Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, bersama Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan seluruh Kepala Daerah di Tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota menggelar Rapat Koordinasi (Rakor), di Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Rakor membahas lonjakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
Baca Juga
Menaker Yassierli menyebut Rakor ini untuk menyelaraskan kebijakan ketenagakerjaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta untuk meningkatkan koordinasi terhadap lonjakan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Advertisement
“Hingga Oktober 2024 terdapat 59.796 orang pekerja yang terkena PHK. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 25.000 orang pekerja dalam tiga bulan terakhir,” ucap Yassierli.
Untuk menekan bertambahnya jumlah PHK, Menaker Yassierli mendorong setiap daerah untuk membangun sistem peringatan dini (early warning system) terhadap potensi PHK di perusahaan-perusahaan.
“Dengan adanya sistem peringatan dini, diharapkan dapat memitigasi dampak sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh tingginya angka PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),” katanya.
Sritex Pailit, Prabowo Pastikan Tak Ada Pegawai Kena PHK
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli mengaku sudah rapat dengan Presiden Prabowo Subianto soal PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Senin (21/10/2024). Menurut dia, arahan tegas dari Presiden Prabowo adalah tidak boleh ada Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK kepada para pegawainya.
“Pemerintah sangat concern (terhadap nasib Sritex), PHK itu tidak boleh terjadi itu poin nomer satu. Jadi kita meminta Sritex untuk tetap berproduksi seperti biasa dan kemudian kita meminta agar semua karyawan tetap tenang karena pemerintah akan memberikan solusi terbaik,” kata Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Alasan Pemerintah Selamatkan Sritex
Yassierli mengungkap, alasan pemerintah sangat peduli terhadap situasi Sritex saat ini adalah untuk menyelamatkan para tenaga kerja di sana yang berjumlah belasan ribu. Tercatat, ada sekitar 11.249 karyawan Grup Sritex yang kini berada dalam ketidakpastian.
“Pak Presiden meminta tidak (PHK), dan kita tidak akan biarkan!,” tegas dia.
Berdasarkan pesan Presiden Prabowo, sambung Yassierli, saat ini pemerintah baru saja memulai langkah pertama. Karena itu, Presiden tidak ingin ada kegaduhan bila terjadi PHK besar-besaran karena tidak bisa menyelematkan nasib para pekerja dari perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.
“Kita ini berada di awal pemerintahan, tentu kita ingin starting-nya ini baik dan kita ingin memberi sinyal ke perusahaan bahwa kami dari pemerintah hadir dan tidak akan membiarkan isu macam-macam membuat ekonomi bermasalah dan karyawan terganggu,” jelas Yassierli.
Yassierli memastikan, saat ini Sritex masih terus berproduksi dan pegawai masih tetap bekerja seperi biasa. Sementara itu, dari sisi hukum, Sritex masih terus berjuang di tingkat kasasi pasca dinyatakan pailit.
“Proses hukum terhadap Sritex masih berjalan di tingkat kasasi, tapi produksi tetap berjalan tidak ada PHK, karyawan juga senang dan kita optimistis buat Sritex,” dia menandasi.
Advertisement
Sritex Pailit Akibat Terlilit Utang
Sebagai informasi, Sritex pailit disebabkan permasalahan utang yang menjadi faktor utama. Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, total liabilitas perusahaan mencapai US$1,54 miliar atau setara Rp24,3 triliun (kurs Rp15.820 per dolar AS).
Utang ini sebagian besar berasal dari utang bank dan obligasi, termasuk secured working capital revolver (WCR) sebesar US$373,6 juta, secured term loan (STL) US$472,8 juta, dan unsecured term loan (UTL) US$480,7 juta.
Melansir dari Bloomberg, beban utang yang besar ini diperparah dengan penurunan pendapatan secara drastis. Menurut laporan keuangan kuartal I-2024, Sritex membukukan rugi US$14,79 juta, meningkat 32,90% dari periode yang sama tahun sebelumnya.