Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan inflasi November 2024 menjadi sebesar 0,30 persen secara bulanan. Angka itu lebih besar dibanding inflasi bulanan pada Oktober 2024 sebesar 0,26 persen.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, inflasi November 2024 terjadi karena adanya kenaikan indeks harga konsumen (IHK), dari 106,01 pada Oktober 2024 menjadi 106,3 pada November 2024.
Advertisement
Baca Juga
"Secara year on year, terjadi inflasi sekitar 1,55 persen. Secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 1,12 persen," ujar Amalia, Senin (2/12/2024).
Advertisement
Meskipun inflasi bulanan pada November 2024 ini lebih tinggi dibandingkan Oktober 2024, tetapi masih lebih rendah secara tahunan (year on year) jika dibandingkan pada November 2023.
Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi terbesar antara lain, makanan, minuman dan tembakau, dengan inflasi sebesar 0,78 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 0,22 persen.
"Komoditas yang mendorong inflasi pada kelompok ini adalah bawang merah dan tomat, yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,10 persen," imbuh Amalia.
Sementara terdapat komoditas lain yang memberikan andil inflasi. Antara lain, emas perhiasan dengan andil 0,04 persen, dating ayan ras dan minyak goreng, dengan andil inflasi 0,03 persen.
"Bawang putih, ikan segar, sigaret kretek mesin, tarif angkutan udara, dan kopi bubuk memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen," tutur Amalia.
Inflasi November 2024 Diprediksi Naik karena Permintaan Musiman
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan angka inflasi pada Senin pagi ini. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan tingkat inflasi tetap berada di bawah 2% hingga akhir 2024. Khusus untuk November 2024, inflasi bulanan diperkirakan 0,30%
Josua meramal inflasi 2024 berkisar antara 1,7-2,0%, dibandingkan dengan 2,81% di tahun 2023, yang mencerminkan lingkungan inflasi yang lebih terkendali.
Angka inflasi yang lebih rendah ini dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk mempertimbangkan penurunan BI-Rate, terutama jika diselaraskan dengan potensi penurunan suku bunga The Fed.
“Kami memperkirakan inflasi akan tetap berada di bawah dua persen pada akhir 2024, dengan proyeksi kenaikan menjadi sekitar tiga persen pada tahun 2025,” kata Josua dikutip dari Antara, Senin (2/12/2024).
Prakiraan ini didasarkan pada adanya beberapa faktor. Faktor tekanan harga energi global, yang didorong oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kawasan Euro menjadi salah satunya, dengan adanya kemungkinan bakal diimbangi oleh potensi penurunan permintaan global.
Selain itu, risiko kenaikan dapat muncul menjelang akhir tahun, terutama dari peningkatan permintaan musiman yang terkait dengan liburan Natal dan Tahun Baru.
Pada 2025, Josua memperkirakan inflasi akan meningkat seiring dengan beberapa langkah kebijakan pemerintah.
Nota Keuangan 2025 menyoroti rencana untuk memberlakukan cukai pada minuman kemasan berpemanis dan meningkatkan tarif PPN.
Selain itu, setelah perlambatan yang signifikan pada tahun 2024, tingkat inflasi akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah.
Di luar dampak yang disebabkan oleh kebijakan, inflasi diperkirakan akan meningkat karena permintaan konsumen yang membaik, yang berpotensi menyebabkan inflasi tarikan permintaan yang moderat.
"Meskipun diperkirakan akan meningkat, inflasi diproyeksikan akan tetap terkendali, mencapai sekitar 3,12 % pada akhir tahun 2025, sesuai dengan kisaran target Bank Indonesia sebesar 1,5 - 3,5 %," ujarnya.
Advertisement
Inflasi November 2024
Sebelumnya, untuk Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia untuk November 2024 diproyeksikan menunjukkan tingkat inflasi bulanan sebesar 0,30 persen secara bulanan (mom), naik dari 0,08 persen (mom) di bulan Oktober.
Josua menjelaskan kenaikan ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan musiman menjelang akhir tahun, bertepatan dengan liburan Natal dan Tahun Baru, sejalan dengan pola musiman pada umumnya.
Seiring dengan berkurangnya dampak dari musim panen, harga-harga pangan secara umum meningkat. Indeks harga bergejolak, yang sebagian besar mencakup komoditas pangan, diperkirakan akan mencatat tingkat inflasi bulanan sebesar 0,95 persen (mom), naik secara signifikan dari -0,11 persen (mom) pada Oktober, yang sebagian besar dipengaruhi oleh kenaikan harga bawang merah, daging ayam, dan minyak goreng.
Kemudian, indeks harga yang diatur pemerintah juga diperkirakan mengalami inflasi bulanan sebesar 0,12 persen (mom), berbalik dari -0,25 persen (mom) pada Oktober 2024, didorong oleh harga bahan bakar non-subsidi yang lebih tinggi.
Inflasi Inti
Sementara itu, Josua memprediksi inflasi inti bakal relatif stabil pada level 0,20 persen (mom), sedikit lebih rendah dari 0,22 persen (mom) pada Oktober 2024, didukung oleh peningkatan permintaan musiman, pelemahan rupiah, dan kenaikan harga emas.
Tingkat inflasi tahunan diperkirakan menurun lebih lanjut menjadi 1,55 persen (yoy) pada November 2024, turun dari 1,71 persen (yoy) di Oktober 2024, mendekati batas bawah kisaran target. Sebaliknya, inflasi inti tahunan diperkirakan naik tipis menjadi 2,26 persen (yoy) dari 2,21 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
“Indeks harga yang diatur pemerintah diperkirakan akan mencerminkan inflasi sebesar 0,92 persen (yoy), sementara indeks harga bergejolak diproyeksikan mencatat deflasi 0,61 persen (yoy), dibandingkan dengan inflasi 0,77 perse (yoy) dan deflasi 0,89 persen yoy pada bulan Oktober 2024,” jelasnya.
Advertisement