Kebijakan Ini Bisa jadi Beban Pemerintah Prabowo-Gibran

Kebijakan aturan kemasan rokok polos tanpa merek ini akan menjadi tugas berat bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran

oleh Septian Deny diperbarui 27 Sep 2024, 18:45 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2024, 18:45 WIB
Momen Akhir Capres-Cawapres Usai Debat Pamungkas Pemilu 2024
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka saat memberi pernyataan penutup Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (4/2/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan menimbulkan berbagai polemik dan protes keras dari berbagai pihak, terutama dari sektor pertembakauan. Kebijakan ini dinilai minim kajian, terutama dampak dari sisi sosial dan ekonomi.

Pakar Kebijakan Publik Gitadi Tegas Supramudyo, melihat RPMK hanya memakai pendekatan sesuai tugas fungsi kesehatan yang memunculkan banyak resistensi dari sisi lain. Padahal, suatu perumusan kebijakan idealnya perlu memakai pendekatan multidisiplin yang mencakup banyak hal di dalamnya.

“Prediksi saya kebijakan (kemasan rokok polos tanpa merek) ini akan menimbulkan masalah atau polemik karena hanya menggunakan satu perspektif, yaitu kesehatan,” ucapnya dikutip Jumat (27/9/2024).

Gitadi juga menilai bahwa dampak atau beban dari kebijakan aturan kemasan rokok polos tanpa merek ini akan menjadi tugas berat bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Pemerintahan baru akan terpaksa mundur selangkah untuk masalah kemasan rokok polos tanpa merek ini karena harus melakukan pemetaan ulang ‘masalah baru’ yang muncul akibat kebijakan tersebut,” terangnya.

Menurut Gitadi kemasan rokok polos tanpa merek bukanlah solusi yang tepat untuk menekan prevalensi perokok di Indonesia karena belum tentu mampu menurunkan konsumsi. Bahkan, ia khawatir kebijakan tersebut akan semakin meningkatkan peredaran rokok ilegal.

Aturan kemasan rokok polos tanpa merek juga dinilai bertentangan dengan berbagai target yang diusung oleh pemerintah baru, seperti target penerimaan negara dari cukai (tax ratio) sebesar 23%. Kebijakan ini dinilai akan membuat target penerimaan negara dari cukai yang tinggi tersebut menjadi tidak dapat tercapai.

 

Pengangguran

Antusias Pencari Kerja Serbu Jakarta Job Fair 2023
Acara itu untuk mengurangi jumlah pengangguran terbuka di Jakarta yang mencapai 410.585 jiwa sesuai data BPS akhir 2022. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Selain itu, aturan ini juga dapat memicu terjadinya penambahan jumlah pengangguran berskala besar. Hal ini dikarenakan industri yang terlibat langsung dengan sektor tembakau akan mengalami penurunan pendapatan, hilangnya kesempatan dalam mem-branding suatu produk sehingga posisinya menjadi tidak relevan untuk dipertahankan, hingga berakhir ke pemutusan hubungan kerja (PHK).

Aturan ini bukannya membuat lapangan kerja meningkat, tetapi justru akan membuat tantangan baru bagi pemerintah baru, utamanya akan semakin menjauhkan target 19 juta lapangan pekerjaan baru yang ditargetkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Kebijakan yang diinisiasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini dinilai tidak mengacu pada penilaian dampak regulasi yang dibutuhkan untuk menghitung dampak dari suatu peraturan.

Selain itu, dalam proses perumusannya, Kemenkes juga tidak melakukan partisipasi bermakna yang mumpuni untuk membuka ruang diskusi dan mengambil masukan dari berbagai pemangku kepentingan yang berkaitan dengan aturan tersebut.

“Kemasan rokok polos tanpa merek bukanlah solusi yang tepat karena konsumsi (rokok) akan tetap tinggi. Justru ini akan meningkatkan konsumsi rokok karena akan meningkatkan peredaran rokok ilegal, sehingga berdampak pada matinya rokok bermerek (yang legal) dan bercukai,” tutupnya.

 

Tarif Cukai Rokok 2025 Tak Naik, Ini Alasannya

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 patut diberikan apresiasi karena dipandang dapat memberikan napas bagi industri hasil tembakau.

Kebijakan ini disambut baik oleh industri, yang saat ini tengah mengalami berbagai tantangan berat, mulai dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes).

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengumumkan bahwa tidak akan ada penyesuaian tarif untuk CHT tahun 2025.

“Mengenai kebijakan CHT 2025 bahwa sampai dengan penutupan pembahasan RUU APBN 2025 yang minggu lalu sudah ditetapkan DPR, posisi pemerintah untuk kebijakan penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” katanya dikutip Jumat (27/9/2024).

Askolani juga menyampaikan bahwa kebijakan tarif CHT 2025 akan berfokus pada penanganan fenomena downtrading yang marak terjadi, yaitu peralihan konsumsi rokok ke jenis yang lebih murah.

Jika fenomena ini terus terjadi, maka penerimaan cukai rokok pun akan sulit mengalami pertumbuhan. Meski tidak ada penyesuaian CHT, pemerintah berencana mengeluarkan alternatif lainnya dengan menyesuaikan Harga Jual Eceran (HJE) di tingkat industri.

 

Kebijakan Cukai

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Meskipun kebijakan cukai memberikan napas segar, namun masih banyak tantangan serius yang dihadapi industri tembakau, salah satunya terkait dengan rencana implementasi kemasan rokok polos tanpa merek.

Askolani turut menyoroti potensi risiko yang muncul dari kebijakan ini terhadap efektivitas pengawasan. "Sebab kita jadi tidak bisa membedakan antara jenis rokok, yang kemudian itu menentukan golongan, dan juga bisa menjadi basis kita untuk pengawasan," jelasnya.

Kemenkeu juga telah menyampaikan masukan terkait kemasan rokok polos tanpa merek kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memastikan bahwa kebijakan kesehatan yang diusulkan tetap mempertimbangkan aspek pengawasan dan pengendalian rokok ilegal.

 

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya