Ayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Tak Cuma Perubahan Iklim, Ini Masalah Serius Industri Beras di Dunia
Sebelumnya, Perum Bulog menggelar mengumpulkan pelaku industri beras dari seluruh dunia Indonesia Internasional Rice Conference (IIRC) 2024 yang berlangsung di Bali. Gelaran yang dihadiri kurang lebih 17 negara produsen beras utama dunia ini membahas berbagai macam isu dalam industri beras di dunia. Â
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska Harahap menjelaskan, beras bukan sekadar tanaman pangan. Ada banyak arti di belakang beras ini seperti sumber kehidupan bagi lebihÂ
Untuk itu, ketahanan pangan dalam hal ini beras menjadi isu seluruh masyarakat dunia. Banyak tantangan yang tengah dihadapi oleh industri beras dunia saat ini seperti perubahan iklim, gangguan ekonomi, dan ketegangan geopolitik yang memperumit lanskap produksi dan distribusi beras yang sudah kompleks.
"Ketahanan dalam konteks ini berarti lebih dari sekadar bertahan. Ini berarti berjuang di tengah kesulitan dengan mengembangkan dan menerapkan solusi efektif yang dapat mempertahankan produksi beras di tengah tantangan global ini," kata dia, Kamis (19/9/2024).
Sonya menjelaskan, pada hari ini produksi beras dihadapkan pada serangkaian masalah yang berdampak luas pada komunitas lokal dan sistem pangan global. Salah satu tantangan paling mendesak adalah perubahan iklim.
Pola cuaca yang tidak terduga, suhu yang meningkat, dan cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan mengganggu hasil panen beras di seluruh dunia.
"Perubahan ini tidak hanya mengganggu sistem pertanian, tetapi juga memperparah kelangkaan air, sumber daya penting untuk budidaya beras.
Â
Gangguan Rantai Pasok
Selain faktor lingkungan, industri beras juga bergulat dengan ancaman biologis. Hama, penyakit, dan spesies invasif semakin sulit untuk dikelola, memberikan tekanan tambahan pada petani yang sudah berhadapan dengan kompleksitas perubahan iklim.
Tekanan ekonomi semakin memperparah tantangan ini. Volatilitas pasar, pembatasan perdagangan, dan meningkatnya biaya input seperti pupuk dan energi membuat petani semakin sulit untuk menjaga operasional yang menguntungkan.
Selain itu, gangguan rantai pasok global dalam beberapa tahun terakhir telah menyoroti kerentanan sistem pangan global, dan beras tidak terkecuali. Ketegangan geopolitik dan konflik juga berperan dalam mengguncang pasar beras, mengganggu jalur produksi dan distribusi.
"Akibatnya, miliaran orang yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok menghadapi kerentanan yang lebih besar terhadap ketidakamanan pangan," ungkap Sonya.
Tantangan-tantangan yang saling terkait ini menekankan perlunya pendekatan yang tangguh dan adaptif terhadap produksi beras.
"Kita harus menyadari bahwa metode tradisional pertanian dan distribusi mungkin tidak cukup menghadapi tantangan yang terus berkembang ini. Jelas bahwa untuk mengamankan masa depan beras, kita membutuhkan solusi inovatif, berkelanjutan, dan kolaboratif yang dapat membantu kita mengatasi tantangan global ini,"Â jelas dia.Â
Â
Advertisement