AFPI Edukasi Fintech Lending ke100 Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong

AFPI diminta ambil bagian dalam kegiatan orientasi pekerja migran Indonesia menyelenggarakan edukasi mengenai dasar-dasar fintech lending kepada lebih dari 100 pekerja migran.

oleh Septian Deny diperbarui 04 Nov 2024, 19:15 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2024, 19:15 WIB
Hong Kong
Sky Terrace 428 menampilkan pemandangan kota Hong Kong dari ketinggian 428 meter. (Foto: Pexels/Nextvoyage)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Fintech Indonesia (AFPI) kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat, khususnya bagi pekerja migran Indonesia. Kali ini, AFPI diminta ambil bagian dalam kegiatan orientasi pekerja migran Indonesia menyelenggarakan edukasi mengenai dasar-dasar fintech lending kepada lebih dari 100 pekerja migran.

Kegiatan edukasi yang berlangsung pada 29 Oktober 2024 di kantor Konsulat Jenderal RI di Hong Kong ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada para pekerja migran mengenai layanan keuangan digital, khususnya fintech lending. Materi yang disampaikan meliputi cara memilih penyedia layanan fintech lending yang terpercaya, tips menghindari penipuan, serta manfaat dan risiko penggunaan layanan ini.

"Kami menyadari bahwa pekerja migran memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.Oleh karena itu, kami merasa terpanggil untuk memberikan edukasi keuangan yang relevanagar mereka dapat memanfaatkan teknologi finansial secara bijak dan bertanggung jawab," kata Ketua Bidang Edukasi, Literasi dan Riset AFPI Marcella Wijayanti dikutip Senin (4/11/2024).

“Harapannya, dengan pengetahuan yang cukup, para pekerja migran dapat terhindar dari risiko penggunaan layanan keuangan yang tidak bertanggung jawab," lanjut dia.

Konsulat Jenderal RI di Hong Kong menyambut baik inisiatif AFPI. Mereka sangatmengapresiasi upaya AFPI dalam memberikan edukasi kepada para pekerja migran, dan berharap kolaborasi seperti ini dapat terus berlanjut.

AFPI berencana untuk membagi materi-materi edukasi yang sesuai dengan kebutuhan pekerja migran indonesia kepada Konsulat Jenderal Hong Kong. Ke depan, AFPI selalu terbuka untuk bekerja sama dengan KBRI atau KJRI untuk mendukung kegiatan edukasi dan literasi finansial teknologi bagi pekerja migran indonesia.

Partisipasi AFPI di Hong Kong Fintech Week telah menunjukkan bahwa industri fintech Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan. Dengan dukungan Otoritas JasaKeuangan (OJK) dan pemerintah, serta komitmen tinggi para anggota Penyelenggara fintech lending, industri fintech Indonesia terus berinovasi dan terus memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional, serta menjadi best practice fintech lending dunia.

Pinjol hingga Judol Ilegal Masih Marak, OJK Beberkan Alasannya

Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) ilegal masih marak di Indonesia. Hal itu dikarenakan literasi keuangan digitalnya masih rendah.

Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Djoko Kurnijanto, menjelaskan walaupun berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan adanya peningkatan, namun tetap saja masih terhitung rendah.

Tercatat hasil SNLIK 2024, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia baru mencapai 65,43 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.

“Sumber dari sekarang ini yang muncul permasalahan di media karena rendahnya digital financial literacy. Apakah itu penggunaan aplikasi judol, banyak yang kena pinjol ilegal misalnya dan juga aplikasi aplikasi lain. Kenapa ini terjadi? Karena digital financial literasi yang masih rendah dan perlu ditingkatkan," kata Djoko dalam acara Pre-Event Media Gathering Bulan Fintech Nasional, di Jakarta, Senin (4/11/2024).

Pesatnya teknologi digital saat ini membuat masyarakat dapat dengan mudah melakukan aktivitas keuangan hanya melalui smartphone saja. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan pemahaman risiko yang akan ditimbulkan jika asal melakukan transaksi, baik itu pinjol maupun hal lainnya.

"Cuma permasalahnnya apakah mereka-mereka yang provide layanan di dalam HP ini bertanggung jawab? Dan sebaliknya apakah kita-kita yang gunakan ini regardless umurnya, regardless gendernya, sudah memahami dampak risiko yang kita lakukan dengan HP kita?,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan kembali bahwa di era digital saat ini, kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan melalui teknologi seperti AI, blockchain, dan cryptocurrency menawarkan potensi besar. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat risiko yang harus diwaspadai. Untuk itu, meningkatkan literasi keuangan digital menjadi sangat penting.

"Bagaimana kita bisa meningkatkan digital financial literacy. Ini yang terpenting. Ketika kita ngomongin digital di situlah potensi untuk orang menggunakan atau digunakan orang-orang tidak bertanggung jawab itu tinggi potensinya. Jadi, digital financial ini yang kurang. Kita ingin kejar selama BFN ini untuk bisa kita saling mengingatkan kembali bahwa di balik kemudahan adanya kehadiran AI, blockchain, kripto, dan lain-lain. Di balik itu semua, masih ada potensi risiko yang harus diketahui bersama. Inilah yang kita bangkitkan, kita tingkatkan," pungkasnya.

Puluhan Mahasiswa Gunadarma Depok Terjerat Pinjol

Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan IAKD Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Djoko Kurnijanto
Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan IAKD Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Djoko Kurnijanto, menyampaikan terdapat empat tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan industri fintech di Indonesia.

Sejumlah mahasiswa Universitas Gunadarma, terjerat hutang pinjaman online (Pinjol). Kasus tersebut terungkap saat para korban mengadukan nasibnya akibat ulah tersangka berinisial IM, yang merupakan sesama teman di kampus Gunadarma, Depok.

Salah seorang korban, Farikh mengatakan, awalnya korban mengenal IM merupakan teman sekelasnya yang merupakan mahasiswa berprestasi. IM sempat meminta bantuan korban memberikan data korban dengan alasan kerjasama dengan platform digital.

“Saya ngasih data karena percaya, dia dulu sering bantu saya ngerjain soal kuliah, akhirnya saya tanpa pamrih bantu dia,” ujar Farikh, Senin (28/10/2024).

Kebaikan korban ternyata disalahgunakan tersangka dengan memanfaatkan data korban untuk pinjol. Korban sempat disuruh tersangka untuk mendownload dan mengajukan limit pinjaman Rp2 juta.

“Jadi modusnya tuh dia ngaku ada proyek, terus butuh data baru untuk survei. Dia kan dulu teman saya, jadi saya bantuin,” ucap Farikh.

Korban sempat mempertanyakan terkait uang tersebut dan ternyata merupakan pinjol. Tersangka berjanji akan membayar cicilan pinjol tiap bulannya, namun sampai batas waktu yang ditentukan tidak dipenuhi.

“Terpaksa saya menutupi tagihan tersebut, saya masih meminta pertanggungjawaban dia,” terang Farikh.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya