Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung pasang mata terhadap aksi penyelundupan komoditas mineral, termasuk pasir timah yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Adapun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah menindak sebanyak 31.275 kasus penyelundupan di sepanjang Januari-November 2024, dengan total nilai barang seharga Rp 6,1 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Termasuk di antaranya kasus penyelundupan ekspor sumber daya alam (SDA) melalui hasil operasi patroli laut. Salah satunya berupa lima kali penindakan pasir timah dengan nilai barang mencapai Rp 10,9 milliar.
Advertisement
Menindaki itu, Yuliot mengatakan, Kementerian ESDM bakal pasang mata terhadap wilayah-wilayah penghasil yang dicurigai jadi sarang penyelundupan.
"Jadi untuk penyelundupan ini kita melihat wilayah-wilayah yang mungkin terjadi penyelundupan di daerah mana. Juga modusnya kira-kira bagaimana," ujar Yuliot di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Kasus Ekspor Timah
Dia memastikan beberapa kasus ekspor timah dilakukan tanpa izin alias ilegal. Dalam hal ini, ia menyinggung Bangka Belitung sebagai salah satu daerah penghasil timah terbesar.
"Kalau timah kan kita melihat itu daerah penghasil timah di sekitar Bangka Belitung," kata Yuliot.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan itu, Yuliot akan coba melihat dari sisi penegakan hukum. Dalam waktu dekat, ia menyebut Kementerian ESDM akan segera memiliki Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum).
"Di Kementerian ESDM juga akan dibentuk Ditjen Penegakan Hukum. Jadi mudah-mudahan untuk ke depan kita juga akan mengefektifkan, jangan sampai terjadi permasalahan-permasalahan lama," ujar Yuliot.
Terungkap, Harvey Moeis Terima Insentif Hingga Rp100 Juta per Bulan dari PT RBT
Terdakwa Harvey Moeis menerima insentif sekitar Rp50 juta hingga Rp100 juta per bulan dari Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta karena telah menjadi perpanjangan tangan PT RBT.
Hal ini diakui Harvey Moeis saat bersaksi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/10/2024), dilansir Antara.
Harvey bersaksi dalam kasus dugaan korupsi timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022.
Harvey Moeis mengungkapkan insentif diterima melalui transfer ke rekeningnya dengan nilai yang tidak pasti setiap bulannya.
"Saya juga baru tahu ketika saya memeriksa rekening koran saya saat diperiksa," kata Harvey.
Meski demikian, ia mengaku tidak ada perjanjian secara tertulis mengenai pembayaran maupun kuasa perusahaan kepada Harvey atas penugasannya selama ini.
Sebab, suami dari arti Sandra Dewi itu mengeklaim hanya membantu Suparta menjadi perpanjangan tangan PT RBT karena telah menganggap Suparta seperti paman sendiri.
"Kerja sama ini juga singkat dan kalau pertemuan saya paling hanya ikut 5-6 kali. Setelah kerja sama smelter selesai dengan PT Timah Tbk, saya sama sekali tidak ada mengurus PT RBT lagi," klaim Harvey.
Advertisement
Kasus Korupsi
Diketahui, selain Harvey Moeis, kasus korupsi ini turut menyeret pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto, dan General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017–2020 Rosalina sebagai terdakwa.
Suwito didakwa menerima aliran dana sebesar Rp2,2 triliun, sedangkan Robert menerima Rp1,9 triliun. Dari uang yang diterima, keduanya diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dengan demikian, perbuatan kedua terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Korupsi Timah
Sementara itu, meski Rosalina didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi timah, namun dia tidak menerima uang dan tidak melakukan TPPU.
Untuk itu, Rosalina terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Akibat perbuatan para terdakwa dalam kasus dugaan korupsi timah, keuangan negara tercatat mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun. Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Advertisement