Menko Airlangga Pede Produksi Minyak Sawit Bisa Digenjot untuk Biofuel

Pemerintah berencana memperluas campuran wajib biodiesel hingga mengandung 40 persen bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit pada 2025, atau disebut sebagai B40.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Nov 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2024, 13:00 WIB
Menko Airlangga Pede Produksi Minyak Sawit Bisa Digenjot untuk Biofuel
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto optimistis produksi minyak kelapa sawit dapat ditingkatkan di dalam negeri. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto optimistis produksi minyak kelapa sawit di dalam negeri dapat ditingkatkan dalam beberapa tahun mendatang, untuk memenuhi permintaan energi yang meningkat karena campuran biodiesel wajib siap untuk diperluas.

Sebagai informasi, Pemerintah berencana untuk memperluas campuran wajib biodiesel hingga mengandung 40 persen bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit pada tahun 2025, atau disebut sebagai B40.

"Kebijakan biodiesel Indonesia terutama ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor, mendorong campuran energi yang lebih berkelanjutan, dan mendukung industri minyak kelapa sawit," ujar Airlangga Hartarto kepada peserta di Konferensi Minyak Kelapa Sawit Indonesia, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (8/11/2024).

Rencana tersebut telah menopang harga minyak kelapa sawit global karena pengiriman keluar terlihat menurun di tengah ekspektasi produksi yang lesu.

Penerapan mandat biofuel B40 dapat mengakibatkan penggunaan minyak kelapa sawit untuk energi meningkat menjadi 13,9 juta metrik ton pada tahun 2025, dari perkiraan 11 juta ton yang dibutuhkan tahun ini dengan B35, menurut perkiraan asosiasi produsen biofuel Indonesia APROBI,

Pemerintah berupaya meningkatkan campuran biodiesel menjadi 50 persen pada tahun 2028, Edi Wibowo,

Direktur di Kementerian ESDM, Edi Wibowo juga mengatakan pada konferensi yang sama bahwa Pemerintah berupaya meningkatkan campuran biodiesel menjadi 50 persen pada tahun 2028. Selain itu, Pemerintah juga mengkaji mandat pencampuran 1 persen dalam bahan bakar jet pada tahun 2027.

 

Upaya Penanaman

Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja mengangkut cangkang sawit di atas rakit di sebuah perkebunan sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Dilaporkan, produksi minyak sawit di Indonesia telah mandek dalam beberapa tahun terakhir karena pohon-pohon yang menua.

Airlangga menyebut, Pemerintah mendorong praktik pertanian yang lebih baik untuk meningkatkan hasil panen dan meningkatkan program penanaman kembali minyak kelapa sawit di antara para petani kecil untuk memenuhi permintaan yang lebih tinggi.

Namun, pogram penanaman kembali telah terlambat dari jadwal. Target peluncurannya adalah menanam kembali 180.000 hektar setiap tahun, tetapi sejak 2017, namun Indonesia hanya menyediakan dana untuk menanam kembali 360.000 hektar (890.000 hektar), menurut Airlangga.

Eddy Martono, ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mengatakan bahwa percepatan program ini adalah kunci untuk mendukung agenda bioenergi pemerintah tanpa memengaruhi pasokan untuk kebutuhan pangan dalam negeri dan ekspor.

Tanpa peremajaan pohon, produksi minyak sawit mentah Indonesia dapat turun menjadi 44 juta metrik ton pada tahun 2045, dari sekitar 50 juta ton saat ini, data lembaga pendanaan minyak sawit negara menunjukkan.

Jika skema penanaman kembali dapat dilakukan sesuai target, produksi CPO dapat mencapai sekitar 83 juta ton pada tahun 2045.

China Lirik Minyak Bunga Matahari, Industri Sawit Indonesia Was-was

Petani Sawit di Jambi
Meski harga sawit cenderung belum stabil, komoditi ini tetap menjadi primadona bagi petani di Provinsi Jambi. (Dok. Istimewa/B Santoso)

Sebelumnya, penurunan ekspor menjadi salah satu tantangan terbesar industri kelapa sawit pada 2024. Hal ini diungkap oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menjelaskan.

Ekspor kelapa sawit di tahun ini tak sebesar tahun-tahun sebelumnya karena adanya penurunan permintaan dari China yang menjadi salah satu importir terbesar Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia. Menurunnya permintaan ini diakibatkan China yang melirik minyak bunga matahari yang harganya lebih murah dibandingkan minyak sawit.

“Kemarin saya baru kembali dari China, itu ternyata minyak bunga matahari yang tidak disangka-sangka produktivitasnya jauh lebih rendah dari sawit itu lebih murah dibanding sawit,” kata Eddy dalam acara Press Tour Belitung 2024, Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian, Selasa (27/8/2024).

Eddy menambahkan harga minyak bunga matahari yang lebih murah membuat China banyak melakukan pembelian dan ada pengurangan import sawit dari Indonesia. China menjadi importir CPO terbesar dari Indonesia dengan jumlah 7,7 juta ton pada tahun lalu.

“Saya sampaikan bahwa kalau seperti ini terus mencapai 5 juta ton saja cukup berat. Jadi saya minta saran dari mereka apa yang harus kita lakukan,” jelas Eddy.

Kebijakan Pemerintah

Eddy menyebut, perlu ada kebijakan pemerintah, yang paling tidak dapat memainkan instrumen fiskal. Artinya pada waktu harga tidak kompetitif bisa turunkan sementara, kemudian setelah menjadi kompetitif kembali, harga bisa dinaikkan lagi.

Adapun Eddy menjelaskan sawit bukan satu-satunya minyak nabati di dunia. Pangsa pasar minyak sawit 33 persen di dunia. Artinya masih ada 67 persen minyak nabati lainnya, salah satunya minyak bunga matahari.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor CPO secara tahunan (YoY) sebesar 39,22 persen. Total volume ekspor CPO dan turunannya pada Juli 2024 hanya mencapai 1,62 juta ton atau turun 2,67 juta ton secara bulanan.

 

Prabowo Bidik Solar Sawit B50 di 2025, Indonesia Hemat Rp 309 Triliun

Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Sebelumnya, Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa ia akan menerapkan kewajiban pencampuran biodiesel berbasis minyak kelapa sawit wajib sebesar 50 persen pada awal tahun depan.

Langkah ini diharapkan akan memangkas biaya impor bahan bakar hingga USD 20 miliar atau Rp.309,7 triliun per tahun.

"Kami sekarang berada di B35 dan kami akan mempercepat ke B40, B50," kata Prabowo, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (28/8/2024).

"50 persen biodiesel yang terbuat dari minyak kelapa sawit, begitu kita mencapai B50, Insya Allah pada akhir tahun ini atau awal tahun depan, kita akan menghemat USD 20 miliar setahun, kita tidak perlu mengirim uang ini ke luar negeri," bebernya.

Sebagai informasi, konsumsi minyak sawit Indonesia telah tumbuh rata-rata 7,6 persen per tahun sejak 2019, menurut data GAPKI, sementara produksi selama periode yang sama telah meningkat kurang dari 1 persen per tahun.

Peningkatan mandat biodiesel akan menghasilkan volume ekspor yang lebih rendah.

Mandat biodiesel sawit Indonesia berlaku untuk transportasi darat, kereta api, mesin industri, dan pembangkit listrik tenaga diesel.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya