Menko Luhut Resmikan Pabrik LFP di Kendal, Indonesia Kini Saingi China

LFP adalah salah satu bahan utama dalam baterai litium-ion, bersama Nickel Cobalt Manganese (NCM). LFP dikenal lebih efisien

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 08 Okt 2024, 12:51 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2024, 12:51 WIB
Menko Luhut meresmikan dimulainya fase pertama produksi dan rencana ekspansi fasilitas katoda Lithium Iron Phosphate (LFP) oleh PT LBM Energi Baru Indonesia.
Menko Luhut meresmikan dimulainya fase pertama produksi dan rencana ekspansi fasilitas katoda Lithium Iron Phosphate (LFP) oleh PT LBM Energi Baru Indonesia. (dok: Humas)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meresmikan dimulainya fase pertama produksi dan rencana ekspansi fasilitas katoda Lithium Iron Phosphate (LFP) oleh PT LBM Energi Baru Indonesia.

Proyek ini merupakan hasil kemitraan strategis antara konsorsium Indonesia Investment Authority (INA) dan Changzhou Liyuan New Energy Technology Co. Ltd. (Changzhou Liyuan), salah satu produsen LFP terbesar di dunia.

Investasi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan baterai LFP yang terus meningkat, terutama seiring dengan pesatnya adopsi kendaraan listrik (EV) secara global.

Luhut menyampaikan pentingnya Indonesia untuk tidak lagi sekadar menjadi eksportir bahan mentah, melainkan harus memperkuat industri hilir dan mengambil peran penting dalam rantai pasok global.

"Hilirisasi merupakan langkah strategis untuk mempercepat kemajuan Indonesia, khususnya di sektor kendaraan listrik (EV) yang akan mendominasi masa depan," terang Luhut dalam keterangannya, Selasa (8/10/2024).

Fasilitas produksi ini berlokasi di Kendal Industrial Park (KIP), salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia dengan status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Jadi Salah Satu Terbesar di Dunia

Dengan investasi sekitar USD 200 juta, fasilitas ini akan meningkatkan kapasitas produksi katoda LFP dari 30.000 ton pada fase pertama menjadi 90.000 ton pada fase kedua yang akan dimulai pada tahun 2025. Proyek ini menargetkan menjadi produsen katoda LFP terbesar di dunia di luar China.

LFP adalah salah satu bahan utama dalam baterai litium-ion, bersama Nickel Cobalt Manganese (NCM). LFP dikenal lebih efisien dari sisi biaya dan sangat cocok untuk kendaraan listrik dan penyimpanan energi.

Berdasarkan laporan Bain, permintaan global untuk baterai diperkirakan akan meningkat empat kali lipat antara 2023 hingga 2030, dengan LFP diantisipasi akan berkontribusi sebesar 35% dari total permintaan baterai.

Kemitraan strategis ini berfokus pada bahan katoda LFP, yang merupakan komponen bernilai tinggi dalam rantai pasok baterai. Pada tahun 2030, pasar bahan aktif katoda LFP di Indonesia diperkirakan bernilai sekitar USD 10 miliar, memberikan kontribusi besar bagi transisi energi bersih global. Investasi ini juga menunjukkan daya tarik Indonesia sebagai pusat hilirisasi rantai pasok baterai.

“Proyek ini bukan sekadar pabrik, tetapi pondasi bagi ekosistem kendaraan listrik Indonesia. Dengan memproduksi baterai lithium, kita dapat memenuhi kebutuhan baterai hingga 3 juta kendaraan listrik di seluruh dunia," jelas Luhut.

 

Indonesia Jadi Pemain Utama Dunia

Mengisi baterai mobil listrik
Mengisi baterai mobil listrik (Arief/Liputan6.com)

Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah, menegaskan bahwa peningkatan permintaan LFP yang didorong oleh peralihan global menuju EV dan energi terbarukan memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam ekosistem baterai global.

Dengan membangun kemampuan produksi yang kuat, Indonesia siap memenuhi permintaan yang terus meningkat atas katoda LFP di masa depan.

CEO Changzhou Liyuan, Shi Junfeng, menyatakan bahwa pengoperasian tahap awal PT LBM Energi Baru Indonesia sebagai produsen katoda LFP pertama di luar China akan memperkuat keamanan pasokan energi global. Ia juga menekankan bahwa kemitraan ini adalah langkah strategis penting bagi kerja sama jangka panjang antara China dan Indonesia dalam sektor energi baru.

Indonesia memiliki posisi strategis dalam mendukung transisi energi global dengan rantai nilai yang terintegrasi, mulai dari pemurnian hingga produksi kendaraan listrik.

Dengan pertumbuhan sektor EV di Indonesia yang diperkirakan mencapai 50% per tahun hingga 2030, kemitraan ini menegaskan komitmen untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dan mendorong solusi energi bersih.

Fasilitas ini juga diharapkan menciptakan lebih dari 2.000 lapangan kerja, dengan 92% di antaranya akan diisi oleh tenaga kerja lokal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya