Kemenkeu Masih Kaji Tarif Cukai Minuman Berpemanis 2,5%

pendapatan dari cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) ditargetkan mencapai Rp 3,8 triliun pada 2025, atau saat dimulainya tahun pertama pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 26 Sep 2024, 14:03 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2024, 14:03 WIB
Minuman Berpemanis Bukan Faktor Penyebab Sakit Ginjal
Lebih cermat mengenali produk yang kita konsumsi dengan mencari informasi teruji, minuman berpemanis bukan penyebab sakit ginjal kronis

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa pihaknya masih mengkaji besaran penetapan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis (DJBC) Kemenkeu M. Aflah Farobi mengatakan, memang sudah ada usulan terkait tarif awal cukai MBDK sebesar 2,5%. Namun, angka tersebut masih dalam proses pengkajian.

“Ada masukan tarif 2,5%. Namun karena masih proses pengkajian, jadi belum kita putuskan,” ungkap Aflah dalam kegiatan media gathering Kemenkeu di Anyer, Banten pada Kamis (26/9/2024).

Sebagai informasi, Pemerintah dalam APBN 2025 berencana menerapkan tarif cukai MBDK, untuk menekan risiko kesehatan di antara masyarakat, salah satunya dalam menurunkan jumlah penderita diabetes.

Aflah menyebut, ia belum bisa mengungkapkan lebih rinci terkait produk apa saja yang akan terkena cukai, karena masih akan dibahas lebih lanjut ketika pemerintahan baru Presiden Terpilih Prabowo Subianto resmi terbentuk.

"2,5% masuk ke kajian kita jadi belum kita putuskan. Ini pengaruh nantinya bagaimana policy pemerintah baru,” jelas dia.

Selain itu, ia juga mengungkapkan, pendapatan dari cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) ditargetkan mencapai Rp 3,8 triliun pada 2025 mendatang, atau saat dimulainya tahun pertama pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Namun, angka tersebut lebih kecil dari target untuk cukai MBDK tahun ini sebesar Rp 4,3 triliun.

"Cukai MBDK tahun ini Rp 4,3 triliun dan di tahun depan 2025 dicantumkan Rp 3,8 triliun," ungkap dia.

"Kenapa lebih rendah? kemarin kami telah diskusi dengan DPR dan melihat bahwa untuk penerapan cukai MBDK ini tentunya harus dikaji sesuai perkembangan ekonomi," imbuhnya.

Usulan DPR

Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Meningkat 15 Kali Lipat Termasuk di Kalangan Anak-Anak. Foto: Freepik.
Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Meningkat 15 Kali Lipat Termasuk di Kalangan Anak-Anak. Foto: Freepik.

Sebelumnya, usulan tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen diungkapkan oleh BAKN DPR. Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan pada Selasa ini, Pimpinan BAKN DPR Wahyu Sanjaya menyampaikan tarif itu bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi.

BAKN mendorong agar pemerintah mulai menerapkan cukai MBDK untuk mengurangi dampak negatif tersebut.

Di samping itu, juga untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari cukai hasil tembakau (CHT).

“Kami merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” ujar Wahyu.

Selain cukai MBDK, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk menaikkan CHT jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimal lima persen setiap tahun selama dua tahun ke depan.

Hal itu dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari CHT dan membatasi kenaikan CHT pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja. 

Kemenperin Ungkap Dampaknya

Cukai Minuman Berpemanis Bakal Pangkas Penjualan
Pemerintah tengah mengkaji pengenaan cukai bagi minuman berpemanis dengan kisaran harga Rp 1.000-Rp 3.000.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut bahwa industri minuman, khususnya minuman berpemanis dalam kemasan, mulai mengalami penurunan produksi.

 Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan bahwa penurunan ini disebabkan oleh rencana Kementerian Keuangan yang akan menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

"Industri minuman, berdasarkan IKI Agustus 2024, kami mencermati bahwa ada sedikit penurunan produksi di industri minuman pada bulan Agustus. Meskipun masih kecil, kami melihat bahwa subsektor minuman mulai merespons pemberlakuan cukai minuman berpemanis dalam kemasan," ujar Febri dalam konferensi pers rilis Indeks Keyakinan Industri (IKI) Agustus 2024 di Bogor, Kamis (29/8/2024).

Diketahui, pemerintah telah membatasi kadar gula, garam, dan lemak dalam produk makanan dan minuman melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan.

Selain itu, pemerintah menargetkan penerimaan cukai naik sebesar 6 persen dalam nota keuangan RAPBN 2025, menjadi Rp 244 triliun. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui ekstensifikasi cukai secara terbatas pada produk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

Mulai Berlaku 2025

Penerapan cukai terhadap MBDK akan mulai diberlakukan pada tahun 2025. Namun, kebijakan ini telah mengundang sejumlah protes dari masyarakat, terutama dari kalangan pengusaha minuman di Indonesia.

Sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, memproyeksikan bahwa penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 akan sangat berpengaruh terhadap volume penjualan produk industri makanan dan minuman (mamin), dan berpotensi menyebabkan terjadinya PHK massal di sektor industri mamin.

  

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya